Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vaksin Johnson & Johnson Sekali Suntik, Apa Bedanya dengan Vaksin 2 Kali Suntikan?

Kompas.com - 01/03/2021, 18:03 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Editor

Sumber ABC

KOMPAS.com- Sebagian besar kandidat vaksin Covid-19 yang mulai dipergunakan di dunia menganjurkan penggunaan dua dosis atau dua kali suntikan, berbeda dengan vaksin Johnson & Johnson yang hanya cukup sekali suntik.

Vaksin Covid-19 produksi Johnson & Johnson telah mengantongi izin penggunaan di Amerika Serikat untuk menangani penularan virus corona di negara tersebut.

Namun, berbeda dengan dua vaksin virus corona sebelumnya yang telah dipergunakan di AS, yakni vaksin Pfizer dan Moderna yang menyarankan penggunaan dua dosis.

Vaksin Johnson & Johnson hanya membutuhkan satu kali suntikan untuk memberikan perlindungan dari infeksi Covid-19 yang kini di AS telah menginfeksi hampir 30 juta penduduk.

Pemberian dua dosis vaksin Covid-19 ini tak hanya dianjurkan Pfizer dan Moderna. Beberapa vaksin seperti Sinovac dari China yang digunakan di Indonesia juga digunakan dalam dua suntikan.

Baca juga: Sekali Suntik, Vaksin Johnson & Johnson Efektif Kurangi Risiko Covid-19

 

Serta vaksin Novovax, vaksin Oxford-AstraZeneca, Sputnik dari Rusia hingga Sinopharm juga menggunakan dua dosis penyuntikan.

Jadi, apa bedanya vaksin Johnson & Johnson dengan vaksin satu suntikan lainnya?

Tak hanya vaksin Johnson & Johnson yang menggunakan satu kali suntik saja. Vaksin virus corona yang dikembangkan CanSino Biologics China juga hanya memerlukan satu dosis suntikan saja.

Dilansir dari ABC, Senin (1/3/2021), vaksin buatan perusahaan Amerika Serikat, Johnson & Johnson menunjukkan hasil yang lebih efektif dibandingkan vaksin satu dosis yang dibuat oleh China.

Baca juga: FDA Resmi Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson Dosis Tunggal

 

FDA AS mengatakan bahwa satu suntikan vaksin Johnson & Johnson memberikan perlindungan kuat terhadap penyakit serius, serta potensi perawatan di rumah sakit serta risiko kematian akibat Covid-19.

Dalam uji klinis vaksin tersebut yang dilakukan besar-besaran di tiga benua, satu dosis vaksin ini diketahui 85 persen melindungi dari Covid-19 parah.

Bahkan, vaksin ini juga masih memberikan perlindungan kuat di negara dengan varian baru virus corona seperti Afrika Selatan, yang mana strain baru tersebut telah menyebabkan penyebaran Covid-19 yang sangat cepat.

Sementara itu, vaksin Covid-19 dosis satu kali dari China, yang dikembangkan CanSino Biologics menunjukkan hasil lebih rendah dengan tingkat kemanjuran atau efikasi 68,83 persen.

Kendati efikasi jauh lebih rendah dari vaksin Johnson & Johnson, vaksin CanSino disebut telah dapat mencegah penyakit yang ditimbulkan Covid-19 setelah diberikan dalam masa dua minggu, turun ke angka 65,28 persen dalam empat minggu setelah vaksinasi dilakukan.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson Efektif 66 Persen Hanya dengan Sekali Penyuntikan

Ilustrasi vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan Moderna berbasis teknologi genetik yang disebut mRNA (messenger RNA). SHUTTERSTOCK/Nixx Photography Ilustrasi vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan Moderna berbasis teknologi genetik yang disebut mRNA (messenger RNA).

Kendati demikian, data dari uji coba yang dilakukan di Pakistan dan tempat lain, menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mencegah infeksi terhadap penyakit serius.

Perbandingan dengan vaksin dua dosis

Data saat ini menunjukkan bahwa dua dosis vaksin virus corona yang diberikan lebih efektif mencegah gejala yang tidak terlalu serius dari infeksi Covid-19.

Namun demikian, uji coba yang dilakukan Johnson & Johnson dapat memberikan petunjuk lebih baik mengenai situasi saat ini.

