Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenapa Pasien Covid-19 Menginfeksi Banyak Orang dan Ada yang Tidak?

KOMPAS.com - Virus corona bisa menular dengan sangat cepat. Bermula dari satu orang yang terinfeksi, kemudian menyebar ke orang-orang yang ada di sekitarnya.

Banyak contoh kasus yang menunjukkan bagaimana penyebaran virus corona bisa terjadi dengan sangat cepat dan meluas.

Sebagai contoh, 53 dari 61 anggota paduan suara tertular Covid-19 setelah berlatih menyanyi di sebuah gereja di Mount Vernon, Washington, AS, pada 10 Maret 2020.

Salah satu dari mereka mengalami gejala mirip flu selama tiga hari, yang kemudian akhirnya diketahui positif Covid-19.

Ke-53 anggota paduan suara itu dinyatakan positif virus corona SARS-CoV-2, dengan tiga orang dirawat di rumah sakit dan dua orang meninggal, menurut laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS pada 12 Mei 2020.

Hal yang dialami oleh kelompok paduan suara di Mount Vernon, Washington, AS, adalah satu dari sekian banyak peristiwa superspreading yang terjadi selama pandemi Covid-19.

Selain itu, kita tentu masih ingat dengan penularan Covid-19 pada pekerja migran di Singapura yang menyebabkan penambahan 800 kasus dalam sehari. Hingga kini, penularan Covid-19 di Singapura terus bertambah pesat.

Kemudian di Osaka, Jepang, sebuah tempat live music menyebabkan penambahan 80 kasus, serta kelas zumba di Korea Selatan menyebabkan 65 kasus.

Pembentukan klaster penyebaran Covid-19 juga terjadi di kapal, resor ski, restoran, rumah sakit, pabrik pengepakan daging, hingga penjara.

Kadang-kadang satu orang menginfeksi puluhan orang, dan yang terinfeksi kembali menyebarkan di banyak tempat lainnya.

Hingga Senin (25/5/2020) siang, tercatat lebih dari 5,5 juta kasus Covid-19 di dunia.

Dilansir Science Magazine, Selasa (17/5/2020), penyebaran Covid-19 mirip dengan dua kerabatnya, sindrom pernapasan akut (SARS), dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS). Ketiga penyakit yang disebabkan oleh virus corona ini menyebar lewat pertemuan-pertemuan kelompok.

Fakta ini merupakan temuan bagus karena menunjukkan pentingnya membatasi pertemuan kelompok yang memicu terjadinya superspreading.

"Jika kita bisa memprediksi keadaan apa yang memicu penyebaran makin luas, maka kita dapat segera membatasi kemampuan penyakit untuk menyebar," kata Jamie Lloyd-Smith dari University of California, Los Angeles, yang telah mempelajari penyebaran banyak patogen.

Sebagian besar diskusi terkait penyebaran SARS-CoV-2 berpusat pada pembahasan rata-rata jumlah infeksi baru yang disebabkan oleh setiap pasien.

Dalam ilmu epidemiologi, penularan itu diukur menggunakan sesuatu yang dikenal sebagai angka reproduksi. Tanpa pembatasan sosial, angka reproduksi Covid-19 diperkirakan berkisar tiga.

Namun, dalam kehidupan nyata, beberapa orang menginfeksi sejumlah orang, sedangkan yang lain tidak menyebarkan penyakit sama sekali.

Itulah sebabnya, selain reproduksi, para peneliti juga menggunakan nilai yang disebut faktor dispersi untuk menggambarkan berapa banyak klaster penyakit.

Semakin rendah tingkat dispersi, maka menunjukkan semakin banyak penularan yang berasal dari sejumlah kecil orang.

Dalam jurnal Nature yang terbit tahun 2005, Jamie Lloyd-Smith dan rekan peneliti lainnya dari Universitas California memperkirakan SARS memiliki tingkat dispersi 0,16. Ini menunjukkan superspreading memainkan peran utama dalam proses penyebaran virus.

Tingkat dispersi MERS diperkirakan 0,25. Sementara untuk Covid-19 masih bervariasi penghitungannya.

Pada Januari 2020, Julien Riou dan Christian Althaus dari Universitas Bern di Swiss melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa tingkat dispersi untuk Covid-19 agak lebih tinggi daripada SARS dan MERS.

"Saya kira ini (Covid-19) tidak seperti SARS atau MERS, di mana kita mengamati adanya klaster superspreading yang sangat besar. Meski demikian, (pada kasus Covid-19) kita tetap melihat ada banyak kelompok penularan yang disebabkan oleh sebagian kecil orang," kata Gabriel Leung, seorang modeler dari Universitas Hong Kong.

