Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Hipotesis di Balik Indahnya Warna- warni Bunga

Kompas.com - 22/08/2021, 18:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

3 Hipotesis Warna Bunga Beragam

Julien Ng dalam tulisannya “What's the Buzz about Flower Color Diversity?” mengemukakan tiga hipotesis mengapa warna bunga beragam.

Hipotesis pertama adalah keragaman warna bunga didorong oleh perbedaan preferensi antara berbagai jenis penyerbuk.

Hipotesis ini didukung oleh pengamatan, bahwa tumbuhan dengan tipe bunga yang sama sering diserbuki oleh jenis penyerbuk yang sama. Sebagai contoh, bunga yang diserbuki lebah sering kali berwarna biru atau ungu dengan tabung mahkota pendek, lebar dan nektar pekat dengan volume yang sedikit.

Baca juga: Ada yang Harum dan Ada yang Busuk, Mengapa Bunga-bunga Berbau?

Bunga yang diserbuki ngengat biasanya berwarna putih, dengan mahkota panjang, sempit dan sangat harum di malam hari.

Bunga yang diserbuki burung kolibri cenderung berbentuk tabung panjang berwarna merah yang tidak berbau, tapi mengandung banyak nektar encer.

Hipotesis kedua menyatakan, keragaman warna bunga didorong oleh spesialisasi individu penyerbuk atau spesies penyerbuk tertentu.

Hipotesis pertama memungkinkan terjadinya pollinator yang mengunjungi banyak jenis bunga yang serupa, sehingga menimbulkan resiko kegagalan penyerbukan dan kemungkinan terjadinya hibridisasi.

Dalam hipotesis kedua ini, diduga warna bunga muncul sebagai akibat dari kompetisi antara spesies tumbuhan (atau varietas dalam suatu spesies) terhadap kunjungan dari individu penyerbuk atau spesies penyerbuk tertentu.

Sedangkan hipotesis ketiga mengemukakan, bahwa keragaman bunga terjadi karena kondisi lingkungan yang berbeda.

Berdasarkan hipotesis ini, kondisi lingkungan seperti tipe tanah, suhu dan ketersediaan air mempengaruhi warna bunga.

Pengaruh lingkungan dalam mendorong keragaman warna terbukti terjadi pada tumbuhan yang bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri (selfing).

Penelitian pada Boechera stricta menunjukan, bahwa keragaman warna bunga pada selfing species dipengaruhi oleh herbivora, cekaman kekeringan, dan faktor abiotik lainnya yang bervariasi secara spasial.

Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim, Bunga di Seluruh Dunia Alami Perubahan Warna

Ketiga hipotesis tersebut memiliki bukti pendukung tersendiri dan ketiganya terbukti memang terjadi pada tumbuhan.

Analisis spesifik pada tiap taksa atau kelompok tumbuhan dapat lebih memperjelas faktor apa yang mendorong munculnya keragaman warna bunga pada kelompok tumbuhan tertentu.

Pertanyaan lain yang muncul adalah, kapan sebenarnya karakter warna ini muncul dan apakah sejak awal kemunculannya, warna memiliki fungsi untuk menarik hewan penyerbuk?

Sebuah kajian oleh Dr. Paula J. Rudall yang berjudul “Colourful cones: how did flower colour first evolve?” menemukan, bahwa terbentuknya karakter warna pada tumbuhan berbiji terjadi lebih awal dibandingkan kemunculan Angiospermae.

Meskipun begitu, warna pada awalnya tidak memiliki fungsi untuk menarik hewan penyerbuk.

Hal ini dapat dilihat pada Gimnospermae yang menggunakan sinyal penciuman untuk menarik hewan untuk persebaran biji dan penyerbukannya.

Bukti lain dapat dilihat pada sisik kerucut berwarna-warni beberapa tumbuhan konifer yang memiliki fungsi utama untuk melindungi jaringan yang tumbuh.

Baca juga: Bujuk Serangga Sebarkan Serbuk Sari, Bunga Ini Justru Keluarkan Aroma Busuk

Rudall dalam tulisannya menyimpulkan bahwa isyarat visual yang diberikan oleh warna dalam kelopak bunga, yang sangat penting dalam keberhasilan reproduksi banyak spesies Angiospermae, awalnya berevolusi sebagai efek sekunder, kemungkinan besar evolusi ini terjadi setelah evolusi penglihatan warna pada lebah.

Evolusi warna pada Angiospermae sendiri terjadi secara independen pada tiap taksa.

Kemunculan dan hilangnya pigmen diketahui sangat bervariasi pada berbagai kelompok taksa tumbuhan dan tingkat perubahan ini diketahui seringkali asimetris, dimana kejadian kemunculan warna lebih sering ditemukan dibanding kehilangannya.

Modus pergeseran warna cenderung cladogenetik, terutama untuk kejadian kemunculan warna.

Seni Kurnia Senjaya
Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com