Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Efikasi Vaksin Sinovac di Indonesia Lebih Rendah dari Turki dan Brasil, Ini Penjelasannya

KOMPAS.com- Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) resmi mengeluarkan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin Sinovac, CoronaVac, Senin (11/1/2021).

Bardasarkan hasil analisis BPOM, vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh Sinovac Biotech Ltd bekerja sama dengan PT Bio Farma yang telah dilakukan uji klinik fase 3 di Bandung ini menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen.

Melansir keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), efikasi vaksin adalah kemampuan vaksin untuk memberikan manfaat bagi individu yang diberi imunisasi atau divaksinasi.

Adapun, manfaat yang dimaksudkan adalah manfaat untuk hidup sehat dan mensejahterakan masyarakat karena terlindungi dari penyakit-penyakit yang berbahaya.

Sementara itu, pada uji klinik fase 3 di Bandung data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik pada 14 hari setelah penyuntikan dengan hasil sero-positif atau kemampuan vaksin membentuk antibodi sebesar 99,74 persen dan pada tiga bulan setelah penyuntikan hasil sero-positif hasil sebesar 99,23 persen.

Kendati data imunogenisitas uji klinik fase 3 di Bandung terhadap vaksin Covid-19 dari Sinovac ini terbilang tinggi, tetapi ternyata efikasinya menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan uji klinik fase 3 di negara Turki dan Brasil.

Untuk diketahui, efikasi vaksin Sinovac berdasarkan laporan dari pengujian di negara Turki adalah sebesar 91,25 persen dan di Brazil adalah sebesar 78 persen.

Mengapa efikasi vaksin Covid-19 Sinovac di Indonesia lebih rendah dibandingkan Turki dan Brasil?

Menanggapi persoalan ini, Tim Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat yang sekaligus Epidemiolog, dr Jarir At Thobari PhD angkat bicara.

Menurut Jarir, ada banyak faktor yang sebenarnya memengaruhi rendahnya presentase efikasi vaksin Sinovac berdasarkan uji klinik fase 3 di Indonesia lebih rendah daripada kedua negara lainnya.

Di antaranya seperti faktor dari epidemiologi dari Covid-19 itu sendiri di Indonesia dan perilaku masyarakat, dan juga seberapa besar proses transmisi dari satu orang ke orang lain.

"Ada juga (faktor) karakteristik populasi atau subjek yang diikutsertakan dalam penelitian (uji klinik fase 3) ini. Jadi ini pengaruhnya sangat besar," kata Jarir dalam keterang pers Persetujuan Penggunaan Darurat (EUA) CoronaVac, Senin (11/1/2021).

Dijelaskan Jarir bahwa, dalam proses uji klinik fase 3 di negara Turki, hampir 20 persen partisipan imunisasi vaksin CoronaVac adalah tenaga kesehatan, dan 80 persen lainnya adalah orang dengan risiko tinggi.

"Sehingga ini bisa dengan angka penularan yang tinggi terutama pada penularan risiko tinggi ini bisa mengakibatkan angka kejadian atau efikasinya menjadi lebih tinggi juga," kata dia.

Sama halnya dengan uji klinik fase 3 vaksin CoronaVac di Brasil, di mana partisipan atau subjek ujinya adalah tenaga kesehatan seluruhnya.

Sedangkan, untuk subjek uji klinik fase 3 vaksin CoronaVac dari Sinovac di Bandung adalah populasi umum.

"Artinya justru membawa informasi yang baik bagi Indonesia, (jadi untuk) populasi umum perlindungnya segitu (65,3 persen)," jelasnya.

Meskipun, Indonesia tidak memiliki banyak subjek yang termasuk kategori berisiko tinggi seperti tenaga kesehatan, maka untuk tenaga kesehatan artinya kita bisa mengambil data studi dari negara Brasil dan Turki tersebut.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/11/200200423/efikasi-vaksin-sinovac-di-indonesia-lebih-rendah-dari-turki-dan-brasil-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke