Namun setelah ambruknya rezim Suharto, sejumlah pihak mempertanyakan sejarah resmi yang dianggap meminggirkan Amir dari pentas sejarah nasional. Pada Desember 2008, misalnya, digelar diskusi untuk menggugat narasi sejarah tunggal sosok Amir.
Di acara itu, para peserta diskusi juga menyayangkan eksekusi mati atas pria kelahiran 1907 itu. "Ini tak perlu terjadi, apabila para pemimpin seperti Sukarno melihat peristiwa Madiun secara jernih," kata Wilson, ketua panitia acara diskusi, saat itu.
Anak bungsu mendiang Amir Sjarifuddin, Helen Lucia, hadir pula dalam acara itu. Namun ketika itu dia menolak diwawancarai BBC Indonesia.
Belakangan, persisnya pada November 2015, ada wacana dari sejumlah pihak agar ada upaya supaya Amir Sjarifuddin mendapatkan status pahlawan nasional dari pemerintah.
Baca juga: Sultan Hamid II: Pahlawan atau Pengkhianat?
Pemberitaan itu menyebutkan akan dibentuk kepanitiaan untuk menggolkannya, yang antara lain, dipimpin oleh Sabam Sirait, Bert Supit dan Jopie Lasut. Intinya, mereka diberi mandat mempersiapkan dokumen-dokumen seputar peranan Amir.
Belum jelas sampai di mana tahapannya, namun salah-seorang inisiatornya, Bert Adriaan Supit, tetap menyokong apabila Amir Sjarifuddin diusulkan sebagai pahlawan nasional.
"Amir [Sjarifuddin] adalah salah-satu tokoh dalam membentuk Republik Indonesia, "kata Bert Adriaan Supit kepada BBC News Indonesia, Selasa (28/07) lalu.
Bert Supit, yang pernah menjadi salah-seorang ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) 1989-1994, menganggap "semua yang mensponsori kemerdekaan Indonesia, semua itu adalah pahlawan."