Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/01/2022, 19:00 WIB
Mela Arnani,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penyakit kardiovaskular, salah satunya jantung koroner, tiap tahun terus meningkat dan menempati peringkat tertinggi penyebab kematian di Indonesia terutama pada usia-usia produktif.

Melansir laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), data Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner tetap sebesar 1,5 persen pada 2013-2018.

Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan tidak seimbang.

Gaya hidup, merokok, dan pola makan menjadi kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), dengan 50 persen penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death.

Baca juga: Penyakit Jantung Dikaitkan dengan Jam Sirkadian, Studi Jelaskan

Lantas, apa itu penyakit jantung koroner?

Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah dikarenakan penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner akibat kerusakan dinding pembuluh darah (aterosklerosis).

Secara klinis, gejala yang muncul berupa rasa tidak nyaman di dada atau nyeri dada (angina), yang berlangsung selama lebih dari 20 menit saat istirahat atau beraktivitas. Ini bisa disertai gejala keringat dingin atau gejala lainnya seperti lemah, rasa mual, dan pusing.

Penyakit jantung koroner terdiri dari penyakit jantung koroner stabil tanpa gejala, angina pektoris stabil, dan Sindrom Koroner Akut (SKA).

Penyakit jantung koroner stabil tanpa gejala biasanya diketahui dari skrining, sedangkan angina pektoris stabil didapatkan gejala nyeri dada bila melakukan aktivitas yang melebihi aktivitas sehari-hari.

Baca juga: Gejala Serangan Jantung yang Harus Diwaspadai, Apa Saja?

Siklus penyakit jantung koroner

Terdapat beberapa kelompok usia yang berisiko lebih tinggi terkena jantung koroner.

Untuk laki-laki di usia 40 tahun ke atas, sedangkan wanita usia 50 tahun atau menopause karena wanita mempunyai hormon ekstrogen yang dapat menghambat penyumbatan di pembuluh darah. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi usia-usia produktif muda dapat terkena jantung koroner.

Proses terjadinya PJK sudah dimulai dari usia dini, dengan terjadi penyumbatan darah arteri melalui pola hidup yang kurang baik. Sehingga, menjaga pola hidup sehat sejak dini dapat menurunkan risiko terjadinya PJK.

Adapun siklus PJK dimulai sejak memasuki usia bayi dan balita, yang terjadi sekitar 30 persen sumbatan pembuluh darah jantung.

Menginjak usia anak sekolah dan remaja, sumbatan pembuluh darah jantung naik menjadi 70 persen. Pada orang dewasa presentasenya naik menjadi 90 persen, dan pada lansia naik sebesar 99 persen.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Direktorat P2PTM Kemenkes RI (@p2ptmkemenkesri)

 

Faktor risiko

Terdapat faktor-faktor risiko dari penyakit jantung koroner, baik yang dapat diubah maupun tidak bisa diubah.

Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi umur, jenis kelamin, keturunan atau ras.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com