Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPOM Sebut 71,4 Persen Relawan Vaksin Nusantara Alami Kejadian Tak Diinginkan, Ahli: Tak Layak Disebut Vaksin

Kompas.com - 15/04/2021, 10:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

"Karena kalau vaksin itu sifatnya massal... Sementara vaksin Nusantara itu sangat individual sekali, selnya itu berasal dari tubuh kita sendiri. Apakah ini terapi... tapi saya tidak setuju kalau namanya vaksin," kata Masdalina kepada BBC News Indonesia, Rabu (14/04/2021).

Baca juga: 7 Polemik Vaksin Nusantara, Uji Klinis Lanjut Meski Tak Ada Izin BPOM

Sementara itu, Ahli Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia, Rita Damayanti ikut menimpali. Menurutnya, vaksin Nusantara 'pasti lebih mahal' dibanding vaksin yang digunakan untuk program kesehatan masyarakat.

"Itu kurang masuk akal bagi public health, tapi kalau model untuk orang kaya, yang bisa bayar mahal, itu sih terserah, tapi itu tak bisa dipaksakan untuk program public health," katanya.

Dalam laporan BPOM juga disebutkan, seluruh komponen utama pembuatan vaksin dendritik impor dari Amerika Serikat. Untuk transfer teknologi sekaligus kerjasama industrial, "belum memiliki sarana produksi untuk produk biologi, membutuhkan waktu dua hingga lima tahun untuk mengembangkan di Indonesia."

BPOM juga menyarankan agar penelitian ini dikembangkan dulu di pra-klinik sebelum masuk uji klinik untuk mendapatkan konsep dasar yang jelas, "Sehingga pada uji klinik di manusia bukan merupakan percobaan yang belum pasti."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com