Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/01/2022, 17:31 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan mengumumkan, 2 pasien konfirmasi Omicron meninggal dunia pada Sabtu (22/1/2022).

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi M.EPid mengatakan, kedua kasus tersebut merupakan pelaporan fatalitas pertama di Indonesia akibat varian baru yang memiliki daya penularan tiggi.

"Satu kasus merupakan transmisi lokal, meninggal di RS Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN), meninggal di RSPI Sulianti Saroso," kata Nadia dikutip Kompas.com dari laman resmi sehatnegeriku Kementerian Kesehatan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan baru, mengapa kedua orang ini bisa meninggal dunia padahal sejauh ini, informasi yang sering disebutkan adalah varian Omicron menular lebih cepat tetapi mengakibatkan gejala lebih ringan dibandingkan infeksi varian Delta dan lainnya.

Mengenai perkara ini, Dokter Spesialis Paru Konsultan, Dr dr Erlina Burhan MSc., Sp.P(K) mengatakan, meskipun kebanyakan kasus infeksi Omicron hanya ditemukan mengalami gejala ringan, tetapi bukan berarti tidak bisa menyebabkan kematian.

Baca juga: Gejala Khas Omicron, Mirip Flu tapi Tenggorokan Nyeri atau Gatal

"Bisa saja, yang meninggal ini kan, 1 orang belum divaksin dan 1 orang sudah vaksin tapi dengan 2 komorbid yang tidak terkontrol," kata Erlina kepada Kompas.com, Senin (24/1/2022).

Nadia pun juga membenarkan bahwa kedua pasien Omicron yang meninggal dunia kemarin memang memiliki komorbid.

Mayoritas bergejala ringan

Erlina berkata bahwa memang benar sebagian besar pasien yang terinfeksi varian Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan dibandingkan infeksi Covid-19 varian lainnya, termasuk Delta dan varian awal dari Wuhan, China.

Ini sesuai dengan hasil studi HKUMed Hong Kong yang menemukan bahwa varian Omicron memiliki laju infeksi dan replikasi yang 70 kali lebih tinggi di bronkus dari varian Delta dan varian awal. Namun di saat yang sama, laju infeksi dan replikasinya di paru-paru 10 kali lebih rendah dari varian awal.

Alhasil, peradangan Omicron lebih banyak terjadi di bronkus dan gejala-gejalanya yang paling umum berurusan dengan saluran napas.

Beberapa gejala yang paling umum diakibatkan oleh infeksi Omicron antara lain hidung tersumbat atau rinore, batuk dan nyeri tenggorok atau tenggorokan gatal.

Baca juga: Kemenkes Izinkan Pasien Omicron untuk Isoman, Apa Saja Syaratnya?

Bagaimana Omicron menyebabkan kematian?

Meski demikian, bukan berarti Omicron tidak berbahaya dan bisa disepelekan. Erlina berkata bahwa inilah yang harus dipelajari dari kejadian meninggalnya dua pasien Omicron di Indonesia kemarin.

Sebab, kata dia, keparahan tidak hanya ditentukan oleh replikasi virus, tetapi juga faktor lain seperti badai sitokin dan immune escape.

Untuk diketahui, badai sitokin adalah kondisi respons imun tubuh yang berlebihan. Badai sitokin juga menjadi kondisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan intensif secepat mungkin, dan menjadi salah satu komplikasi serius yang rentan dialami oleh pengidap Covid-19.

Sementara itu, immune escape merupakan ancaman serius, karena pasien Covid-19 yang sudah sembuh bisa terinfeksi ulang. Serta, vaksin yang sudah mendapat izin, bisa kehilangan keampuhannya dan harus terus menerus diperbarui agar tetap ampuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com