Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/04/2021, 18:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Marufin menambahkan bentuk sabit akan semakin menebal dari hari ke hari hingga mencapai bentuk perbani atau setengah lingkaran.

Pada minggu kedua, Bulan sudah bergeser ke langit timur saat Matahari terbenam. Bentuknya juga mulai berubah dari benjol hingga akhirnya purnama.

Setelah fase Bulan Purnama, bulan akan mulai dominan menjelang terbitnya Matahari dan pada minggu ketiga, bulan muncul di langit barat dan berubah dari purnama menjadi benjol, hingga akhirnya berbentuk perbani kembali.

"Dan minggu keempat ditandai dengan menyusutnya bentuk perbani menjadi sabit yang kian menipis dari hari ke hari di langit timur menjelang Matahari terbit," papar Marufin.

Baca juga: 4 Faktor Penting dalam Pemantauan Hilal, Penentu Awal Ramadhan

 

Lebih lanjut Marufin menjelaskan bahwa siklus fase Bulan dikendalikan oleh periode sinodis Bulan, yakni kombinasi periode revolusi Bulan dan periode revolusi Bumi dengan titik acuan saat Bulan ‘berkumpul’ dengan Matahari.

Dalam astronomi, fenomena tersebut dinamakan konjungsi Bulan–Matahari, yang terjadi saat kedua benda langit menempati satu garis bujur ekliptika yang sama. Sehingga hanya berselisih dalam kedudukan lintang ekliptika.

Konjungsi Bulan-Matahari kadangkala terlihat kasatmata sebagai Gerhana Matahari, manakala kedua benda langit juga menempati garis lintang ekliptika yang sama. Peristiwa ini tergolong jarang, hanya 2 hingga 3 kali dalam setahun Hijriah.

Marufin memaparkan bahwa periode sinodis Bulan bervariasi di antara 29 hari 8 jam hingga 29 hari 16 jam. Meskipun jika dirata-ratakan dalam jangka panjang, misalnya dalam 100 tahun, akan ditemukan nilai 29 hari 12 jam 44 menit.

Baca juga: Apa Itu Konjungsi Bulan?

 

"Atau singkatnya 29,5 hari. Angka inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi hari-hari dalam bulan kalender Hijriah, yakni 29 atau 30 hari," imbuh Marufin.

Hilal adalah penunjuk awal bulan dalam kalender Hijriah, yang ditentukan oleh munculnya Bulan sabit tipis yang tampak di langit barat setelah matahari terbenam.

Bulan sabit disebut sebagai hilal, bergantung pada beragam parameter, salah satunya Lag Bulan atau selisih waktu antara saat terbenamnya matahari terhadap saar Bulan terbenam.

Marufin menjelaskan berdasarkan data empirik produk observasi berkelanjutan di Indonesia pada dekade 2000-an, Bulan berada dalam fase hilal saat terbenam lebih akhir dibanding Matahari. Memiliki Lag positif dengan rentang nilai antara 21 hingga 40 menit.

Baca juga: Jadwal Penampakan Gerhana 2021 dari Gerhana Bulan Total hingga Gerhana Matahari Cincin

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com