Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Traktat Painan, Awal Kekuasaan VOC di Pesisir Minangkabau

Perjanjian ini ditandatangani pada tahun 1663, sebagai imbas dari ketidakpuasan para penguasa setempat terhadap hegemoni Kerajaan Aceh atas produksi lada mereka.

Karena permasalahan tersebut, raja-raja kecil penghasil lada di Painan dan sekitarnya, memilih bekerja sama dengan VOC, yang ditandai dengan dikeluarkannya Traktat Painan.

Berikut ini latar belakang dan isi Traktat Painan.

Latar belakang Traktat Painan

Catatan WJA De Leeuw, Het Painansgh Contract, pada abad ke-17, di pesisir Minangkabau bagian selatan terdapat raja-raja kecil penghasil lada yang bersaing, yakni Tarusan, Bayang, Batangkapas, Salida, Painan, Pelangai, Kambang, Bungopasang, Lakitan, Airhaji.

Mereka disebut sebagai Aliansi Sepuluh Bandar, yang berada di bawah otoritas Sultan Indrapura.

Perdagangan mereka terganggu ketika datang utusan dari Kerajaan Aceh.

Mereka tidak mungkin tidak tunduk terhadap Aceh, yang saat itu memiliki armada dan tentara yang kuat.

Sejak itu, pintu rempah ditutup bagi siapa saja, kecuali pintu yang telah disediakan Sultan Aceh lewat perwakilannya yang ada di tiap-tiap bandar.

Dengan kata lain, jalur lada harus berakhir di Bandar Aceh.

Ketidakpuasan atas monopoli perdagangan Aceh mendorong Sultan Indrapura untuk mengirim surat kepada Gubernur Jenderal VOC yang bermarkas di Batavia (Jakarta).

JA van der Chijs dalam Daghregister gehouden int Casteel Batavia, menyebut surat yang dikirim pada 4 April 1663 itu berisi permintaan suaka atau perlindungan kepada VOC atas hegemoni Aceh yang dianggap terlalu menjerat leher.

VOC kemudian membawa Kende Maradja, Radja Konto, Dato Setti, Radja Indra Moeda, dan Radja Panjang, ke Batavia untuk menandatangani sebuah perjanjian.

Perjanjian itulah yang dikenal sebagai Traktat Painan atau Painan Contract.

Isi Traktat Painan

Pada 6 Juli 1663, raja-raja kecil dari Painan dan sekitarnya memberikan cap jempolnya sebagai tanda disepakatinya Traktat Painan.

Pada intinya, Traktat Painan memberi kewajiban kepada VOC untuk membantu raja-raja kecil di kawasan pesisir selatan Minangkabau mengusir Aceh dari seluruh bandar yang mereka kuasai.

Sebagai imbalannya, VOC mendapat monopoli perdagangan lada di semua bandar mereka, bebas dari segala bea atau pajak, dan akan disediakan pangkalan yang aman bagi armada Belanda.

Dampak Traktat Painan

Setelah Traktat Painan ditandatangani, VOC mulai berkuasa di pesisir selatan Minangkabau.

Sebuah loji kemudian dibangun di Salido, sebelum akhirnya dipindahkan ke Pulau Cingkuk, yang lebih aman.

Pasalnya, Salido, yang merupakan pintu gerbang paling penting di antara semua bandar, kerap terjadi peperangan akibat perselisihan di antara raja-raja kecil.

Mulai tahun 1663, VOC membangun Pulau Cingkuk sebagai pusat pengumpul rempah-rempah yang dihasilkan oleh daerah-daerah di pesisir selatan Minangkabau.

Dengan kata lain, Traktat Painan merupakan tiket bagi VOC untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di pesisir selatan Minangkabau.

Kekuasaan VOC di wilayah itu bertahan hingga satu abad lebih, tepatnya hingga tahun 1781, saat Inggris memporak-porandakan Pulau Cingkuk.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/09/04/230000079/traktat-painan-awal-kekuasaan-voc-di-pesisir-minangkabau

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke