Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemuda Kuningan Tantang Pegang Mayat, Kenapa Masih Ada yang Tak Percaya Covid-19?

Kompas.com - 21/06/2021, 19:01 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Sudah satu setengah tahun, dunia menghadapi pandemi virus corona, namun masih banyak orang yang tidak percaya Covid-19. Salah satunya aksi viral pemuda yang menantang akan pegang mayat pasien Covid-19.

Video pemuda asal Kuningan, Jawa Barat, berisinisial AS, tentang pernyataannya akan memegang mayat pasien Covid-19, viral di media sosial pada Jumat (18/6/2021).

Aksi tersebut dilakukannya untuk membuktikan bahwa Covid-19 itu ada atau tidak. Atas pernyataannya dalam video yang viral itu, AS ditangkap polisi dan diamankan di Polsek Ciwaru, Kuningan, Jawa Barat.

AS adalah salah satu dari sekian banyak masyarakat yang masih tidak percaya Covid-19 itu ada. Menanggapi hal ini Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Faturochman menjelaskan mengapa masih ada orang yang tidak percaya akan Covid-19.

"Dari pengamatan kami, (kondisi ini) dapat dijelaskan dengan dua konsep," kata Prof Faturochman saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Baca juga: Viral Seniman Surabaya akan Hirup Covid-19, Ahli Jelaskan Kenapa Orang Tidak Percaya Corona?

 

Konsep pertama, terkait dengan perilaku yang dipengaruhi oleh tiga hal, yakni pengetahuan atau kognisi, perasaan dan pengalaman.

Prof Faturochman mengungkapkan bahwa orang yang menentang adanya Covid-19 seperti itu, membutuhkan pengalaman langsung untuk bisa memercayai keberadaan penyakit ini.

"Dia kan, belum pernah pegang, akan percaya kalau sudah pegang. Jadi dia bukan model orang yang berperilaku karena pikiran atau perasaan, tetapi pakai pengalaman," jelas Prof Faturochman.

Sama halnya jika diibaratkan dengan orang yang belum pernah jatuh karena kebut-kebutan naik kendaraan bermotor.

"Hanya saja dalam menghadapi penyakit, kompleksitasnya berbeda," kata Prof Faturochman.

Lebih lanjut Prof Faturochman mengatakan bahwa selain tiga aspek perilaku tersebut, orang tidak percaya Covid-19 karena penyakit ini adalah sesuatu yang tidak terlihat.

Baca juga: Memakai Masker Dobel Lebih Efektif Cegah Covid-19, Benarkah?

Dua orang tenaga kesehatan beristirahat sejenak saat menunggu pasien di ruang isolasi COVID-19 Rumah Sakit Umum (RSU) Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Senin (14/6/2021). RSU tersebut menambah ruang isolasi untuk pasien COVID-19 menjadi 22 kamar serta menambah jumlah tenaga medis sekaligus memperpanjang jam shift kerja, untuk mengantisipasi lonjakan karena Ciamis masuk dalam zona merah COVID-19 dan Jabar masuk kategori sinyal bahaya penularan COVID-19 dari Kemenkes. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Dua orang tenaga kesehatan beristirahat sejenak saat menunggu pasien di ruang isolasi COVID-19 Rumah Sakit Umum (RSU) Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Senin (14/6/2021). RSU tersebut menambah ruang isolasi untuk pasien COVID-19 menjadi 22 kamar serta menambah jumlah tenaga medis sekaligus memperpanjang jam shift kerja, untuk mengantisipasi lonjakan karena Ciamis masuk dalam zona merah COVID-19 dan Jabar masuk kategori sinyal bahaya penularan COVID-19 dari Kemenkes. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.

Apa yang tampak dari penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus corona ini adalah korban, baik yang sakit parah maupun yang meninggal karena Covid-19. Padahal, selain angka Covid-19 yang tinggi, angka kematian akibat Covid-19 juga terus meningkat.

"Namun ada juga orang yang tetap tidak percaya, meski sudah ada sebab akibatnya, jika tidak merasakan langsung," imbuhnya.

Persoalan tentang masih adanya orang tidak percaya Covid-19 adalah hal yang rumit dan kompleks. Padahal, Covid-19 tidak hanya berbahaya bagi diri sendiri, tetapi juga orang lain.

Prof Faturochman kemudian menjelaskan terkait penggunaan masker. Memakai masker dapat membuat orang yang memakainya terlindungi dari Covid-19.

"Masker itu mencegah Covid rendah, tapi mencegah untuk menularkan ke orang lain itu tinggi. Tapi orang banyak yang tidak paham itu, jadi sulit sekali," jelas Prof Faturochman.

Bahkan, edukasi semacam ini yang dilakukan orang-orang kesehatan juga sangat sulit untuk membuat masyarakat bisa memahaminya.

Baca juga: Jangan Tolak Jenazah Pasien Covid-19, Corona Tidak Menyebar di Tanah

 

Konsep lain yang dapat menjelaskan mengapa masih ada orang menyangkal Covid-19 adalah terkait dengan kenekatan setiap individu.

Prof. Faturochman menjelaskan bahkan ada orang yang memang nekat ingin menantang atau menentang Covid-19.

"Sekarang semakin banyak orang yang suka menentang Covid-19. Karena satu (mungkin) mereka frustasi dengan hidupnya," papar Prof. Faturochman.

Intinya, alasan mengapa mereka menentang Covid-19, meskipun mereka tahu dan memahami penyakit ini, biasanya adalah karena kepentingan.

Misalnya, yang terjadi atau dialami orang-orang yang memiliki privasi relatif.

"Privasi relatif misalnya, pada orang yang takut kehilangan kesempatan mendapatkan pendapatan tambahan, yang tadinya punya gaji Rp10 juta, biasanya dapat tambahan hingga Rp20 juta, jadi kehilangan pendapatan tambahan, justru yang bahaya orang-orang ini," jelas Prof Faturochman.

Baca juga: Kasus Pertama, Pasien Covid-19 Alami Pembekuan Darah pada Lengan Atas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com