KOMPAS.com - Setelah varian B.1.1.7 menghebohkan masyarakat Indonesia. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih meminta masyarakat untuk mewaspadai adanya mutasi virus corona yang ditemukan di Inggris, yaitu N439K.
"Belum lama ini pemerintah mengumumkan varian B.1.1.7. Dan di dunia telah terdapat varian baru lagi yang berkembang ditemukan di lnggris yakni N439K," kata Daeng dalam keterangan tertulis, Rabu (10/3/2021).
Varian apa itu, apakah lebih berbahaya?
Baca juga: Varian Virus Corona B.1.1.7 Inggris Lebih Mematikan, Studi Ini Jelaskan
Berikut enam fakta menarik mengenai varian baru virus corona N439K.
1. Pertama muncul di Skotlandia
Diketahui, mutasi N439K pertama kali terdeteksi di Skotlandia pada Maret 2020. Sejak saat itu, garis keturunan kedua (B.1.258) telah muncul secara independen di negara-negara Eropa lainnya.
Di mana pada Januari 2021, terdeteksi di lebih dari 30 negara di seluruh dunia.
2. Lebih "pintar" dari virus corona sebelumnya
Daeng mengatakan, varian virus corona N439K sudah ditemukan di 30 negara dan lebih "pintar" dari virus corona yang ada sebelumnya.
"Varian N439K ini yang sudah lebih di 30 negara ternyata lebih smart dari varian sebelumnya karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat, dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi," ujarnya.
Hal ini sebelumnya juga disampaikan oleh sebuah tim peneliti internasonal yang dipublikasikan di jurnal Cell, seperti dilansir dari laman EurekAlert.org, Kamis (28/1/2021).
Para peneliti menemukan bahwa virus yang membawa mtasi ini mirip dengan virus tipe liar dalam hal virulensi dan kemampuannya untuk menyebar, tetapi dapat mengikat reseptor enzim 2 (ACE2) pengubah angiotensi manusia dengan lebih kuat.
3. Mutasi paling umum kedua di dunia
Para peneliti menyebutkan, di antara banyaknya mutasi yang saat ini menjadi sorotan para ahli, mutasi N439K adalah yang paling umum kedua dalam domain pengikat respetor (RBD).
"Temuan penting dari makalan (penelitian) ini adalah variabilitas yang ditemukan dalam motif pengikatan reseptor imunodominan (RBM) pada protein lonjakan," kata penulis senior Gyorgy Snell, Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology.