Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/04/2021, 18:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com- Hilal adalah salah satu fenomena astronomi yang menjadi penentu dimulainya ibadah puasa bagi umat Islam di Indonesia, maupun dunia. Beberapa peristiwa astronomi Ramadhan yang mengikutinya turut menjadi landasan penting dalam penentuan awal Ramadhan 1442 Hijriah.

Hilal selalu disebut saat umat muslim akan memasuki bulan Ramadhan. Jadi apa itu hilal dan bagaimana fase bulan berperan penting dalam kalender Hijriah?

Kalender Hijriah adalah suatu sistem penanggalan yang berbasis siklus fase Bulan dan digunakan oleh setiap satu dari empat penduduk muslim dunia di masa kini, kata astronom amatir Marufin Sudibyo kepada Kompas.com, Selasa (13/4/2021).

Sebelum lebih memahami hilal dan kedudukannya di kalender Hijriah, Marufin menjelaskan tentang seperti apa fase bulan dalam menjadi penentu penanggalan dalam kalender ini.

Baca juga: Selain Hilal, Solar Bulan dan Tripel Konjungsi Hiasi Langit Indonesia Hari Ini

 

Fase Bulan adalah peristiwa astronomi yakni perubahan bentuk wajah Bulan yang tampak dari paras Bumi sebagai akibat dari dinamika revolusi Bulan, serta peredaran Bumi dalam mengelilingi Matahari.

Revolusi Bulan adalah pergerakan Bulan saat mengelilingi Bumi.

Marufin menjelaskan sebagai sebuah benda langit besar, Bulan tetap mempertahankan bentuk bundarnya, mematuhi hukum kesetimbangan hidrostatik dan gravitasi.
'
"Dinamika sudut penyinaran Matahari terhadap Bulan-lah yang menyebabkan wajahnya seolah-olah berubah secara periodik, sehingga membentuk sebuah siklus," jelas Marufin.

Baca juga: Bagaimana Menghitung Awal Ramadhan 2021 dalam Astronomi?

 

Siklus fase bulan dan posisi hilal

Dalam kalender Hijriah, prinsip dasarnya relatif sederhana, sama seperti prinsip kalender pada umumnya yang berbasis siklus fase Bulan.

Marufin memaparkan satu bulan kalender (lunasi) dibagi ke dalam empat Minggu. Minggu pertama ditandai Bulan berbentuk sabit yang tampak di langit barat setelah Matahari terbenam.

Fenomena astronomi dari fase Bulan untuk melihat awal bulan dalam kalender Hijriah, ditentukan oleh bulan sabit tipis, yang kemudian disebut hilal, yang tampak di langit barat, sesaat setelah Matahari terbenam.

Baca juga: Mengenal Hilal, Penentu Awal Bulan Ramadhan dan Sabda Nabi SAW

Fase BulanMoon Connection Fase Bulan

Marufin menambahkan bentuk sabit akan semakin menebal dari hari ke hari hingga mencapai bentuk perbani atau setengah lingkaran.

Pada minggu kedua, Bulan sudah bergeser ke langit timur saat Matahari terbenam. Bentuknya juga mulai berubah dari benjol hingga akhirnya purnama.

Setelah fase Bulan Purnama, bulan akan mulai dominan menjelang terbitnya Matahari dan pada minggu ketiga, bulan muncul di langit barat dan berubah dari purnama menjadi benjol, hingga akhirnya berbentuk perbani kembali.

"Dan minggu keempat ditandai dengan menyusutnya bentuk perbani menjadi sabit yang kian menipis dari hari ke hari di langit timur menjelang Matahari terbit," papar Marufin.

Baca juga: 4 Faktor Penting dalam Pemantauan Hilal, Penentu Awal Ramadhan

 

Lebih lanjut Marufin menjelaskan bahwa siklus fase Bulan dikendalikan oleh periode sinodis Bulan, yakni kombinasi periode revolusi Bulan dan periode revolusi Bumi dengan titik acuan saat Bulan ‘berkumpul’ dengan Matahari.

Dalam astronomi, fenomena tersebut dinamakan konjungsi Bulan–Matahari, yang terjadi saat kedua benda langit menempati satu garis bujur ekliptika yang sama. Sehingga hanya berselisih dalam kedudukan lintang ekliptika.

