Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
dr. Ignatia Karina Hartanto

PPDS Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM

Menuju Mimpi dan Gol Thalassemia Movement, Screening Thalassemia Nasional

Kompas.com - 25/11/2022, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Titip acara sama Thalassemia movement ya,” pesan Adhit. Fadel berjanji dan menyakinkan sahabatnya untuk tidak mencemaskan acara, tanpa menyangka bahwa Adhit bermaksud menitipkan selamanya.

The Vampire Weekend yang diadakan tanggal 6 November 2022 lalu berlangsung sangat lancar dan sukses. Fadel bangga karena berhasil menunaikan janji pada sahabatnya.

Meskipun tidak bertemu langsung, ia tahu bahwa Adhit tersenyum saat mendengar bahwa acara dengan persiapan express ini berjalan baik. Fadel juga dapat merasakan bagaimana Adhit lega bahwa Thalassemia Movement bisa terus berjalan walau dia tinggalkan.

Dua hari kemudian, Adhit pamit untuk selamanya.

Tuhan seakan sudah menyiapkan jalan-Nya yang terbaik untuk menjemput Adhit. Hal ini disadari Fadel dari acara terakhir yang seakan tercetus berawal candaan tiba-tiba dapat terwujud serius, dan sebuah janji yang kemudian menjadi bukti supaya Adhit dapat tenang meninggalkan semuanya.

Saat teman lain ada yang bertanya-tanya bagaimana caranya bisa bikin acara di tempat sekelas Lounge in the Sky, Fadel hanya bisa menjawab, “Enggak tau, itu semua kerjanya Tuhan.”

Walau senang bahwa Adhit meninggal dengan tenang, Fadel merasakan kehilangan yang paling berat. “Kehilangan half soul, separoh aku ini udah Adhit banget.”

Lalu Fadel teringat kembali bagaimana dalam 4 bulan terakhir Adhit intens mendorongnya meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan terus berkeras bahwa tujuan dari Thalassemia Movement adalah menghasilkan policy screening thalassemia nasional.

Mungkin memang Adhit sudah memiliki firasat dan terus mengingatkan sahabatnya tentang apa yang masih diperjuangkan. Memori pertemuan terakhirnya di IGD malam itu dengan Adhit membuat Fadel akhirnya sadar bahwa makna kehilangan ini adalah meneruskan perjuangan Adhit, supaya jangan sampai berhenti setelah dia meninggal.

Thalassemia Movement kemudian hadir memenuhi ruang kosong dalam hati Fadel dan semua yang berduka dengan kepergian Adhit. Karya dan kenangan akan Adhit justru membawa semua aktivisnya menyatukan hati, tetap dekat walau sang ketua telah mangkat.

Sebuah kehilangan yang justru mengikat kebersamaan untuk melanjutkan perjuangan thalassemia, seperti slogan dari klub bola Liverpool yang merupakan favorit Adhit: “You will never walk alone.”

dokumen pribadi penulis You will never walk alone

Penyintas, bukan penderita

Yang sudah familier dengan fitur fisik khas thalassemia mungkin bisa langsung menebak kalau Fadel adalah seorang penyintas bila bertemu. Walaupun ada sederet perbedaan fitur fisik, kata penyintas lebih disukai daripada pasien atau penderita untuk menunjuk tanpa terkesan membedakan.

Mungkin kebutuhan akan istilah yang tidak membedakan muncul karena seorang penyintas memang sering dibedakan oleh masyarakat. Bahkan mereka dan keluarganya juga sering membedakan diri sendiri dengan membatasi masuk sekolah, dan tidak sedikit yang berujung putus sekolah. Akibatnya, para penyintas sering memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

Dalam pengamatan pada para penyintas thalassemia yang kontrol di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM), Fadel memperkirakan sekitar 70 persen tidak melanjutkan pendidikan dan tidak memiliki pekerjaan. Sering Fadel mendapati para orangtua memutus sekolah anaknya yang penyintas dengan alasan kasihan dengan anaknya yang dianggap memiliki keterbatasan fisik.

Tiap mendapat kesempatan mengobrol, Fadel selalu memotivasi orangtua agar anaknya kembali ke bangku sekolah supaya kelak tetap memiliki kesempatan bekerja. Walaupun nanti ternyata memang tidak bekerja, yang penting para penyintas tetap mendapatkan pendidikan. Karena menurutnya, yang paling penting dari lanjut sekolah adalah mendapat variasi kehidupan sosial, agar tidak di rumah sakit melulu.

Sayangnya, dengan tingkat pendidikan setinggi langit pun, tidak banyak yang bisa mendapatkan pekerjaan bila rekam medisnya tertulis thalassemia. Para penyintas yang memiliki pekerjaan pun kebanyakan merupakan usaha sendiri, termasuk Adhit yang memiliki usaha coffee shop.

Lain lagi dengan Fadel, ia merasa sangat bersyukur dan beruntung dengan pekerjaannya sebagai content creator dari Sandiaga Uno. Walaupun dirinya seorang penyintas, lingkungan kerjanya sangat suportif dan tidak membedakan. Tidak ada yang keberatan saat ia harus izin untuk transfusi darah.

Sebelumnya, Fadel terus mengalami kesulitan untuk lolos interview kerja karena memiliki thalassemia. Memang masih lazim para pemberi kerja memiliki pandangan yang cenderung negatif terhadap para penyintas; kebanyakan berasumsi bahwa kebutuhan izin demi transfusi darah yang akan berlangsung terus-menerus akan membuat para penyintas menjadi kurang produktif dibanding non-penyintas.

Isu ketimpangan para penyintas untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan ini masih lepas dari perhatian pemerintah.

Menurut Fadel, untuk mendapat kesempatan yang sama, para penyintas membutuhkan salah 1 dari 3 faktor: pengakuan khusus yang bisa diperoleh dari jaminan atau undang-undang, atau bantuan dari orang dalam, atau memang para pemberi kerja yang sudah mengerti mengenai kondisi penyintas. Sayangnya, ketiganya masih absen dan sangat jarang.

Inilah yang ditangkap dan kemudian juga diperjuangkan oleh Thalassemia Movement, sebuah jaminan yang tidak membeda-bedakan para penyintas thalassemia dalam kesempatan memperoleh pendidikan dan pekerjaan.

Walaupun berjuang untuk tidak dibedakan dalam masalah pendidikan dan pekerjaan, Fadel mengakui bahwa penyintas, terutama yang sudah mengalami komplikasi, membutuhkan perlakuan khusus seperti penyediaan ruang khusus di moda transportasi atau ruang publik.

Mungkin masih belum banyak yang mengetahui bahwa thalassemia adalah sebuah kondisi yang kompleks dan memang memiliki tampilan klinis yang bervariasi dari ringan hingga berat, tergantung dari komplikasi yang mereka alami.

Tidak semua penyintas bergantung pada transfusi darah. Tetapi bagi mereka yang harus mendapatkan transfusi darah untuk bertahan hidup, komplikasi menjadi tidak terhindarkan. Komponen yang dibutuhkan pada darah adalah sebuah protein yang disebut hemoglobin, dan setiap unit hemoglobin mengandung 4 unit zat besi.

Tidak heran, tiap kantong darah mengandung zat besi yang tinggi hingga mencapai puluhan kali lipat dari kebutuhan zat besi harian. Sayangnya, tubuh manusia tidak mampu untuk membuang zat besi yang berlebihan dari transfusi darah tersebut.

Makin lama, jumlah besi dalam darah yang terus masuk dalam tubuh akan menumpuk dalam berbagai organ, terutama jantung, hati, dan berbagai organ yang menghasilkan hormon tubuh. Itulah komplikasi yang bisa terjadi pada penyintas: kelebihan zat besi yang kemudian mengganggu fungsi organ tubuh. Kelebihan zat besi ini bahkan bisa berakibat fatal hingga kematian.

Oleh karena itu, saat ini ada 2 strategi yang rutin dilakukan untuk mengendalikan penumpukan zat besi tersebut. Pertama, para penyintas harus terus mendapat terapi untuk mengikat zat besi yang berlebihan, baik diminum atau disuntikkan. Kedua, setiap jangka waktu tertentu, ada pemeriksaan khusus yang harus dilakukan untuk memantau jumlah besi dalam tubuh dan fungsi organ tubuh yang berisiko.

Dari semua kemungkinan organ tubuh yang terganggu, komplikasi pada jantunglah yang paling ditakuti. Bila sudah ada masalah, henti jantung bisa sewaktu-waktu terjadi – seperti yang terjadi pada Adhit.

Dan pernah terjadi juga pada Fadel. Bulan Juni 2020, ia mengalami gagal jantung dan berlanjut dengan kelainan irama yang fatal. Tidak hanya pijat jantung, terapi kejut jantung pun dilakukan untuk mengatasi kelainan irama, dan berhasil menyelamatkan nyawanya.

Pada saat itu baru diketahui juga bahwa gula darahnya melonjak sangat tinggi akibat penumpukan zat besi pada organ pankreasnya sehingga tidak mampu menghasilkan cukup insulin. Ia didiagnosis diabetes tipe lain. Sampai sekarang, Fadel harus menyuntik insulin sebelum makan.

Fadel sadar, mungkin tidak banyak yang bisa selamat dari kondisi kritis seperti yang dialaminya. Ia tahu bahwa semangat hidupnya dan dukungan dari semua orang yang mengenalnya yang membuat akhirnya bisa bertahan.

Sejak lolos dari kondisi kritis, Fadel menghentikan hobi larinya. Sebelumnya, ia sering mengikuti acara lomba maraton hanya untuk menyelesaikannya dan mendapat medali, bukan untuk mencetak rekor lari. Beberapa kali ia malah berjalan pelan, yang penting mencapai finish. Namun, karena Adhit juga memintanya untuk berhenti, ia pun menurut dan sampai sekarang tidak pernah lagi berlari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com