Kendati demikian, dalam penelitian terbaru yang dilakukan Adam Kucharski dari LSHTM memperkirakan tingkat dispersi Covid-19 sebesar 0,1. Artinya lebih rendah dari SARS dan MERS.

"Mungkin sekitar 10 persen kasus (Covid-19) mengarah ke 80 persen dari penyebaran," ungkap Kucharski.

Hal tersebut mungkin bisa sekaligus menjelaskan beberapa aspek yang membingungkan dari pandemi ini. Seperti mengapa virus tidak menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia usai pertama kali muncul di Wuhan, China yang diperkirakan dimulai pada 17 November 2019 lalu.

Juga terkait adanya beberapa kasus pasien positif Covid-19 di tempat lain yang ternyata terjadi lebih awal dari perkiraan, tapi tidak memicu wabah yang lebih luas.

Ini seperti yang terjadi di Perancis, di mana diketahui kasus pertama ternyata terjadi pada 27 Desember 2019, lebih awal dari perkiraan kasus pertama yang terjadi pada 24 Januari 2020.

Jadi jika tingkat dispersi Covid-19 benar-benar 0,1, itu artinya sebagian besar rantai infeksi mati dengan sendirinya.

Ibaratnya, jika wabah di China merupakan api besar yang membuat percikan api beterbangan ke seluruh dunia, maka sebagian besar percikan api itu telah hilang begitu saja.

Pemicu terjadi klaster penularan

Menurut Christophe Fraser dari Universitas Oxford, ada beberapa faktor yang menyebabkan jenis virus corona memiliki lebih banyak klaster penularan ketimbang patogen lainnya. Salah satu faktornya adalah cara penularan.

Pada SARS-CoV-2, penularan virus sebagian besar melalui droplet atau tetesan liur ketika orang yang terinfeksi batuk, berteriak, atau berbicara.

Virus ini juga bisa menyebar melalui aerosol yang lebih halus, bergantung pada jenis udaranya. Jadi memungkinkan satu orang menginfeksi banyak orang.

"Sebagian besar klaster dengan tingkat penularan tinggi tampaknya melibatkan transmisi aerosol,” kata Fraser, yang juga pernah mempelajari superspreading dalam Ebola dan HIV.

Selain itu, karakteristik dari masing-masing orang yang terinfeksi juga memengaruhi penularan. Sebab, beberapa orang terinfeksi ternyata bisa mengeluarkan lebih banyak virus dan jangka waktu penularannya juga lebih lama.

Hal ini mungkin karena perbedaan dalam sistem kekebalan atau distribusi reseptor virus dalam tubuh orang yang terinfeksi.

Sebuah studi pada tahun 2019 menunjukkan, beberapa orang ternyata menghirup partikel lebih banyak daripada yang lain ketika mereka berbicara.

Perilaku juga memainkan peran, seperti memiliki banyak kontak sosial atau tidak mencuci tangan membuat seseorang lebih mungkin menularkan virus.

Faktor lainnya adalah risiko penularan di ruangan tertutup.

Sebuah penelitian di Jepang menemukan bahwa risiko infeksi di dalam ruangan hampir 19 kali lebih tinggi daripada di luar ruangan. Ini juga yang membuat Jepang menasihati warganya untuk menghindari ruang tertutup dan kerumunan.

Contoh tempat yang rentan penularan Covid-19 adalah pabrik pengepakan daging, di mana banyak pekerja yang saling berdekatan dan suhunya yang dingin.

Kondisi lainnya menunjukkan, penularan sangat berpotensi terjadi di tempat-tempat dengan orang banyak yang berteriak atau bernyanyi, seperti yang terjadi pada klaster paduan suara AS.

Aktivitas seperti kelas zumba juga lebih berisiko dari pada kelas pilates. Ini yang terjadi di Korsel di mana kelas zumba menjadi klaster penularan.

"Mungkin bernapas dengan tenang dan pelan tidak jadi risiko, melainkan pada kegiatan yang menghasilkan napas berat dan dalam, atau napas cepat dan berteriak," kata Althaus.

Kecepatan virus menginfeksi juga berperan penting dalam proses penularan. Virus corona penyebab Covid-19 diketahui mampu melakukan penularan dengan waktu singkat.

Perlu antisipasi risiko penularan superspreading

Faktor-faktor yang memengaruhi risiko penularan Covid-19 melalui superspreading ini harus diantisipasi oleh negara-negara yang sudah berhasil menekan tingkat kasus baru. Jika tidak, maka sia-sia semua usaha sebelumnya yang sudah dikerahkan.

