Sebenarnya, platform ekonomi biru bukanlah hal yang baru, apalagi dalam konteks riset dan inovasi.
Data kepustakaan dari Scopus dan Google Cendekia misalnya, kajian yang mengusung kata kunci “blue economy” sudah tersedia sejak tahun 2010, atau bahkan bisa jadi jauh sebelum itu.
Salah satu buku tentang ekonomi biru terbit pada tahun 2010, namun Gunter Pauli memberikan sub judul “10 tahun, 100 Inovasi, dan 100 Juta Lapangan Kerja”, yang artinya konsep ekonomi biru dikenal satu dekade sebelumnya, yaitu sejak awal abad ke 21.
Asia (Indonesia, China dan India) serta Afrika muncul secara eksplisit dalam bibliometrik terkait “blue economy” ini, yang mengindikasikan tren lokus kajian terkait ekonomi biru (Gambar 1).
Kajian ilmiah ekonomi biru di Indonesia sendiri tidak memakan waktu cukup lama dari tren dunia, yaitu sejak tahun 2012 (menurut catatan dari Google Cendekia dengan kata kunci ‘ekonomi biru’).
Dengan menambahkan kata kunci “blue economy in Indonesia” pada hasil pencarian tersebut, terlihat bahwa tren kajian ekonomi biru di Indonesia masih sebatas konseptual (Gambar 2).
Jadi, kiranya wajar bahwa Indonesia belum mampu mengejawantahkan platform ekonomi biru pada kebijakan pembangunan termasuk secara khusus pada kebijakan riset dan inovasi.