KOMPAS.com - Solar Orbiter milik Badan Antariksa Eropa (ESA), dilaporkan berhasil melewati jarak terdekat dengan Matahari.
Wahana antariksa Solar Orbiter yang dikirim ESA berhasil membuat jarak terdekat dengan Matahari yakni lebih dari 77 juta km pada Senin (15/6/2020).
Seperti melansir dari situs resmi ESA, Selasa (16/6/2020) ini adalah pendekatan pertama kalinya yang dilakukan Solar Orbiter, dengan jarak yang sekitar setengah dari jarak antara Matahari dan Bumi.
Dalam pekan setelah perihelion pertama ini, yaitu titik orbit terdekat dengan Matahari, para ilmuwan akan menguji 10 instrumen sains pesawat ruang angkasa. Termasuk enam teleskop yang akan memperoleh gambar close-up Matahari secara bersamaan untuk pertama kalinya.
Baca juga: Solar Orbiter Resmi Diluncurkan, Misteri Matahari Segera Terpecahkan
Menurut ESA Solar Orbiter Project Scientist Daniel Muller, gambar yang rencananya akan dirilis pada pertengahan Juli ini, akan menjadi gambar terdekat dari Matahari yang pernah ditangkap.
"Kami tidak pernah mengambil foto Matahari dari jarak yang lebih dekat dari ini," kata Daniel.
Daniel menambahkan ada resolusi gambar close-up yang lebih tinggi yang diambil teleskop surya Daniel K Inouye di Hawaii pada awal tahun 2020.
Today is THE DAY! The day of Solar Orbiter's first perihelion. We are about 77 million km from the Sun's surface, half the distance between Earth and the Sun. No one has ever been closer with a camera to the beast. Read more: https://t.co/3MG3VUovZ7 pic.twitter.com/jG8uSAw2w2
— ESA's Solar Orbiter (@ESASolarOrbiter) June 15, 2020
Akan tetapi, gambar tersebut diambil dari Bumi yang mana atmosfer antara teleskop dan Matahari, membuat Anda hanya bisa melihat sebagian kecil dari spektrum matahari.
Parker Solar Probe milik Badan Antariksa Amerika (NASA), telah lebih dulu diluncurkan pada 2018 lalu untuk mendekati Matahari.
Baca juga: Pecahkan Rekor, Satelit NASA Ini Nyaris Menyentuh Matahari
Namun, bagaimana pun juga pesawat ruang angkasa tidak dibekali teleskop yang mampu melihat langsung ke Matahari.
"Teleskop pencitraan ultraviolet kami memiliki resolusi spasial yang sama dengan teleskop Solar Dynamic Observatory (SDO) NASA," kata Daniel.
Teleskop SDO NASA ini mampu mengambil gambar Matahari beresolusi tinggi dari orbit yang dekat dengan Bumi.
"Karena saat ini kami berada di setengah jarak ke Matahari, gambar yang dimiliki memiliki resolusi SDO dua kali selama perihelion ini," jelas Daniel.
Tujuan utama dari pengamatan awal ini adalah untuk membuktikan teleskop Solar Orbiter siap untuk pengamatan ilmiah di masa depan.
"Untuk pertama kalinya, kita akan dapat mengumpulkan gambar-gambar dari semua teleskop dan melihat bagaimana mereka mengambil data pelengkap dari berbagai bagian Matahari termasuk permukaan, atmosfer luar, atau korona, dan heliosfer yang lebih luas di sekitarnya," ungkap Daniel.
Solar Orbiter, seperti dilansir dari BBC, Selasa (16/6/2020), diluncurkan pada bulan Februari dan memiliki misi untuk memahami apa yang mendorong perilaku dinamis bintang dari Tata Surya kita.
Baca juga: NASA: Fenomena Solar Minimum Matahari, Mungkin Berbahaya bagi Astronot
Di tahun-tahun mendatang, Solar Orbiter diprediksi akan semakin dekat dengan Matahari, yakni ditargetkan mendekati 43 juta km dari bintang ini.
Sejauh ini, ada lima wahana antariksa yang mendekati Matahari untuk melakukan misi penyelidikan dan pengamatan pada bintang terbesar di Tata Surya ini.
Kelimanya yakni Mariner 10, Helios 1 dan 2, Messenger dan Parker Solar Probe milik Badan Antariksa Amerika (NASA).
Untuk diketahui, jarak rata-rata Bumi mengorbit Matahari adalah 149 juta km.
Solar Orbiter adalah pesawat ruang angkasa ESA yang dirakit di Inggris oleh perusahaan aerospace Airbus.
Baca juga: Fenomena Solar Minimum, Selamat Datang Siklus Matahari 25
Sejak diluncurkan, Solar Orbiter telah menghabiskan empat bulan menjalani fase checkout.
Ada 10 instrumen ilmiah yang disematkan pada Solar Orbiter untuk memberikan data-data selama mengorbit dan mendekati Matahari.
Di ujung belakang pesawat ini disematkan MAG, yang dapat merasakan medan magnet yang terkandung dalam angin yang dihembuskan Matahari.
Yakni, aliran partikel bermuatan magnet yang menjauh dari Matahari.
Instrumen ini akan menangkap gangguan yang dihasilkan dari ledakan besar pada bintang yang disebut dengan ejections massa koronal.
"Kami menghidupkan, pada 24 Februari, kami sudal memiliki lebih dari 2 miliar vektor magner di lapangan. Kami memiliki tim sains yang sibuk mengerjakan data," kata Prof Tim Horbury, penyelidik utama MAG di Imperial College London.
Salah satu alasan instrumen kelompok Inggris diaktifkan sangat awal adalah agar dapat mulai mengkarakterisasi medan magnet pengganggu yang dihasilkan dari elektronik di seluruh pesawat ruang angkasa.
Baca juga: Benang Plasma di Atmosfer Matahari Tertangkap Teleskop Ini
Meski sinyal yang dihasilkan relatif kecil, tetapi itu perlu diminimalisir dari pengukuran Matahari untuk menyempurnakan data dengan benar.
"Kami sekarang hanyalah salah satu dari konstelasi pesawat ruang angkasa yang terbang mengelilingi Matahari," kata Prof Horbury.
Sebelumnya, Parker Solar Probe milik NASA lebih dulu mendekati Matahari. Amerika Serikat saat ini sedang dalam proses untuk lebih mendekat ke Matahari.
Pada 7 Juni lalu, Parker Solar Probe NASA berhasil lebih dekat dengan Matahari dengan jarak 19 juta km dari bintang ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.