Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/02/2023, 09:00 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Oleh: Senza Arsendy*

“10 keahlian yang dibutuhkan lapangan kerja, mari pelajari!”

“Tingkatkan kemampuan demi karier cemerlang!”

“Sukses di tempat kerja ada di tangan Anda!”

Baca juga: Jadi Pengangguran Bikin Orang Kurang Ramah

Pelamar kerja atau lulusan baru pasti sering disodorkan jargon seperti itu agar bisa meraih karier impian dan menghindari pengangguran.

Selain faktor pandemi, banyak pihak termasuk praktisi dan masyarakat percaya bahwa penyebab utama pengangguran adalah apa yang disebut dengan “skills mismatch”.

Ini diartikan sebagai ketidakcocokan keahlian dari para pelamar kerja – baik dianggap kurang ahli atau punya keahlian yang beda dengan kebutuhan pasar kerja.

Narasi skills mismatch, atau beberapa orang memakai istilah “employability” (potensi pelamar untuk direkrut), kini makin gencar digunakan di negara berkembang maupun negara maju untuk menjelaskan isu pengangguran.

Lembaga internasional seperti Bank Dunia atau Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) bahkan rajin menggaungkan konsep ini.

Baca juga: Pengangguran Tingkatkan Risiko Kematian Akibat Kanker

Meski mengasah keahlian adalah hal yang bermanfaat, dan meski skills mismatch terdengar masuk akal – bahwa banyaknya pekerja yang belum memiliki keahlian yang tepat membuat angka rekrutmen menjadi rendah – konsep tersebut tidak sepenuhnya dapat menjelaskan isu pengangguran.

Pada Agustus 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pengangguran di Indonesia mencapai 8,42 juta orang. Angka ini bertambah sekitar 200 ribu orang dari enam bulan sebelumnya.

Tapi menariknya, angka tersebut didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) – yang harusnya telah dibekali keahlian vokasi khusus untuk dunia kerja.

Alih-alih menjelaskan, narasi tunggal skills mismatch ini berpotensi menempatkan pelamar kerja, khususnya mereka dari kelompok miskin dan marginal, dalam posisi yang semakin rentan dan terus menuai stigma. Di sisi lain, praktik-praktik buruk perusahaan justru terus dinormalisasi.

‘Keahlian rendah’ sebagai kambing hitam pengangguran: mengapa ini mitos

Pertama, skills mismatch cenderung mengindividualiasi isu pengangguran.

Artinya, pengangguran seolah terjadi semata karena pelamar kerja dianggap tidak memiliki kemampuan sesuai lapangan kerja – bukan karena terbatasnya lapangan kerja layak.

Dalam narasi ini, jika lowongan kerja terbatas, individu kemudian dituntut berwirausaha.

Baca juga: Pengangguran Tingkatkan Risiko Kematian Akibat Kanker

Di Indonesia, baru-baru ini, banyak perusahaan ramai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya. Banyak start-up yang digadang-gadang menjadi bentuk inovasi ekonomi untuk membuka lapangan kerja baru, justru terjebak tekanan finansial.

PHK yang terjadi baru-baru ini diprediksi terus terjadi pada tahun 2023.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com