Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Aglomerasi Perkotaan, Fenomena Niscaya

Kompas.com - 21/03/2024, 10:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA pekan terakhir, masyarakat disuguhi istilah yang terasa asing, aglomerasi perkotaan. Padahal itu sebuah fenomena jamak dalam peristilahan di bidang perencanaan kota.

Dalam sejarah kehidupan kota sejak jaman awal kehidupan modern, jaman klasik mesoamerican tahun 250 sampai 900 AD, dan kini, perkotaan didirikan, hancur, berubah dan dibangun kembali.

Masa pra-sejarah sampai masa kontemporer oil boom, perkotaan terus menjadi tempat yang berkembang bersama zamannya.

Kini, pada zaman mobil listrik, dibandingkan economic boom baby boomers seperti saya, seperti cahaya kota pun bertumbuh begitu pesat. 

Baca juga: Kata Menteri Hadi, Bangun Kota Perlu Sentuh Wilayah Aglomerasi

Demikian cepat bahkan kota seperti "The Line" di Neom Arab Saudi, yang dirasa sangat utopis bahkan bagi ukuran Gen Z yang amat "zaman now" itu, tengah dibangun.

Menurut PBB pertumbuhan kaum urban di planet bumi bertumbuh 1.1 miliar antara tahun 2017 sampai 2030.

Sifat urban dalam kehidupan kota adalah cerminan hidup kita. Perkotaan adalah dimensi ruang, dari kegiatan masyarakat menyambut asa dan cita, merangsek sumber daya.

Kota adalah kandang safari kehidupan kita sebagai apex predator planet bumi. Kompleksitas kota multi dimensi.

Sifat perkotaan sangat ekspansif dalam merangsek lahan-lahan hijau. Dia sangat haus akan air dan sumber daya.

Perkotaan pun bersifat ekspulsif, kegiatan-kegiatan yang kuno dan tidak kompetitif, terlempar keluar dari kota.

Baca juga: Medan Bakal Jadi Aglomerasi Jalur Kereta di Sumatera Bagian Utara

Perumahan masyarakat berpenghasilan rendah, kuburan, pabrik produksi, pertanian, adalah sebagian dari fungsi-fungsi yang terlempar.

Kota-kota dengan kekuatan ekonomi besar, bersifat boros, namun sekaligus produktif. Pertarungan antar perkotaan untuk mendapatkan kapital dan sumber daya manusia, menjadi level global. 

Kota-kota diatur oleh politik kota yang otonom, kompleks dan sangat sarat aturan.

Perkotaan dunia saling berkompetisi, sekaligus semakin terkoneksi sebagai jejaring besar kekuatan makhluk predator tertinggi menguasai dan menentukan nasib planet ini.

Aglomerasi Perkotaan dalam Tata Ruang Kontemporer Indonesia

Aglomerasi perkotaan adalah bentuk ruang terbangun dari kesatuan kota-kota. Hal ini terjadi akibat kompetisi dan kerjasama antar kota kota tersebut.

Dengan demikian, aglomerasi perkotaan berfungsi penting dalam pembangunan wilayah, regional maupun global.

Baca juga: Tol Cimanggis-Cibitung Dukung Pertumbuhan Aglomerasi Megapolitan Jakarta

Dalam bukunya Cities Evolution (1915), Patrick Geddes menjadi salah satu pemikir kota pertama yang memperkenalkan pendekatan komprehensif tentang regionalisasi, dengan mempelajari dinamika antar kota kota dan proses urbanisasi.

Urban sprawl, atau penyebaran tak terkendali, terjadi bersamaan dengan semakin terkonsentrasi nya kegiatan-kegiatan ekonomi dan industri.

Jadi, wilayah perkotaan semakin besar, kompleks dan kuat secara ekonomi.

Pada awal 1900, Geddes sudah memprediksi bahwa konurbasi atau klaster kota-kota akan terus semakin cepat, sebagai tren urbanisasi dunia.

