Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemarau tapi Kok Sering Hujan? BMKG Ungkap 3 Faktor Penyebabnya

Kompas.com - 23/08/2020, 20:00 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Agustus 2020 disebut sebagai puncak musim kemarau untuk periode kali ini. Namun kenyataannya, kita masih kerap mendapat kabar curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia tinggi.

Hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah saat ini memang benar puncak kemarau atau masih musim hujan?

Menjawab pertanyaan masyarakat tersebut, Badan Meteorlogi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bagaimana kondisi cuaca yang sebenarnya terjadi saat ini.

Prakirawan senior BMKG, Dr Ida Pramuwardani ST MSi dalam akun resmi instagram @InfoBMKG mengingatkan, saat musim hujan bukan berarti tak ada hari dengan cuaca panas terik.

Baca juga: Musim Kemarau Indonesia, Ini Daftar Wilayah Tak Diguyur Hujan 2 Bulan

"Begitu juga pada musim kemarau, bukan berarti tidak ada hujan sama sekali yang terjadi," kata Ida.

Sebelumnya, BMKG mengatakan bahwa puncak musim kemarau pada periode tahun ini adalah Agustus.

Namun, ada sejumlah wilayah juga yang justru mengalami cuaca ekstrem seperti hujan berintensitas tinggi atau lebat.

Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan sejumlah wilayah diguyur hujan lebat Agustus ini, antara lain:

1. Anomali suhu muka laut

Faktor pertama penyebab curah hujan intersitas tinggi masih sering terjadi yaitu karena anomali suhu muka laut.

Ida mengatakan, anomali suhu muka laut ini adalah perbedaan suhu muka laut pada waktu pengamatan dengan kondisi normalnya. Kondisi ini terjadi terutama di wilayah berikut:

  • Perairan Barat Sumatera
  • Perairan Selatan Jawa
  • Laut Banda
  • Laut Maluku
  • Laut Halmahera
  • Laut Arafuru

Kondisi anomali suhu muka laut di wilayah tersebut, kata Ida, mampu memberikan suplai uap air terhadap pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.

2. Gelombang atmosfer

Ida menyebutkan, beberapa kali teramati aktifnya gelombang atmosfer atau gelombang ekuator di atas wilayah Indonesia.

Di antaranya seperti gelombang Rossby ekuator, gelombang calvin dan gelombang Tipelow, yang akhirnya berkontribusi pada peningkatan aktivitas pembentukan awan di Indonesia.

Baca juga: BMKG Jelaskan, Banjir Bandang Luwu Utara Tidak Berkaitan dengan Gempa

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com