Konjungsi Bulan-Matahari kadangkala terlihat kasatmata sebagai Gerhana Matahari, manakala kedua benda langit juga menempati garis lintang ekliptika yang sama. Peristiwa ini tergolong jarang, hanya 2 hingga 3 kali dalam setahun Hijriah.

Marufin memaparkan bahwa periode sinodis Bulan bervariasi di antara 29 hari 8 jam hingga 29 hari 16 jam. Meskipun jika dirata-ratakan dalam jangka panjang, misalnya dalam 100 tahun, akan ditemukan nilai 29 hari 12 jam 44 menit.

Baca juga: Apa Itu Konjungsi Bulan?

 

"Atau singkatnya 29,5 hari. Angka inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi hari-hari dalam bulan kalender Hijriah, yakni 29 atau 30 hari," imbuh Marufin.

Hilal adalah penunjuk awal bulan dalam kalender Hijriah, yang ditentukan oleh munculnya Bulan sabit tipis yang tampak di langit barat setelah matahari terbenam.

Bulan sabit disebut sebagai hilal, bergantung pada beragam parameter, salah satunya Lag Bulan atau selisih waktu antara saat terbenamnya matahari terhadap saar Bulan terbenam.

Marufin menjelaskan berdasarkan data empirik produk observasi berkelanjutan di Indonesia pada dekade 2000-an, Bulan berada dalam fase hilal saat terbenam lebih akhir dibanding Matahari. Memiliki Lag positif dengan rentang nilai antara 21 hingga 40 menit.

Baca juga: Jadwal Penampakan Gerhana 2021 dari Gerhana Bulan Total hingga Gerhana Matahari Cincin

Petugas dari Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sumatera Selatan memantau hilal di gedung lantai 7 Universitas Islam Negeri (UIN) Palembang, Senin (12/4/2021). Dari pantauan tersebut, petugas tak dapat terlihat lantaran tertutup awan, sehingga keputusan di mulainya Ramadhan 1442 Hijriah akan dilakukan oleh Kementerian Agama.KOMPAS.com / Aji YK Putra Petugas dari Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sumatera Selatan memantau hilal di gedung lantai 7 Universitas Islam Negeri (UIN) Palembang, Senin (12/4/2021). Dari pantauan tersebut, petugas tak dapat terlihat lantaran tertutup awan, sehingga keputusan di mulainya Ramadhan 1442 Hijriah akan dilakukan oleh Kementerian Agama.

Konsekuensinya bahwa Bulan memiliki jarak sudut atau elongasi yang kecil terhadap Matahari, sehingga ketinggian yang rendah di atas kaki langit barat saat Matahari terbenam.

"Terlihat tidaknya hilal menjadi penentu apakah bulan kalender Hijriah yang baru sudah termasuk atau belum," kata Marufin.

Satu hari dalam kalender Hijriah adalah selang waktu antara maghrib, terbenamnya Matahari, hingga maghrib berikutnya yang berurutan, sehingga terlihatnya hilal kala maghrib menjadi menentukan.

Sekaligus menempatkan kalender Hijriah sebagai kalender observasi seperti halnya kalender Masehi.

Kalender tertua dalam peradaban manusia

Marufin mengatakan bahwa kalender berbasis siklus fase Bulan adalah kalender tertua dalam peradaban manusia.

Baca juga: Bisa Dihitung Secara Astronomis, Kapan Awal Ramadhan 2019?

 

"Seluruh peradaban mengenali sistem penanggalan ini, meski mereka tak saling berkomunikasi satu dengan yang lain," ungkap Marufin.

Namun, dibandingkan dengan sistem penanggalan berbasis fase Bulan lainnya, kalender Hijriah mengambil bentuk kalender lunar.

Maka dalam setahun, dalam kalender Hijriah, terdiri atas 12 bulan dan tidak mempertimbangkan kedudukan Matahari, yang berimbas pada perubahan musim.

Beberapa kalender Bulan masih mempertimbangkan kedudukan Matahari atau disebut lunisolar. Dalam setahun lunisolar bisa terdiri atas 12 bulan kalender (tahun biasa) dan bisa juga memiliki 13 kalender (tahun kabisat).

"Sehingga setahun Hijriah akan sepanjang 354 hari, pada tahun biasa, atau 355 hari dalam tahun kabisat," imbuh Marufin.

Baca juga: 5 Peristiwa Astronomi Sepanjang 2020, dari Misi Solar Orbiter sampai Lubang Hitam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com