KOMPAS.com - Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling mulia di antara bulan-bulan lainnya.
Di dalam bulan itu, semua amal ibadah dilipatgandakan, pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup, dan terdapat malam lailatul qadar yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Dengan menghidup-hidupkan bulan Ramadhan, dosa-dosa seseorang akan diampuni, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut:
"Barangsiapa yang menghidupkan bulan Ramadhan (dengan puasa atau ibadah) dengan iman dan mengharap pahala dari Allah Swt, maka diampuni dosanya yang telah lalu," (HR Bukhari Muslim).
Baca juga: Apakah Berbicara dan Menggunakan Gawai Membatalkan Iktikaf?
Terlebih saat ini telah memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang memiliki keutamaan terbebas dari api neraka.
Pada sepuluh malam terakhir Ramadhan ini juga diyakini menjadi waktu turunnya Lailatul Qadar, suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Karena itu, banyak umat Islam yang menghidup-hidupkan sepuluh malam terakhir Ramadhan dengan beragam kegiatan ibadah, salah satunya adalah iktikaf.
Lantas, bagaimana Nabi Muhammad SAW iktikaf?
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja sama IAIN Surakarta sekaligus pengasuh Ponpes Darul Afkar Klaten, Syamsul Bakri mengatakan Nabi Muhammad SAW melakukan iktikaf sepanjang hidupnya.
"Nabi Muhammad itu iktikafnya kapan pun, tidak cuma di bulan Ramadhan. Cuma ketika sepuluh hari terakhir lebih digalakkan," kata Syamsul saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/5/2020).
Hal itu sesuai dengan keterangan dalam sebuah hadis berikut:
Dari Aswad, dari Aisyah RA ia berkata: "Nabi Muhammad SAW meningkatkan amal ibadah pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan melebihi di waktu yang lain."
Baca juga: Cara Menentukan Waktu Lailatul Qadar Menurut Imam Ghazali