Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tahun 2020 Rekor Suhu Terpanas Kedua bagi Arktik, Ini Dampaknya...

KOMPAS.com- Sepanjang tahun 2020, menjadi tahun terpanas bagi benua Arktik. Para ilmuwan lingkungan mengungkapkan Kutub Utara memanas dua kali lebih cepat dari wilayah lainnya di planet ini.

Setiap tahun selama 15 tahun terakhir, para ilmuwan ini mengeluarkan laporan tentang keadaan di Kutub Utara.

Laporan tahun ini yang dipublikasikan Selasa (8/12/2020), menyebutkan bahwa pemanasan suhu di kutub utara Bumi telah terjadi lebih cepat.

Kendati rekor suhu terpanas Kutub Utara di tahun 2020 belum mengalahkan rekor yang dicapai pada tahun 2012, namun kondisi saat ini tetap sama mengkhawatirkan.

Dilansir dari Phys, Rabu (9/12/2020), pola pencairan es di samudra Arktik di akhir musim panas tahun 2020 adalah yang terburuk kedua yang tercatat setelah tahun 2012.

Untuk diketahui, setiap musim panas es laut yang mengapung di samudra Arktik akan mencair dan membeku kembali saat musim dingin. Masalahnya, baik pencairan maupun pembekuan kembali es laut setiap tahunnya relatif sedikit.

Saat ini, ilmuwan telah memperoleh data yang dapat diandalkan berdasarkan citra satelit yang telah memotret dan mengukur laut Arktik tanpa henti sejak tahun 1979.

Berdasarkan data yang disajikan itu, tidak diragukan lagi bahwa pola pencairan es laut Arktik di kawasan itu mulai mengkhawatirkan. Dibandingkan dengan tingkat historis tertingginya, setengah es laut di Arktik sekarang menghilang.

Sejak tahun 2010, satelit generasi baru mampu mengukur ketebalan es, namun data yang dihasilkan saat ini tentang kondisi es di lautan Kutub Utara semakin suram. Lapisan esnya semakin tipis, lebih muda dan lebih rapuh.

Laporan yang disebut sebagai Arctic Report Card 2020 itu diterbitkan oleh National Oceanographic and Atmospheric Administration, dan telah memberikan banyak informasi yang menggambarkan kompleksitas sistem iklim Arktik.

Sementara, iklim di belahan dunia lainnya, telah memengaruhi apa yang kini sedang terjadi di Kutub Utara. Sedangkan kondisi di Kutub Selatan, relatif lebih terisolasi.

Es laut Arktik meleleh di atas dan bawah

Kompleksitas pencairan es laut Arktik terlihat dalam statistik dalam laporan tersebut. Pada salah satu halaman memuat laporan tentang lereng utara Alaska mengalami bulan Februari terdingin dalam 30 tahun dan juga lebih dingin dari biasanya di Svalbard, Norwegia.

Akan tetapi, Siberia telah membuat rekor suhu panas, dengan suhu 3-5 derajat Celcius di atas normal. Wilayah tersebut juga mengalami kebakaran hutan yang mengerikan pada musim semi.

Suhu udara di Arktik selama tahun 2019-2020 adalah 1,9 derajat Celcius, lebih tinggi dari rata-rata pada periode 1981-2010. Menjadikan tahun 2019-2020 sebagai tahun terpanas kedua dalam catatan iklim sejak tahun 1900.

Munculnya fenomena 'amplifikasi Arktik' telah menyebabkan wilayah ini terus memanas lebih cepat daripada bagian lain di Bumi ini.

Lautan Arktik juga memanas. Pada Agustus 2020, tercatat suhu di permukaan laut Arktik berada antara 1-3 derajat Celcius, lebih panas daripada rata-rata di tahun 1982-2010.

Dalam kondisi tersebut adalah peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan. Ketika es laut Arktik mencair dan mengekspos lautan, air menyerap lebih banyak suhu panas dari Matahari.

Dampak suhu panas di Arktik tersebut yakni semakin memperburuk pencairan es laut, meskipun kali ini pencairan terjadi dari bawah es laut.

"Salah satu hal yang penting untuk disadari tentang Arktik adalah sistemnya. Ini adalah sistem komponen yang saling berhubungan," kata Donald Perovich, profesor teknik di Dartmouth University dan rekan penulis es laut dalam laporan NOAA.

Es laut adalah indikator penting dan penguat pemanasan global. Pencairan yang tidak berkontribusi langsung pada kenaikan permukaan laut, sebab es ini sudah berada di dalam air. 

Kejutan akan kondisi pencairan es laut Arktik di Kutub Utara bagi peneliti Arktik adalah yang terjadi pada September 2007 lalu. Saat itu, pencairan es laut di musim panas mencapai rekor sangat ekstrem.

"Kami tidak pernah kembali ke level yang pernah kami lihat pada 2006 atau sebelumnya. Kita berada di rezim baru," kata Perovich.

Pemodelan yang dilakukan peneliti memperkirakan tidak akan ada lagi lautan es di musim panas di Kutub Utara mulai antara tahun 2040 dan 2060.

Kendati demikian, berdasarkan edisi pertama laporan ini pada tahun 2006 para peneliti masih belum yakin akan tren pemanasan Kutub Utara. Bahkan, mereka meragukan bahwa permafrost, lapisan tanah beku, di utara Alaska bisa mencair.

Namun, sekarang para ilmuwan dapat mengatakan bahwa diperkirakan pencairan permafrost secara progresif di Kutub Utara dapat mulai dalam 30-40 tahun.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/12/09/200300923/tahun-2020-rekor-suhu-terpanas-kedua-bagi-arktik-ini-dampaknya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke