Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyakit Jantung Koroner, dari Gejala, Siklus, hingga Penanganan Pertama

Melansir laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), data Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner tetap sebesar 1,5 persen pada 2013-2018.

Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan tidak seimbang.

Gaya hidup, merokok, dan pola makan menjadi kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), dengan 50 persen penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death.

Lantas, apa itu penyakit jantung koroner?

Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah dikarenakan penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner akibat kerusakan dinding pembuluh darah (aterosklerosis).

Secara klinis, gejala yang muncul berupa rasa tidak nyaman di dada atau nyeri dada (angina), yang berlangsung selama lebih dari 20 menit saat istirahat atau beraktivitas. Ini bisa disertai gejala keringat dingin atau gejala lainnya seperti lemah, rasa mual, dan pusing.

Penyakit jantung koroner terdiri dari penyakit jantung koroner stabil tanpa gejala, angina pektoris stabil, dan Sindrom Koroner Akut (SKA).

Penyakit jantung koroner stabil tanpa gejala biasanya diketahui dari skrining, sedangkan angina pektoris stabil didapatkan gejala nyeri dada bila melakukan aktivitas yang melebihi aktivitas sehari-hari.

Siklus penyakit jantung koroner

Terdapat beberapa kelompok usia yang berisiko lebih tinggi terkena jantung koroner.

Untuk laki-laki di usia 40 tahun ke atas, sedangkan wanita usia 50 tahun atau menopause karena wanita mempunyai hormon ekstrogen yang dapat menghambat penyumbatan di pembuluh darah. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi usia-usia produktif muda dapat terkena jantung koroner.

Proses terjadinya PJK sudah dimulai dari usia dini, dengan terjadi penyumbatan darah arteri melalui pola hidup yang kurang baik. Sehingga, menjaga pola hidup sehat sejak dini dapat menurunkan risiko terjadinya PJK.

Adapun siklus PJK dimulai sejak memasuki usia bayi dan balita, yang terjadi sekitar 30 persen sumbatan pembuluh darah jantung.

Menginjak usia anak sekolah dan remaja, sumbatan pembuluh darah jantung naik menjadi 70 persen. Pada orang dewasa presentasenya naik menjadi 90 persen, dan pada lansia naik sebesar 99 persen.

Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi umur, jenis kelamin, keturunan atau ras.

Sementara itu, faktor risiko yang dapat diubah seperti:

Mengendalikan penyakit jantung koroner

Mengukur tekanan darah menjadi salah satu cara mendeteksi dini risiko penyakit jantung. Angka hasil pemeriksaan normal apabila di bawah 140/90 mmHg.

Terdapat beberapa cara mengendalikan penyakit jantung koroner, seperti

  • Memeriksa kesehatan secara rutin dan mengikuti anjuran dokter
  • Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
  • Tetap diet dengan gizi seimbang
  • Upayakan aktivitas fisik dengan aman
  • Hindari asap rokok, alkohol, dan zat karsinogenik
  • Istirahat yang cukup, tidur selama 7-8 jam atau minimal 6 jam per hari.

Bagaimana pertolongan pertama pada penyakit jantung koroner?

Pertolongan pertama pada penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Posisi setengah duduk dengan bantal tinggi (tubuh bagian atas lebih tinggi 20 - 30 derajat) untuk persiapan segera membawa ke Instalasi Gawat Darurat RS terdekat.

2. Hindari penderita dari gerakan mendadak dan aktivitas apapun seperti berbicara banyak, mengejan (mengedan)

3. Dapat dibantu menguranginya dengan pemberian obat-obatan golongan nitrat (seperti isosorbid dinitrat, cedocard, nitral atau farsorbid) diberikan di bawah lidah, dapat diberikan beberapa kali hingga penderita mendapat pertolongan di RS.

4. Respon batuk hanya disarankan oleh ahli jantung saat terlihat laju jantung yang sangat melambat di monitor rekaman jantung, hal ini tidak mungkin dilihat pada pasien yang tidak terpasang alat monitor jantung.

Adapun layanan di PSC berupa :

a. Penanganan kegawatdaruratan dengan menggunakan protokol

b. Kebutuhan informasi ruang di rumah sakit

c. Informasi fasilitas kesehatan terdekat

d. Informasi ambulans

Selain itu, pelayanan medik yang diberikan oleh PSC 119 meliputi panduan tindakan awal melalui algoritma gawat darurat, mengirim bantuan petugas dan ambulan, serta mengirim pasien ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.

Sebagai informasi, serangan jantung STEMI merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan reperfusi (dengan obat atau kateterisasi).

https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/22/190000423/penyakit-jantung-koroner-dari-gejala-siklus-hingga-penanganan-pertama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke