Oleh: Muhammad Fuad
Pada bulan September 1976, Mao Zedong meninggal. Bersama jenazahnya, terkubur pula Revolusi Kebudayaan yang dilancarkannya satu dawarsa sebelumnya.
Baca juga: Faktor Ekonomi dan Kesehatan, Bagaikan Dua Sisi Mata Uang
Sebelum meninggal, Mao menunjuk Hua Guofeng sebagai pewarisnya. Namun Hua tak lama memegang pucuk pimpinan Partai Komunis China. Deng Xiaoping dan teman-temannya pelan-pelan berhasil melengserkannya.
Melalui proses politik dalam Sidang Pleno Komite Sentral Partai Komunis China akhir tahun 1978, Deng muncul menjadi pemimpin de facto China yang paling berpengaruh.
Bagi Deng, Revolusi Kebudayaan hanya menghasilkan kemiskinan di seantero negeri. Keadaan harus dibalik, pikirnya. China harus dibangun menjadi negara yang kuat ekonominya dan makmur rakyatnya.
Untuk itu, reformasi harus dilancarkan di berbagai bidang: sosial, politik dan ekonomi. Slogan awalnya adalah "Boluan Fanzheng" (“Hilangkan Kekacauan, Kembalikan Kenormalan”).
Bangsa China, demikian Deng, harus disembuhkan dari segala kerusakan dan luka akibat Revolusi Kebudayaan. Dia hentikan, secara bertahap, program-program Revolusi Kebudayaan dan dia rehabilitasi orang-orang yang telah menjadi korban Revolusi.
Dalam bidang sosial, Deng melaksanakan kebijaksanaan satu anak, program wajib belajar anak-anak sekolah dan menggalakkan kembali pendidikan tinggi. Dalam bidang politik, dia masukkan pembatasan masa jabatan pejabat negara ke dalam konstitusi dan dia pulihkan hubungan diplomatik dengan Amerika (1 Januari 1979).
Dia kemudian menjadi pemimpin China pertama yang berkunjung ke negara tersebut.
Dalam bidang ekonomi, dia redam slogan “perjuangan kelas” dan kumandangkan slogan baru: “pembangunan ekonomi” dan “modernisasi.” Slogan baru ini diwujudkannya dalam program modernisasi ekonomi.
Baca juga: Mengapa Makam Kaisar Pertama China Tak Pernah Dibuka?
Dia tetapkan beberapa zona ekonomi khusus, utamanya Shenzhen (tak jauh dari Hongkong) dan dia tarik modal dan teknologi asing ke China dengan iming-iming tenaga kerja murah dan berlimpah.
Secara pelan tapi pasti, program modernisasi ekonomi Deng mengubah China menjadi negara industri baru. Pada awal kekuasaan Deng tahun 1979, GDP China 178.28 miliar dollar; ketika dia meninggal ada tahun 1997, GDP China tumbuh hampir enam kali lipat, mencapai lebih dari 961 miliar dolar.
Deng melakukan semua manuvernya dengan tetap mempertahankan kekuasaan politik Partai Komunis China. Karena itu dia dijuluki arsitek Sosialisme ala China yang menggabungkan ideologi sosialisme dengan kapitalisme bebas.
Deng berhasil membuat keberhasilan kapitalisme di China, alih-alih menggerogoti, justru memperkuat legitimasi Partai Komunis China.
Perkembangan ekonomi China yang dimulai oleh Deng tidak lepas dari pengamatan Amerika. Bill Clinton, presiden Amerika hingga tahun 2001, melihat kemungkinan keuntungan yang bisa diraup Amerika dari hubungan perdagangan dengan China yang ekonominya berkembang.
Baca juga: Amerika Serikat Mulai Kembangkan Pesawat Ruang Angkasa Bertenaga Nuklir