Produktivitas Krausz sebagai seorang ilmuwan memang sangat luar biasa. Sebagian besar publikasi jurnal ilmiah Krausz ditulis secara kolaborasi. Hanya satu jurnal saja yang ditulis secara mandiri (tunggal).
"Talent wins games, but teamwork and intelligence win championships,“ ungkapan dari pebasket legendaris Micháel Jordan.
Untuk sesuatu yang lebih besar, kolaborasi jauh lebih penting daripada bakat. Krausz berhasil mengombinasikan bakat individu dengan kolaborasi untuk mencapai prestasi yang luar biasa.
Produktivitas ilmuwan tidak hanya bergantung pada kepandaian atau bakat semata. Kolaborasi adalah kunci pokok produktivitas ilmiah.
Inilah yang dapat dipelajari dari sosok Krausz. Seorang ilmuwan adalah seorang manajer yang menggerakan dan membantu orang lain untuk menghasilkan karya ilmiah.
Mengapa produktivitas akademisi di Indonesia masih rendah? Barangkali, salah satu akar persoalannya adalah rendahnya semangat dan keterampilan kolaborasi.
Sesaat setelah menerima kabar dari komite Nobel, Adam Smith mewawancarai Krausz melalui telepon.
"Saya masih bertanya-tanya apakah saya sedang berada di dunia nyata atau sedang bermimpi… Ternyata ada pertanda bahwa saya memang berada di dunia nyata,” ungkap Krausz dalam wawancara.
Krausz juga menegaskan pentingnya prinsip konsistensi dalam bidang keilmuan. Maksudnya, seorang ilmuwan harus fokus pada hal yang dapat diubah dan tidak mudah terdistraksi oleh banyak hal.
Prinsip Krausz ini sama dengan apa yang diucapkan oleh Katalin Kariko yang sehari sebelumnya terpilih sebagai peraih Nobel bidang kesehatan. Kariko juga berasal dari Hungaria.
Saat ini, Krausz berusia 61 tahun. Ini termasuk usia muda untuk seorang peraih Nobel. Perubahan tidak dapat terjadi dengan hanya membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan konsistensi dan kesabaran untuk bekerja demi perubahan.
Konsistensi dan kesabaran muncul dari orang yang memiliki pengharapan kuat. Krausz dengan caranya sendiri merawat harapan tersebut.
Hadiah Nobel hanyalah salah satu reward untuk ketekunannya merawat harapan. Dan ini juga bukan terminal akhir dari harapannya.
Ernst Bloch di dalam Prinzip der Hoffnung (1985) menjadikan harapan sebagai penciri manusia. Realitas tidak dapat direduksi hanya sebagai kekinian, tetapi juga keterarahan terhadap masa depan.
Kekinian tidak lain adalah momen penantian terhadap kemungkinan atau alternatif. Harapan adalah keterbukaan dan ini merupakan kapasitas kognitif manusia.