Di Amerika Serikat, vaksin Pfizer dan Moderna yang diberikan dengan dua dosis menunjukkan efikasi yang tinggi mencapai 95 persen perlindungan terhadap Covid-19.

Baca juga: Efektivitas Vaksin Covid-19 66 Persen, Johnson & Johnson Ajukan Izin Penggunaan Darurat

 

Sementara tingkat kemanjuran satu dosis vaksin Johnson & Johnson adalah 85 persen terhadap penyakit serius dan turun menjadi 66 persen untuk keseluruhan, apabila data untuk penyakit yang lebih ringan juga dihitung.

Kendati demikian, cukup sulit untuk membandingkan data statistik ini begitu saja, sebab adanya perbedaan tempat dan kapan setiap perusahaan vaksin ini melakukan uji coba.

Studi uji coba klinis vaksin virus corona yang dilakukan Johnson & Johnson dilakukan saat dunia mulai menghadapi varian baru virus SARS-CoV-2 di Inggris dan Afrika Selatan.

Sementara penelitian yang dilakukan Pfizer dan Moderna telah rampung sebelum varian baru virus corona Inggris dan Afrika Selatan mulai menyebar luas.

Baca juga: Studi Inggris pada Vaksin Pfizer, 1 Dosis Kurangi Risiko Infeksi Corona 75 Persen

Ilustrasi vaksin Oxford-AstraZeneca yang dinamai AZD1222. Vaksin Covid-19 yang dikembangkan Oxford University dan AstraZeneca untuk melawan infeksi virus corona.SHUTTERSTOCK/rafapress Ilustrasi vaksin Oxford-AstraZeneca yang dinamai AZD1222. Vaksin Covid-19 yang dikembangkan Oxford University dan AstraZeneca untuk melawan infeksi virus corona.

Vaksin satu dosis lebih mudah disimpan

Jika vaksin Pfizer dan Moderna menghadapi masalah penyimpanan dan distribusi, namun tidak dengan vaksin Johnson & Johnson.

Seperti diketahui, vaksin Pfizer yang dikembangkan bersama mitranya asal Jerman, BioNTech, mengembangkan vaksin jenis baru berbasis messenger RNA (mRNA).

Hal yang sama juga dilakukan Moderna untuk jenis vaksin virus corona berbasis mRNA guna memberikan perlindungan dari infeksi parah Covid-19.

Namun, kedua vaksin mRNA tersebut harus disimpan dalam penyimpanan yang sangat dingin bersuhu minus 70 hingga minus 20 derajat Celcius, sehingga memerlukan alat khusus untuk mendistribusikannya.

Sementara vaksin corona Johnson & Johnson menawarkan penyimpanan yang jauh lebih mudah, yakni dapat disimpan pada suhu yang lebih hangat berkisar antara 2-8 derajat Celcius.

Baca juga: Pfizer Janjikan Vaksin Covid-19 mRNA Bisa Disimpan pada Suhu Tinggi

 

Vaksin Sputnik V dari Rusia dan vaksin Oxford-AstraZeneca juga menawarkan kemudahan penyimpanan yang sama, yakni di suhu yang lebih hangat, sehingga vaksin-vaksin ini lebih unggul dalam kemudahan untuk didistribusikan ke berbagai tempat.

Di Amerika Serikat, Johnson & Johnson mengatakan dapat mendistribusikan 20 juta dosis vaksin di akhir bulan Maret dan sekitar 100 juta dosis vaksin corona di akhir tahun 2021.

Penggunaan vaksin Johnson & Johnson saat ini baru disetujui di Amerika Serikat, dan belum masuk dalam daftar penggunaan di Australia maupun negara lain.

Kendati beberapa vaksin virus corona menunjukkan efikasi yang rendah, bahkan terdapat perbedaan dosis, seperti vaksin Johnson & Johnson yang hanya memerlukan satu suntikan saja, namun semua vaksin corona yang ada pada dasarnya dapat memberi perlindungan dari penyakit.

"Saya kira pertanyaan utama yang ingin diketahui orang adalah apakah vaksin ini akan mencegah saya terkena penyakit? Berita bagusnya adalah untuk semua pertanyaan ini jawabannya adalah ya," kata Dr Francis Collins, Direktur Institut Kesehatan di Amerika Serikat.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson Mulai Uji Klinis Fase 3

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com