Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Kemasygulan Ilmuwan Kita

Kompas.com - 12/12/2020, 12:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Suherman

MELALUI Peraturan Presiden No. 112 tahun 2020, Dewan Riset Nasional (DRN) dengan resmi dinyatakan bubar. Alasan pembubaran adalah untuk efisensi, padahal dana DRN hanya Rp 4 miliar.

Tidak ada reaksi apapun dari para ilmuwan dengan pembubaran ini. Apakah keberadaan DRN memang diangap tidak penting seperti anggapan pemerintah atau para ilmuwan atau peneliti sudah tidak peduli lagi ?

Kadang gregetan memperhatikan sikap para ilmuwan kita. Greget karena para ilmuwan tidak pandai berdiplomasi dan melobi berhadapan dengan para pengabil kebijakan. Padahal, di tangan merekalah kemajuan bangsa ditentukan. Semua negara maju adalah mereka yang ipteknya maju. Itu tidak bisa di tawar, sudah menjadi hukum besi kemajuan.

Anggapan bahwa orang pintar atau jenius cenderung introvert mungkin ada benarnya. Gaya komunikasinya terkesan kaku karena memakai bahasa eksposisi yang jelas, lugas, dan saklek. “Kalau tidak percaya ya sudah”, terkesan seperti itu. Harusnya seperti politisi bila berargumentasi, jangankan mempertahankan kebenaran, mempertahankan kekeliruan saja ngotot luar biasa.

Akhirnya para ilmuwan diabaikan dalam pengambilan kebijakan dan kurang dianggap penting dalam program pembangunan. Akibatnya tidak mendapatkan anggaran yang layak, hanya 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan anggaran yang minim seperti itu, jangan harap Indonesia menjadi negara maju. Slogan yang muluk seperti Indonesia emas, macan Asia, dan lain-lain hanyalah sekadar jualan dan bualan politik belaka.

Ada yang menuduh bahwa stagnasi bahkan kemunduran pembangunan iptek di Indonesia disebabkan oleh ilmuwan sendiri yang tidak produktif dan inovatif.

Misalnya banyak yang berkomentar bahwa kita masih mengimpor barang-barang yang “sepele” seperti gula yang dihaluskan (refined sugar) untuk industri makanan dan garam dapur pro analyses untuk pembuatan garam fisiologis bagi larutan infus di rumah sakit, dan lain-lain.

Sebenarnya bukan karena ilmuwan kita tidak bisa membuat barang-barang tersebut, akan tetapi ilmu dan teknologi produksinya tidak pernah dikembangkan secara tuntas karena tidak ada dukungan dari pemerintah.

Salah satu masalah fundamental negeri kita adalah kurangnya penghargaan terhadap orang-orang pintar.

Banyak yang pulang membawa gelar PhD dan lulus dengan prestasi gemilang; begitu datang di tanah langsung lunglai, semangat rontok, dan kinerja melorot karena harus berhadapan dengan masalah-masalah elementer ditambah oleh rintangan birokrasi yang sering menjengkelkan. Memasuki dunia riset seolah memasuki labirin persoalan seperti penghasilan kecil dan sarana riset tidak memadai,

Idealisme cepat padam dan semangat cepat mengendur begitu mulai bersentuhan dengan kebutuhan keluarga untuk hidup layak. Akhirnya terpaksa mencari sampingan kiri-kanan dan kebanyakan memasuki dunia kampus karena bayarannya agak lumayan. Akhirnya banyak para ilmuwan menjadi periset paruh waktu bahkan waktunya banyak tersita di luar.

Benar kata sejarah bahwa idealisme tanpa basis material yang kokoh akan mudah goyah.

Bandingkan dengan negara-negara lain, Thailand misalnya, menyambut kepulangan PhD yang ditugaskan oleh negera bagaikan menyambut tamu agung. Begitu datang langsung dihadiahi konrak riset dengan penghasilan memdai, cukup untuk tidak lirik kiri-kanan mencari tambahan. Pemerintah mereka tahu betul bahwa orang-orang pintar harus dipelihara dan dimanja supaya tidak kabur ke luar negeri (brain drain).

Yang terpenting dari membangun kemajuan berbasis iptek adalah politik teknologi yang konsisten dilaksanakan dari pemerintahan yang satu ke pemerintahan berikutnya. Contoh yang bagus dari politik teknologi adalah program pengiriman manusia ke bulan oleh Amerika yang dimulai pada tahun 1960 pada masa pemerintahan John F. Kennedy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com