JAKARTA, KOMPAS.com - Bendungan Kuwil Kawangkoan di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara menyimpan jejak kepercayaan animisme dan dinamisme masyarakat adat Minahasa.
Peninggalan bersejarah ini berbentuk makam kuno Minahasa yang dikenal dengan sebutan Waruga.
Baca juga: Pemerintah Kaji Pengelolaan Area Wisata di Bendungan Kuwil Kawangkoan
Berdasarkan pantauan langsung Kompas.com pada Senin (30/1/2023), makam kuno Waruga berada di area wisata bendungan bagian atas, tepatnya di balik Galeri dan Gedung Serba Guna (GSG).
Waruga yang diletakkan di Bendungan Kuwil Kawangkoan hanya berupa batu nisannya saja dan tidak lagi berizi jenazah.
Di depannya, terdapat papan yang mendeskripsikan informasi terkait Waruga bagi pengunjung.
Kata Waruga sendiri berasal dari bahasa Tombulu, yang tersusun dari kata wale atau rumah dan ruga atau hancur. Artinya, Waruga adalah rumah yang berfungsi sebagai penghancur jasad.
Waruga terbuat dari jenis batu lava basal yang terbagi menjadi bagian atas dan bawah. Batu lava basal tersebut diambil dari letusan Gunung Klabat dan Gunung Lokon. Jenis batu ini dipilih karena akan semakin kuat apabila digunakan di area terbuka.
Bagian atas makam berbentuk segitiga dan menyerupai bubungan rumah, sedangkan bagian bawah berbentuk segi empat.
Terdapat 3 ukuran Waruga, yakni kecil 50 sentimeter x 50 sentimeter x 100 sentimeter, sedang 100 sentimeter x 100 sentimeter x 150 sentimeter, dan besar 150 sentimeter x 100 sentimeter x 145 sentimeter.
Uniknya, Waruga memiliki ornamen beragam dengan motif utamanya adalah manusia, tanaman, hewan dan bentuk geometri.
Tak sembarangan, motif manusia diukir dengan berbagai peristiwa kehidupan seperti melahirkan, menari dan berpakaian.
Motif tanaman menampilkan buah-buahan, pepohonan, dedaunan dan bunga matahari. Motif hewan dibentuk persis seperti ular, anjing, burung manguni, dan anoa. Sedangkan motif geometeri menampilkan bentuk tumpal, pilinan ganda, meander dan swastika.
Baca juga: Bendungan Tamblang, Pertama di Asia Tenggara yang Gunakan Inti Aspal
Pada saat masih digunakan sebagai makam, jenazah akan dimasukkan ke dalam Waruga dengan posisi tumit yang bersentuhan dengan bokong dan mulut seolah mencium lutut. Posisi ini seperti bayi saat berada dalam rahim.
Masyarakat Minahasa memberi makna, manusia mengawali kehidupan dengan posisi bayi dalam rahim, maka saat mengakhiri hidupnya juga dalam posisi yang sama.
Jenazah juga ditempatkan dalam posisi menghadap ke arah utara yang menandakan asal nenek moyang suku Minahasa.
Di dalam makam dulunya juga ikut dikuburkan harta benda milik jenazah semasa hidupnya. Sayangnya, tak sedikit harta benda tersebut diambil oleh orang tidak bertanggung jawab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.