Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Hamil dan Anak Indonesia Alami Anemia karena Kekurangan Zat Besi

Kompas.com - 18/12/2020, 18:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Sampai saat ini, Indonesia masih terperangkap dengan berbagai masalah gizi, termasuk anemia karena defisiensi zat besi.

Anemia adalah kondisi ketika darah tidak memiliki sel darah merah sehat yang cukup. Hal ini menyebabkan aliran oksigen berkurang ke oragan tubuh.

Menurut pakar gizi dr Ratna Nurul Mutu Manikam, M. Gizi, SpGK, sekitar 50-60 persen penduduk Indonesia masih mengalami anemia karena defisiensi zat besi.

Masalah kekurangan zat besi penting menjadi sorotan bersama.

Sebab seperti kita tahu, di tahun 2045 Indonesia memiliki cita-cita bahwa semua penduduk usia produktif menjadi generasi emas, yakni generasi pintar, cerdas, responsif, dan tentunya sehat.

Baca juga: Zat Besi Sangat Penting untuk Bayi, Berapa Banyak yang Dibutuhkan?

"Jadi tentu saja, mulai dari sekarang kita harus cegah agar anemia ini tidak terlalu banyak jumlahnya," ucap dokter Nurul dalam webinar bertajuk Kekurangan Zat Besi dan Dampaknya Terhadap Kemajuan Anak Generasi Maju yang diadakan Danone SN, Kamis (17/12/2020).

Masalah anemia di Indonesia

Dijelaskan Nurul, masalah anemia karena kekurangan zat besi dialami oleh semua lapisan umur, termasuk ibu hamil dan anak-anak.

1. Anemia pada ibu hamil

Anemia banyak dialami oleh ibu hamil. Ironisnya, saat ibu hamil mengalami anemia maka bayi yang dilahirkan juga berisiko mengalami anemia.

Menurut riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2013, jumlah ibu hamil yang mengalami anemia adalah 37,1 persen.

Namun lima tahun kemudian atau pada 2018, jumlah ini meningkat menjadi 48,9 persen.

Ada beberapa alasan yang disebut Nurul dapat memicu penambahan jumlah anemia pada ibu hamil, termasuk edukasi yang kurang, penyakit, dan akses ke tenaga kesehatan.

"Ternyata setelah dilihat, ibu hamil yang mengalami anemia kebanyakan berusia 15-24 tahun, dengan (prevalensi) 84,6 persen," kata Nurul.

Ilustrasi ibu hamil anemiaSHUTTERSTOCK/Elnur Ilustrasi ibu hamil anemia

Dengan kata lain, ada lebih dari 50 persen ibu hamil yang mengalami anemia dan masih berusia muda.

Sementara secara global di seluruh dunia, prevalensi anemia pada kehamilan sebanyak 38 persen.

"Mungkin dia (ibu hamil) belum siap untuk mempersiapkan kehamilan atau edukasi kurang atau tingkat pemahamannya yang kurang akan pentingnya anemia," imbuh Nurul yang juga selaku Ketua Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

"Mungkin hanya berpikir hanya makan yang cukup, tanpa berpikir zat besi ini penting sekali untuk anak yang dilahirkannya."

2. Kondisi anemia pada anak

Pada periode 1.000 hari pertama kehidupan, masa kritis terjadinya anemia pada anak adalah usia enam bulan hingga 3 tahun.

Ini artinya saat si kecil mulai mengenal makanan pendamping ASI (MPASI).

"Kenapa demikian? Karena saat anak berusia enam bulan, kebutuhan zat besinya meningkat," kata Nurul.

Dia menjelaskan lebih lanjut, kebutuhan zat besi meningkat di usia enam bulan karena di masa itu mulai terbentuk saraf-saraf otak yang lebih banyak.

"Pembentukan saraf-saraf otak ini memerlukan zat besi sebagai komponen sel sarafnya," jelasnya.

Selain itu, anak-anak di usia 6 bulan hingga 3 tahun mengalami masa pertumbuhan si kecil yang sangat cepat.

Namun sayangnya, hal ini tidak dipenuhi dengan pemenuhan zat besi yang cukup. Salah satunya anak tidak suka mengonsumsi hewani.

Ilustrasi sel darah merah normal dan anemia atau kekurangan sel darah merah.SHUTTERSTOCK/solar22 Ilustrasi sel darah merah normal dan anemia atau kekurangan sel darah merah.

Nurul menceritakan, banyak ibu-ibu yang berkonsultasi dengannya mengeluhkan bahwa anak tidak suka mengonsumsi hewani, terutama yang kaya akan zat besi, karena rasanya yang kurang enak atau serat yang ada di dalamnya kurang nyaman untuk dikunyah.

Hal ini akan berdampak kebutuhan zat besi yang tidak terpenuhi.

Menurut data, 47 persen anak di dunia mengalami anemia. Dari total tersebut, 50 sampai 60 persennya mengalami anemia karena defisiensi zat besi.

Nurul menjelaskan defisiensi artinya kekurangan tersebut dapat dipenuhi dari bahan makanan sehari-hari. Bukan tidak mungki untuk diperbaiki.

Kondisi anemia di Indonesia

Data riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013 dan sistem penilaian kesehatan tahun 2018 menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia yang mengalami anemia cukup banyak.

"Kelompok usia anak yang paling banyak mengalami anemia adalah 12-14 bulan," kata Nurul.

Kemudian disusul usia 25-36 bulan, 37-48 tahun, dan 49-60 bulan.

"Nah ternyata antara laki-laki dan perempuan jumlahnya hampir berimbang. Memang dari riset ini nampaknya perempuan lebih banyak, tapi sebetulnya bagi laki-laki dan perempuan memiliki risiko anemia yang sama besarnya," papar Nurul.

Baca juga: Hati-hati Bahaya Kekurangan Zat Besi pada Anak, Lakukan Hal Ini

Anemia adalah masalah global, bukan hanya Indonesia yang menghadapi.

Akan tetapi perlu disadari, tantangan Indonesia dalam menghadapi masalah anemia jauh lebih besar.

Bisa dikatakan, 1 dari 3 anak Indonesia mengalami anemia karena defisiensi besi. Dan masalah ini pun juga dialami oleh ibu hamil yang dapat memengaruhi anak dalam kandungan.

Permasalahan ini jika tidak ditangani dan dicegah sejak sekarang, akan berpengaruh pada generasi di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com