Wilayah perkotaan terbesar di dunia seperti Greater New York, Jabotabekpunjur (Greater Jakarta), greater Tokyo, Shanghai, Mumbai, terbukti saat ini semakin menjadi mesin ekonomi dunia.

Akumulasi aset dan roda ekonomi, kekayaan, penurunan kualitas akibat polusi dan kekurangan air, banjir, kemiskinan dan sekaligus kemewahan, membuat wilayah-wilayah aglomerasi perkotaan ini pun semakin terkoneksi. 

Baca juga: Demi Kenyamanan, Tempat Duduk Bus Aglomerasi Menghadap ke Depan

Jabotabekpunjur adalah wilayah perkotaan 34 juta penduduk, yang terdiri dari tiga provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten.

Kemudian mencakup sembilan kota/kabupaten yakni Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kabupatrn Cianjur. 

Wilayah aglomerasi perkotaan ini merupakan mesin ekonomi besar, dengan pengaruh politik skala regional dan global. 

Saat ini, Indonesia berada pada puncak urbanisasi, dengan kecepatan transformasi desa menjadi perkotaan sangat tinggi, dan ekspansif.

Pada tahun 2010 Kementerian PUPR sudah merilis bahwa dalam kurun 30 tahun ke depan, hampir 80 persen rakyat Indonesia akan tinggal di perkotaan.

Baca juga: Bus Aglomerasi Beroperasi, Sopir Diharapkan Tak Lagi Ugal-ugalan

Dalam proses transformasi tersebut akan tercipta 70 juta kelas menengah baru. Bayangkan, angka itu sama dengan menciptakan tiga negara Australia baru!

Hari-hari ini Baleg DPR bersama pemerintah sedang dalam pembahasan UU untuk mengelola kompleksitas salah satu aglomerasi perkotaan terbesar dunia ini.

Namun saya melihat naskah akademik dan diskusi di DPR masih terlalu bertumpu pada pemikiran primat nya atau unggul nya kota Jakarta semata.

Konurbasi perkotaan harus diukur dalam kerangka satu kesatuan ekonomi yang terintegrasi. Sehingga tiap kota, kabupaten dan propinsi yang ada berbagi beban dan memecahkan secara bersama. 

Wilayah aglomerasi perkotaan harus mampu terintegrasi sebagai kesatuan ekonomi kelas dunia. Upaya mengawal pembangunan nya ditujukan untuk optimalisasi modal besar bersama.

Dan dilakukan dalam konteks politik koordinatif, fasilitatif dan de-bottlenecking urusan bersama.

Tantangan DPR dan pemerintah kini adalah bagaimana mengawal proses perburuan nasib, penciptaan kekayaan (wealth creation) dan otonomi daerah dilakukan.

Belajar dari Jawa Barat yang terdepan dalam inovasi manajemen aglomerasi perkotaan, telah mendirikan sekaligus dua kelembagaan aglomerasi perkotaan.

Baca juga: Bus Aglomerasi Beroperasi, Sopir Diharapkan Tak Lagi Ugal-ugalan

Dua kelembagaan itu adalah Badan Pengelola Kawasan Aglomerasi Perkotaan Rebana dengan 10 juta penduduk.

Kawasan ini mencakup tujuh kota/kabupaten yakni Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Sumedang.

Dan Badan Pengelola Kawasan Aglomerasi Cekungan Bandung dengan 9 juta penduduk yang meliputi enam kota/kabupaten yakni Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.

Rebana, Cekungan Bandung dan Jabotabekpunjur, saat ini sudah terhubung dengan kereta cepat dan jalan tol dengan masing-masing waktu tempuh hanya 1 jam atau kurang.

Perkembangan ini membuat wilayah Jawa Barat menjadi sebuah aglomerasi perkotaan besar dengan 50 juta penduduk. Luar biasa!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com