Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Badai Jupiter Terbesar di Tata Surya, Ilmuwan Ungkap Ukuran Badai Ini Jauh Lebih Lebar

Kompas.com - 03/11/2021, 19:31 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Sumber REUTERS

KOMPAS.com - Data yang dikumpulkan pesawat ruang angkasa NASA Juno memberikan fakta baru tentang badai Great Red Spot Storm di planet Jupiter. Badai terbesar di Tata Surya ini ternyata ukurannya jauh lebih lebar dari yang diperkirakan.

Putaran badai besar Jupiter tersebut ternyata bisa meluas dan jauh dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dilansir dari Reuters, Rabu (3/11/2021), para ilmuwan mengatakan, berdasarkan pengukuran gelombang mikro dan gravitasi yang diperoleh dari NASA Juno, badai besar tersebut meluncur di bawah puncak awan planet Jupiter sekitar 350 hingga 500 km.

Data yang disajikan NASA Juno tersebut memberi para ilmuwan yang mempelajari catatan tiga dimensi dari planet terbesar di Tata Surya.

Planet Jupiter adalah planet terbesar di Tata Surya, atau dikenal juga sebagai raksasa gas yang terdiri dari gas helium, hidrogen dan banyak jenis gas lainnya. Bahkan, karena ukurannya yang begitu besar, planet ini diperkirakan bisa memuat 1.000 planet Bumi di dalamnya.

Permukaan planet Jupiter dihiasi dengan garis-garis yang menunjukkan penampakan badai di planet gas raksasa ini. Ada beberapa jenis badai di planet Jupiter, salah satunya badai Great Red Spot, yang mendominasi penampilan dari permukaan planet ini.

Baca juga: 3 Fakta Badai Matahari, Penyebab hingga Dampaknya pada Manusia

 

Badai Jupiter keajaiban Tata Surya

Badai Great Red Spot Jupiter adalah badai dengan lebar sekitar 16.000 km yang bergejolak di belahan selatan planet Jupiter, dengan awan berwarna merah tua yang berputar berlawanan arah jarum jam dengan kecepatan tinggi.

Fenomena badai Jupiter ini merupakan keajaiban Tata Surya dan telah ada selama berabad-abad. Akan tetapi, para ilmuwan hingga saat ini baru memiliki sedikit pemahaman tentang apa yang ada di bawah permukaan badai terbesar di Planet Jupiter tersebut.

"Dari sudut pandang ilmiah, ini membingungkan bagaimana badai bisa berlangsung begitu lama dan begitu besar," kata Scott Bolton, peneliti utama misi NASA Juno di Southwest Research Institute di Texas dan penulis utama pada salah satu dari dua studi Jupiter yang diterbitkan dalam jurnal Science, pada Kamis pekan lalu.

"Itu (badai besar Planet Jupiter) cukup lebar untuk menelan Bumi," tambah Marzia Parisi, ilmuwan Juno dari Jet Propulsion Laboratory NASA di California dan penulis utama studi kedua.

Salah satu instrumen yang disematkan pada pesawat ruang angkasa NASA Juno, radiometer gelombang mikro, memungkinkan para ilmuwan untuk mengintip apa yang ada di bawah puncak awan Jupiter. Termasuk dalam mempelajari badai terbesar di Tata Surya ini.

Baca juga: Benarkah Badai Matahari Ekstrem Bisa Sebabkan Kiamat Internet?

Foto baru planet Jupiter ditangkap teleskop luar angkasa NASA Hubble. Ketiga gambar planet terbesar di Tata Surya ini diambil dalam tiga panjang gelombang berbeda. Dari gambar tersebut terungkap dinamika atmosfer Jupiter.International Gemini Observatory/NOIRLab/NSF/AURA/NASA/ESA, M.H.Wong anda I.de Pater/UC Berkeley via SPACE.com Foto baru planet Jupiter ditangkap teleskop luar angkasa NASA Hubble. Ketiga gambar planet terbesar di Tata Surya ini diambil dalam tiga panjang gelombang berbeda. Dari gambar tersebut terungkap dinamika atmosfer Jupiter.

Mereka pun dapat menyelidiki banyak struktur pusaran badai termasuk badai Great Red Spot Jupiter, yang menunjukkan bahwa mereka ada sangat jauh di dalam atmosfer planet Jupiter, bahkan jauh lebih dalam dari yang diperkirakan selama ini.

Alih-alih terbatas pada bagian paling atas atmosfer Jupiter, akar atau ujung dari badai itu jatuh ke daerah di luar tempat air mengembun dan awan terbentuk, dan di bawah tempat sinar matahari mencapai.

Data NASA Juno sebelumnya menunjukkan bahwa aliran jet di atmosfer Jupiter mencapai lebih jauh, hingga kedalaman sekitar 3.200 km.

Bolton mengatakan bahwa asumsi ini berdasarkan bagaimana atmosfer Bumi berperilaku, serta model yang dihasilkan selama beberapa dekade terakhir, telah memberi kesan bahwa badai Great Red Spot Jupiter tersebut adalah badai yang relatif dangkal.

"Jupiter bekerja dengan cara misterius yang kami ungkapkan untuk pertama kalinya, karena ini adalah misi pertama yang dapat melihat ke dalam planet ini.Dan kita melihat kejutan," imbuh Bolton.

Baca juga: Teleskop ALMA Temukan Badai Galaksi Paling Awal, Ungkap Evolusi Galaksi dan Lubang Hitam

Planet Jupiter dan Bumi adalah dunia yang sangat berbeda, dan tidak hanya dalam hal ukuran. Bumi adalah tempat berbatu, sedangkan Jupiter tidak memiliki permukaan padat, meskipun mungkin memiliki inti dalam yang solid.

NASA Juno telah mengorbit Jupiter sejak 2016. Wahana antariksa ini telah memperoleh informasi tentang atmosfer, struktur interior, medan magnet internal dan wilayah di sekitarnya yang diciptakan oleh magnet internal.

Juno juga akan terbang ke bulan besar Jupiter Europa dan Io dan menjelajahi cincin kecil di sekitar planet ini.

Badai Great Red Spot planet Jupiter telah berevolusi dalam bentuk dari waktu ke waktu, dan ada kemungkinan bahwa ukuran badai ini akan menyusut.

"Ini (badai Jupiter) adalah badai terbesar di seluruh Tata Surya. Tidak ada yang seperti itu," kata Bolton.

Baca juga: Badai Raksasa Neptunus Terungkap, Diduga 2 Kali Lebih Cepat dari Katrina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com