Seperti yang sempat terjadi di Korea Selatan. Setelah berhasil menekan jumlah kasus, pemerintah melonggarkan aturan menjaga jarak pada awal Mei lalu, ternyata ada seorang pria yang positif Covid-19 yang mengunjungi beberapa kelab.

Hasilnya, terjadi penambahan 170 kasus baru usai melakukan tes pada ribuan orang yang berkaitan dengan pria tersebut. Superspreading kembali membuat lonjakan kasus di Korea Selatan.

Oleh sebab itu, penting untuk mempelajari klaster Covid-19 supaya bisa langsung menyasar target penyebaran dan memutus mata rantai. Namun sayangnya, tak semua negara punya data yang terperinci mengenai penelurusan kontak (contact tracing) terkait pasien Covid-19.

Hal ini juga yang pada akhirnya membuat pemangku kebijakan memilih untuk melakukan penutupan wilayah (lockdown). Sulit untuk mendeteksi tempat-tempat transmisi, sehingga lebih baik menargetkan penutupan wilayah secara luas.

Memang, malakukan penelusuran kontak juga cenderung bias karena orang umumnya akan lebih mengingat kunjungan ke event besar. Misal, dia lebih ingat pernah menghadiri pertandingan bola ketimbang pernah potong rambut di salon.

Kondisi ini membuat untuk mencari klaster terperinci jadi susah. Alhasil, klaster lebih besar yang didapatkan.

Belum lagi, pemberitaan lebih suka menyoroti klaster penularan yang memiliki sudut pandang sosial menarik, seperti di penjara. Jadi menutupi adanya kemungkinan klaster lain yang juga harus diperhatikan.

Kelompok asitomatik, orang yang terinfeksi tanpa gejala tetapi tetap menularkan kepada orang lain, bahkan mungkin lebih terlewatkan.

Menelusuri kontak juga bisa dilakukan dengan mengungkapkan informasi pasien yang menjadi asal penularan dari sebuah klaster, kemudian memaparkan informasi pribadi seputar aktivitas pribadinya.

"Memahami proses ini (klaster) akan meningkatkan pengendalian infeksi, dan itu akan meningkatkan kesempatan hidup kita," kata Fraser.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/25/120008823/kenapa-pasien-covid-19-menginfeksi-banyak-orang-dan-ada-yang-tidak

Terkini Lainnya

Studi: Mimpi Buruk Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Autoimun

Studi: Mimpi Buruk Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Autoimun

Oh Begitu
Kenapa Kita Tidak Boleh Mengambil Cangkang Kerang dari Pantai?

Kenapa Kita Tidak Boleh Mengambil Cangkang Kerang dari Pantai?

Oh Begitu
Ilmuwan Cari Tahu Usia Lumba-lumba Lewat Kotoran

Ilmuwan Cari Tahu Usia Lumba-lumba Lewat Kotoran

Oh Begitu
5 Penyakit yang Menular dari Hewan ke Manusia

5 Penyakit yang Menular dari Hewan ke Manusia

Oh Begitu
Seberapa Bahaya Turbulensi Pesawat Terbang?

Seberapa Bahaya Turbulensi Pesawat Terbang?

Oh Begitu
Bagaimana Bahasa Berkembang?

Bagaimana Bahasa Berkembang?

Fenomena
Obat Penumbuh Gigi Segera Diuji pada Manusia

Obat Penumbuh Gigi Segera Diuji pada Manusia

Fenomena
Apakah Aturan Sebelum 5 Detik itu Benar? Sains Punya Jawabannya

Apakah Aturan Sebelum 5 Detik itu Benar? Sains Punya Jawabannya

Oh Begitu
Perubahan Iklim Terbukti Ganggu Kesehatan Saraf

Perubahan Iklim Terbukti Ganggu Kesehatan Saraf

Fenomena
Bagaimana Manusia Prasejarah Mengolah Logam?

Bagaimana Manusia Prasejarah Mengolah Logam?

Fenomena
Mengapa Kita Suka Bernyanyi di Kamar Mandi?

Mengapa Kita Suka Bernyanyi di Kamar Mandi?

Kita
Bisakah Evolusi Menghadirkan Kembali Dinosaurus?

Bisakah Evolusi Menghadirkan Kembali Dinosaurus?

Oh Begitu
Mengapa Beberapa Orang Bersikap Jahat di Internet? Psikologi Jelaskan

Mengapa Beberapa Orang Bersikap Jahat di Internet? Psikologi Jelaskan

Kita
Platipus Tidak Punya Perut, Kenapa Begitu?

Platipus Tidak Punya Perut, Kenapa Begitu?

Oh Begitu
Hewan Apa yang Tercepat di Lautan?

Hewan Apa yang Tercepat di Lautan?

Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke