Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Indonesia

Universitas Indonesia (UI) merupakan perguruan tinggi di Indonesia yang didirikan pemerintah dengan status Peguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). UI berada di dalam lingkup koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi dengan tanggung jawab Tri Dharma Pendidikan tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Saat ini, UI memiliki 14 fakultas, 2 sekolah pascasarjana, dan program pendidikan vokasi.

Kelindan Ekonomi Amerika dan China

Kompas.com - 08/05/2023, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Muhammad Fuad

Deng Xiaoping dan kebangkitan ekonomi China

Pada bulan September 1976, Mao Zedong meninggal. Bersama jenazahnya, terkubur pula Revolusi Kebudayaan yang dilancarkannya satu dawarsa sebelumnya.

Baca juga: Faktor Ekonomi dan Kesehatan, Bagaikan Dua Sisi Mata Uang

Sebelum meninggal, Mao menunjuk Hua Guofeng sebagai pewarisnya. Namun Hua tak lama memegang pucuk pimpinan Partai Komunis China. Deng Xiaoping dan teman-temannya pelan-pelan berhasil melengserkannya.

Melalui proses politik dalam Sidang Pleno Komite Sentral Partai Komunis China akhir tahun 1978, Deng muncul menjadi pemimpin de facto China yang paling berpengaruh.

Bagi Deng, Revolusi Kebudayaan hanya menghasilkan kemiskinan di seantero negeri. Keadaan harus dibalik, pikirnya. China harus dibangun menjadi negara yang kuat ekonominya dan makmur rakyatnya.

Untuk itu, reformasi harus dilancarkan di berbagai bidang: sosial, politik dan ekonomi. Slogan awalnya adalah "Boluan Fanzheng" (“Hilangkan Kekacauan, Kembalikan Kenormalan”).

Bangsa China, demikian Deng, harus disembuhkan dari segala kerusakan dan luka akibat Revolusi Kebudayaan. Dia hentikan, secara bertahap, program-program Revolusi Kebudayaan dan dia rehabilitasi orang-orang yang telah menjadi korban Revolusi.

Dalam bidang sosial, Deng melaksanakan kebijaksanaan satu anak, program wajib belajar anak-anak sekolah dan menggalakkan kembali pendidikan tinggi. Dalam bidang politik, dia masukkan pembatasan masa jabatan pejabat negara ke dalam konstitusi dan dia pulihkan hubungan diplomatik dengan Amerika (1 Januari 1979).

Dia kemudian menjadi pemimpin China pertama yang berkunjung ke negara tersebut.

Dalam bidang ekonomi, dia redam slogan “perjuangan kelas” dan kumandangkan slogan baru: “pembangunan ekonomi” dan “modernisasi.” Slogan baru ini diwujudkannya dalam program modernisasi ekonomi.

Baca juga: Mengapa Makam Kaisar Pertama China Tak Pernah Dibuka?

Dia tetapkan beberapa zona ekonomi khusus, utamanya Shenzhen (tak jauh dari Hongkong) dan dia tarik modal dan teknologi asing ke China dengan iming-iming tenaga kerja murah dan berlimpah.

Secara pelan tapi pasti, program modernisasi ekonomi Deng mengubah China menjadi negara industri baru. Pada awal kekuasaan Deng tahun 1979, GDP China 178.28 miliar dollar; ketika dia meninggal ada tahun 1997, GDP China tumbuh hampir enam kali lipat, mencapai lebih dari 961 miliar dolar.

Deng melakukan semua manuvernya dengan tetap mempertahankan kekuasaan politik Partai Komunis China. Karena itu dia dijuluki arsitek Sosialisme ala China yang menggabungkan ideologi sosialisme dengan kapitalisme bebas.

Deng berhasil membuat keberhasilan kapitalisme di China, alih-alih menggerogoti, justru memperkuat legitimasi Partai Komunis China.

Amerika, China dan WTO

Perkembangan ekonomi China yang dimulai oleh Deng tidak lepas dari pengamatan Amerika. Bill Clinton, presiden Amerika hingga tahun 2001, melihat kemungkinan keuntungan yang bisa diraup Amerika dari hubungan perdagangan dengan China yang ekonominya berkembang.

Baca juga: Amerika Serikat Mulai Kembangkan Pesawat Ruang Angkasa Bertenaga Nuklir

Dengan sekuat tenaga Clinton melobi Kongress Amerika, dengan dukungan para konglomerat, untuk menyetujui normalisasi permanen hubungan dagang Amerika dan China. Normalisasi permanen ini diperlukan untuk meminimalisir pengaruh politik Washington atas hubungan dagang Amerika-China.

Pada bulan September 2000, Senat Amerika menyetujui undang-undang normalisasi permanen tersebut.

Bagi Clinton ini adalah kemenangan yang akan memuluskan usaha memasukkan China ke WTO (World Trade Organization). Kemenangan ini adalah juga hadiah untuk kalangan pebisnis Amerika yang terus meneteskan air liur melihat potensi pasar China yang berpenduduk 1.3 miliar.

Setahun kemudian, pada awal Desember 2001, dengan dukungan Amerika dan di bawah komando Jiang Zemin, China menjadi anggota WTO. Menurut Clinton masuknya China ke dalam WTO akan memperkuat pertumbuhan ekonomi dan keamanan nasional Amerika, di satu sisi, dan akan mendorong perkembangan demokrasi dan pengindahan hak-hak asasi manusia di China, di sisi lain.

Deindustrialisasi Amerika

Masuknya China ke WTO adalah kemenangan Clinton dan korporasi Amerika, namun kekalahan bagi kaum buruh. Mereka berusaha sekuat tenaga--dengan dukungan para aktivis HAM dan gerakan lingkungan dan anti-globalisasi--menggagalkan masuknya China ke WTO.

Baca juga: Bangsa Viking Lebih Dulu Menghuni Amerika Sebelum Columbus Datang

Namun kekuatan bisnis berpengaruh lebih kuat terhadap Kongress dan Pemerintah Amerika.

Kekalahan ini terbukti telak. Setelah China masuk WTO, industri manufaktur Amerika pada berhijrah ke China.

Akibatnya, muncul wilayah “Sabuk Karat” (Rust Belt) yang membentang dari Illinois di Midwest hingga New York di Timur, dan Pennsylvania dan West Virginia. Pabrik-pabrik yang dulunya tulang punggung manufaktur Amerika kini mangkrak penuh karat.

Munculnya wilayah “Sabuk Karat” bisa dikaitkan dengan transformasi struktur ekonomi Amerika dari ekonomi industrial (industrial economy) ke ekonomi servis (service economy). Transformasi ekonomi sering dianggap basis pergeseran budaya Amerika dari kebudayaan modern ke kebudayaan posmodern.

Namun bencana yang dialami kaum buruh nyata dan konkret. Transformasi ekonomi Amerika berarti deindustrialisasi Amerika atau penggembosan industri manufaktur.

Deindustrialisasi Amerika telah mulai sejak dasawarsa 1970-an dengan membanjirnya ke Amerika produk-produk Jerman dan Jepang, yang bangkit dari reruntuhan Perang Dunia II dengan bantuan Amerika.

Kebangkitan China menuntaskan deindustrialisasi Amerika. Lima belas tahun setelah China didorong masuk WTO oleh Amerika, diperkirakan Amerika kehilangan hampir enam juta pekerjaan manufaktur.

Baca juga: China Rencanakan Membawa Sampel dari Mars ke Bumi Tahun 2031

Tidak semua lapangan kerja itu pindah ke China, namun dalam retorika Donald Trump itulah yang terjadi. Dalam kampanye sepanjang tahun 2016, Trump mengobral janji akan membawa kembali pekerjaan manufaktur ke Amerika.

Janji ini janji lidah tak bertulang yang tidak mungkin berdampak pada perubahan ekonomi dan akibatnya. Namun para buruh terkecoh dan memilih Trump menjadi presiden.

Bonanza bisnis Amerika dan ekonomi China

Malapetaka kaum buruh Amerika adalah bonanza bisnis Amerika dan ekonomi China. Bonanza ini terlihat pada peningkatan FDI Amerika di China dalam kurun 30 tahun sejak awal 1990-an.

Pada tahun 1992, FDI Amerika di China diperkirakan 2 miliar dollar. Pada tahun 2000, investasi ini meningkat menjadi lebih dari 11 miliar dollar. Angka ini terus naik, menjadi 59 miliar pada tahun 2010, dan lebih dari 118 miliar pada tahun 2021.

Dalam 30 tahun sejak 1990, FDI Amerika di China melonjak hampir 60 kali lipat.

Pada kurun yang sama, ekonomi China tumbuh spektakuler. Ketika Deng naik ke pucuk pimpinan tahun 1979, GDP China 178.2 8 miliar dollar. Ketika dia meninggal tahun 1997, GDP China 961.60 miliar dolar.

Pada tahun 2010, GDP China melampaui 6 triliun dollar dan pada tahun 2021, angka tersebut mendekati 18 triliun dolar. Selama empat dasawarsa, GDP China melonjak hampir 100 kali lipat.

Sementara itu, ikon berbagai perusahaan besar Amerika--Starbucks, McDonald’s, KFC, dan Papa Johns--menjadi bagian integral kehidupan kota-kota besar China. General Motors mencetak omset terbesarnya di dunia di China.

Baca juga: Apa Itu Virus Langya yang Ditemukan di China?

Apple bermarkas besar di California, namun lebih dari 90 persen produk-produknya dibuat di China dan 20 persen pemasukan globalnya untuk tahun 2022 diperoleh di China.

Hampir 800 juta penduduk China juga terangkat dari garis kemiskinan. Dari kacamata Amerika, ketika Mao meninggal tahun 1976 China adalah “dirt, poor country.”

Pada tahun 2021, dengan GDP hampir 18 triliun dolar, ekonomi China berada di posisi kedua setelah ekonomi Amerika dengan GDP mendekati 23 triliun dolar. Kereta cepat China juga bisa berlari lebih cepat dari kereta Amtrak Amerika.

Kelindan tak terputus

Tanggal 20 April 2023 yang lalu, Janet L. Yellen, Menteri Keuangan Amerika berpidato di Universitas John Hopkin. Dia menegaskan bahwa keamanan nasional dan HAM adalah prioritas politik luar negeri Amerika, tanpa kompromi, termasuk dalam hubungan AS dengan China.

Namun ujarnya, hubungan ekonomi juga sangat penting. Pada tahun 2021, volume perdagangan antara kedua negara 700 miliar dolar. Decoupling (pemutusan hubungan) ekonomi hanya akan menimbulkan kerugian besar bagi kedua negara.

Yellen sadar bahwa kelindan ekonomi Amerika dan China tidak hanya dalam tapi juga saling menguntungkan.

China, utamanya di bawah Xi Jinping sekarang, sering menyatakan kegerahannya terhadap kritik Amerika terkait situasi HAM dan otoritarianisme Partai Komunis China, dan mulai mencari pasar selain Amerika.

Namun seperti Yellen, Xi tidak bisa mengingkari fakta kelindan ekonomi China dengan Amerika yang dalam dan saling menguntungkan.

Baca juga: Peneliti di Amerika Serikat Kembangkan Vaksin Universal, Apa Itu?

Pemutusan bukan pilihan. Tidak ada jalan lain bagi kedua negara kecuali meneruskan hubungan. Friksi dan konflik akan timbul; mereka harus diatasi melalui engagement, perundingan dan tawar menawar terus menerus.

Muhammad Fuad,

Dosen Prodi Kajian Wilayah Amerika
Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com