Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

AI dan Tren Diagnostik Kanker Payudara

Kompas.com - 02/08/2023, 14:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI BIDANG medis, kecerdasan buatan (artificial intelligent atau AI) menorehkan lagi potensi solusi terobosan masa depan. Kali ini di bidang radiologi terkait risiko kanker payudara.

Riset di Swedia yang dipublikasikan pada Selasa (1/8/2023), mendapati separuh beban kerja radiolog akan berkurang dalam pemindaian rutin saat mencari pertanda awal kanker payudara.

Meski hasil riset dinilai menjanjikan, penelitinya tetap mengingatkan masih butuh waktu untuk penelitian lebih lanjut sampai AI dapat benar-benar dipakai luas untuk pemindaian (scan) kanker payudara.

Baca juga: 3 Jenis Kanker Payudara dan Cara Penyebarannya

Dengan proporsi radiolog di banyak negara yang tak memadai, ada harapan bahwa AI akan membuat analisis pemindaian rutin untuk menyisir pertanda sel kanker menjadi lebih cepat dan makin akurat pula. 

Di Indonesia, misalnya, dokter spesialis radiologi atau radiolog tercatat berjumlah 1.763 orang dari total 43.558 dokter spesialis se-Indonesia, menurut data Profil Kesehatan 2021.

 

Adapun data kanker payudara menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) hingga 2020 ada lebih dari 2,3 juta perempuan didiagnosa menderitanya dengan 685.000 kematian diakibatkan. 

Skrining rutin sangat penting untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal kanker. Di Eropa, perempuan berusia 50 hingga 69 tahun disarankan melakukan mammogram setiap dua tahun, dengan hasil pindaian yang dianalisis oleh dua ahli radiologi.

Baca juga: 8 Cara Mencegah Kanker Payudara

Riset di Swedia melibatkan pemindaian terhadap 80.000 perempuan yang menjalani mammogram di empat lokasi di barat daya negara itu pada kurun April 2021-Juli 2022. 

Pemindaian mereka dibagi secara acak untuk dianalisis ke sistem yang didukung AI atau ke dua radiolog yang bertugas sebagai kelompok kontrol dalam riset. 

Algoritma AI membaca pindaian dan memprediksi risiko kanker dalam skala 10. Prediksinya kemudian diperiksa oleh satu radiolog. 

Riset mendapati, sistem yang didukung AI menemukan kasus kanker 20 persen lebih banyak, untuk setiap seribu perempuan yang diperiksa.

Untuk temuan positif palsu (false positive), yaitu saat mammogram pertama menunjukkan hasil mencurigakan tetapi yang kedua mendapati hasil bersih, baik sistem yang didukung AI maupun radiolog sama-sama mendapatkan hasil 1,5 persen kasus. 

“Potensi terbesar AI saat ini adalah memungkinkan ahli radiologi untuk mengurangi beban membaca yang berlebihan,” kata Kristina Lang, radiolog di Universitas Lund Swedia dan penulis utama studi tersebut, sebagaimana dikutip AFP.

Baca juga: 6 Gejala Kanker Payudara yang Tidak Biasa, Jangan Disepelekan

Riset yang digawangi Lang disebut mengurangi beban kerja radiolog hingga 44 persen. Karena, kata mereka, hanya butuh satu orang untuk membaca hasil pindaian dibanding kebutuhan normal dua radiolog.

Meski demikian, Lang mengatakan hasil riset ini belum berarti AI sudah siap diterapkan dalam pemeriksaan mammografi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com