Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petir Tewaskan 147 Orang di India, Bisakah Terjadi di Indonesia?

Kompas.com - 08/07/2020, 18:35 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tercatat 147 orang di Bihar, India tewas akibat sambaran atau serangan petir dalam 10 hari.

Disampaikan oleh Ahli Agrometeorologi Bihar, Abdur Sattar, perubahan iklim berupa ketidakstabilan skala besar di atmosfer menyebabkan petir dan guntur sering terjadi di Bihar.

Ketidakstabilan itu dipicu oleh kenaikan suhu dan kelembapan berlebihan yang terjadi, seperti dilansir dari Science Alert, Senin (6/7/2020).

Peneliti petir sekaligus Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dr Dipl Ing Ir Reynaldo Zoro mengatakan bahwa dalam proses sirkulasi pertukaran butir air (aerosol) di udara, terjadi tabrakan antara patikel yang naik dan turun.

Maka, terjadi pula pemisahan muatan listrik; di mana yang di atas bermuatan listrik positif dan yang di dasar awan memiliki muatan listrik negatif.

Baca juga: Serangan Petir di India Tewaskan 147 Orang, Begini Analisa BMKG

"Kalau muatan yang di awan bagian bawah udara banyak, loncat deh ke tanah. Jadilah petir. Jadi udara panas dan lembap itu (adalah) vokal bakal awan petir," kata Zoro kepada Kompas.com, Selasa (7/7/2020).

Selain itu, ternyata fenomena banyak petir terjadi itu juga bisa disebabkan oleh kondisi pembalikan arah angin yang disebut moonsun.

Untuk diketahui, angin moonsun berbalik arah setiap enam bulan, yaitu saat terjadinya peralihan musim.

Arah angin dari daratan Asia di utara ke Australia di selatan akan membawa hujan. Namun, untuk arah sebaliknya akan membawa panas.

"Nah pada waktu angin mau balik itu kan nggak langsung. Jadi, angin tuh nggak jelas, hujan, panas, ini yang disebut pancaroba, banyak penyakit katanya. Nah, di musim pancaroba inilah musim petir," ujar dia.

Baca juga: Petir Bunuh 147 Orang India, Bagaimana Udara Panas dan Lembap Memicunya?

Bisakah terjadi di Indonesia?

Sejumlah wilayah di Indonesia saat ini sudah memasuki musim kemarau, dan sebagian lagi masih di musim hujan serta peralihan musim (pancaroba).

Zoro menegaskan, kemungkinan untuk terjadinya fenomena banyak petir juga berlaku di Indonesia.

Sebab, updraft atau panas Matahari yang menyinari tanah menyebabkan temperatur naik dan ringan, sehingga udara bergerak ke atas. Gerak udara yang naik ini juga akan membawa lembap dan aerosol.

Lantas, pada ketinggian tertentu, udara bertemu dengan temperatur antara 0 sampai 20 derajat celcius.

"Updraft dapat terjadi karena kontur tanah. Seperti di Bogor, angin dari laut bertiup ke daratan yang tinggi, gunung dan bukit. Udara naik dan awan petir terbentuk. Makanya, di daerah ketinggian banyak petir," jelasnya.

Baca juga: Dalam 10 Hari di India, 147 Orang Meninggal Dunia Akibat Serangan Petir

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com