Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bangkai Kapal Batavia di Australia Ungkap Hubungan Iklim dan Pertumbuhan Pohon di Masa Lalu

KOMPAS.com - Bangkai kapal Batavia yang karam di lepas pantai Australia Barat mengungkapkan informasi baru. Terutama tentang hubungan iklim dan pertumbuhan pohon yang dapat merekonstruksi iklim masa lalu.

Kapal induk perusahaan dagang 'Dutch East India', adalah kapal Batavia yang dibuat di Amsterdam, tetapi menabrak karang di lepas pantai Australia Barat dan karam dalam pelayaran perdananya tahun 1629 silam.

Seperti dikutip dari ABC Indonesia, Senin (22/11/2021), pada tahun 1970-an, kapal Batavia ini diangkat dari dasar laut dan sekarang menempati ruang di Western Australia Maritime Museum di Fremantle, Australia Barat.

Kapal tersebut adalah satu-satunya kapal abad ke-17 yang masih tersisa dari Perusahaan Hindia Belanda.

Profesor Wendy van Duivenvoorde, peneliti utama dari Flinders University, mengatakan bahwa dengan mengangkat kapal Batavia dan melestarikannya, Museum Western Australia telah menciptakan rekor bersejarah internasional dalam studi cincin pohon.

Dengan mempelajari kayu-kayu yang digunakan pada kapal Batavia, para peneliti telah menentukan dari mana kayu yang digunakan kapal karam itu berasal.

Sebab, studi terhadap bangkai kapal Batavia yang karam itu, akan dapat menjelaskan hubungan antara iklim dan pertumbuhan pohon guna merekonstruksi iklim masa lalu.

"Kapal Batavia pada dasarnya memegang satu-satunya catatan yang kami miliki saat ini yang dapat memberi informasi tentang apa yang dilakukan Belanda dengan impor kayu mereka," kata Dr van Duivenvoorde.

Ia mengatakan bahwa para peneliti dapat mengambil lebih dari 100 sampel kayu dari lambung kapal Batavia.

"Ini benar-benar pohon ek yang bagus yang berusia 300 tahun." kata Dr van Duivenvoorde.

"Menurut saya cincin pohon tertua yang kami temukan di papan badan kapal berasal dari pohon yang mulai tumbuh pada tahun 1342, dan kerangkanya saya pikir dari tahun 1340 atau lebih," jelasnya.

Dr van Duivenvoorde mengungkapkan bahwa kapal seperti pada bangkai kapal Batavia yang karam di Australia Barat ini dibuat setidaknya menggunakan 700 pohon.

Ia menambahkan, pembuatan kapal utama tahun 1600-an sangat selektif dalam penggunaan kayu.

Dengan menggunakan kayu ek Baltik yang lebih disukai untuk pembuatan lambung kapal, yang mana bagian kapal ini berada di bawah permukaan air.

"Ini adalah kayu yang sangat bagus dan dapat melindungi kargo dengan sangat baik, serta membuat kapal bawah air yang sangat kuat," imbuh Dr van Duivenvoorde.

Sementara itu, Dr van Duivenvoorde menambahkan, "Di atas permukaan air, kami melihat bahwa sebagian besar kayu berasal dari Jerman, dan itu adalah jenis kayu yang berbeda, masih jenis pohon yang tumbuh dalam waktu lama, tetapi jenis kayu ek dengan kualitas berbeda,".

Peneliti juga menemukan jenis kayu lain yang digunakan dalam pembuatan kapal Batavia tersebut, yakni kayu Saxony dan Lubeck atau ek.

Selain memeriksa kayu pada kapal Batavia, penelitian terus berlanjut di kapal karam lain di lepas pantai WA, Naga Gilt, yang ditemukan pada tahun 1963.

Studi terhadap bangkai kapal Batavia ini, tak hanya menguak bagaimana hubungan iklim dan pertumbuhan pohon yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal di masa lalu.

Akan tetapi, studi bangkai kapal Batavia ini juga telah membantu membangun gambaran pembuatan kapal Belanda dan perdagangan kayu internasional pada tahun 1600-an.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/11/22/183100023/bangkai-kapal-batavia-di-australia-ungkap-hubungan-iklim-dan-pertumbuhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke