Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/02/2021, 18:07 WIB
Monika Novena,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak jenis invertebrata, reptil, amfibi, ikan, dan burung yang akan berpendar jika terkena sinar ultraviolet.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, kemampuan yang dikenal sebagai biofluoresensi itu juga ditemukan pada mamalia yang aktif pada senja atau malam hari seperti tupai terbang, oposum, dan platipus.

Kini, para peneliti kembali menemukan satu lagi hewan yang memiliki kemampuan tersebut.

Seperti dilansir dari Live Science, Rabu (24/2/2021); para peneliti mendeteksi biofluoresensi pada springhare, hewan pengerat yang aktif pada malam hari dan menyerupai kanguru.

Baca juga: Peneliti Temukan Bukti Awal Perilaku Sosial pada Mamalia

Untuk diketahui, hewan dengan biofluoresensi merupakan hewan dengan bulu atau kulit yang menyerap dan memancarkan kembali cahaya dengan panjang gelombang pendek serta mengubah warnanya.

Namun pada Springhare, para peneliti menemukan sesuatu yang unik. Saat tubuh cokelatnya terkena sinar ultarviolet, bulu Springhare akan menampilkan warna merah jambu dan oranye layaknya lampu disko.

Tak hanya itu saja, biofluoresensi pada hewan yang masuk genus Pedetidae ini juga membentuk pola yang berbeda dengan mamalia lain yang memiliki kemampuan serupa.

Menurut para peneliti, punggung Springhare mengeluarkan pola garis-garis dan bintik-bintik. Pola tersebut terlihat pada jantan dan betina di bagian dan dengan intensitas yang sama.

Ditemukan secara tak sengaja

Kemampuan biofluoresensi pada hewan yang hidup di Afrika bagian selatan dan beberapa wilayah Kenya dan Tanzania ini ditemukan secara tak sengaja oleh para peneliti.

Baca juga: Kena Cahaya Bulan, Tubuh Tokek Gurun Ini Jadi Hijau Neon

Awalnya, para peneliti mencari tanda-tanda fluoresensi pada tupai terbang dan mamalia lain dalam koleksi Field Museum di Chicago. Namun ternyata spesimen-spesimen tersebut tak memiliki kemampuan itu.

Peneliti lantas tak sengaja mengarahkan cahaya ke laci berisi Springhare dan menemukan spesimen itu memancarkan cahaya.

"Kami melihat fluoresensi merah muda dan oranye di laci. Itu adalah momen yang menyenangkan dan mungkin untuk pertama kalinya," ungkap Erik R Olson, penulis utama studi yang juga profesor di Northland College di Ashland, Wisconsin.

Secara total, para peneliti memeriksa 14 spesimen di museum dan juga 6 springhare di penangkaran.

Mereka pun menemukan bahwa cahaya pada Springhare dihasilkan oleh senyawa organik yang disebut porphyrins.

Baca juga: Serba Serbi Hewan: Kenapa Ngengat Tertarik pada Cahaya Lampu?

Masih banyak misteri

Meski begitu, para peneliti belum mengetahui mengapa Springhare berevolusi untuk memiliki kemampuan seperti itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com