KOMPAS.com - Makam Vanessa Angel dan Bibi Andriansyah tampak berantakan usai diduga dikunjungi terlalu banyak peziarah. Di sosial media pun banyak beredar foto-foto netizen yang berfoto di makam keduanya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Dosen Departemen Sosiologi FISIP UGM AB Widyanta mengatakan, apa yang terjadi dengan makam Vanessa dan Bibi sangat erat kaitannya dengan realitas hidup masyarakat digital saat ini.
Dari kaca mata sosiologi, Widyanta melihat ada banyak lapisan aspek sosial yang terjadi, salah satunya pornografi musibah.
Kejadian ini sama seperti selfie bencana yang sudah terjadi beberapa tahun lalu, yakni orang-orang melakukan selfie atau mengambil swafoto di area lokasi bencana, seperti banjir atau sisa aliran lahar gunung berapi, misalnya.
Nah, kali ini fenomena itu bergeser menjadi selfie musibah. Dalam hal ini musibah yang dimaksud adalah kecelakaan yang dialami Vanessa dan Bibi.
Baca juga: Makam Vanessa Angel dan Bibi Andriansyah Diserbu untuk Selfie, Sosiolog: Ini Pornografi Musibah
"Musibah sendiri adalah sebuah kesengsaraan, tapi di sisi lain selfie mencerminkan kegembiraan," ungkap Widyanta kepada Kompas.com, Kamis (11/11/2021).
Ironisnya, kedua hal yang bertolak belakang ini dijejerkan di dalam realitas masyarakat digital hari ini.
"(Saat ada fenomena selfie bencana) ada yang menyebut itu sebagai pornografi bencana. Boleh juga di sini kita menyebut sebagai pornografi musibah dengan selfie seperti itu," urainya.
Dipaparkan Widyanta, fenomena pornografi musibah seperti ini semakin marak di dunia yang disebutnya subjek digital atau subjek algoritmik. Yang dimaksud subyek digital adalah semua orang yang memiliki handphone.
"Saya kira, ini bisa kita nilai sebagai realitas dari oksimoron yang dipraktikkan di kehidupan nyata oleh subyek digital," kata Widyanta.
Oksimoron merupakan dua kata berlawanan yang ada di satu kalimat atau satu frasa.
"Nah, ini praktik oksimoron itu dilakukan (di kehidupan). Praktik bergembira ria di atas musibah," jelasnya.
Namun ternyata bukan hanya pornografi musibah saja yang bisa dilihat dari fenomena ini.
Widyanta mengatakan, apa yang dilakukan oleh subyek digital sangat berlapis. Berikut uraiannya:
Pertama, secara psikoanalisa atau psikologi sosial, kejadian ini mengandung disonansi kognitif.