MEDAN, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Perkeretaapian (Ditjenka) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) berperan aktif dalam penutupan perlintasan sebidang kereta api yang tidak resmi.
Hal tersebut disampaikan Diretur Keselamatan Perkeretaapian Edi Nursalam saat menutup perlintasan sebidang tidak resmi di Km 17+2/3, Kecamatan Medanlabuhan, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Rabu (5/10/2022)
Kegiatan tersebut dilakukan bersaman dengan sosialisasi keselamatan perkeretaapian kepada masyarakat setempat.
Edi menjelaskan penutupan perlintasan sebidang di Jalan Kampung Nelayan dilakukan karena lebarnya kurang dari 2 meter.
Baca juga: 49 Titik Perlintasan Sebidang Jalur Kereta Api Rampung Ditangani
Selain itu, kondisi jalan yang melintang bisa meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Karena itu, pelintasan tersebut ditutup dan arus lalu lintas dialihkan ke pelintasan lain yang lebarnya sekitar 15 meter.
"Kita terus berupaya melakukan penutupan, apalagi yang sudah ada jalan alternatifnya. Ini sangat membahayakan perjalanan kereta api. Begitu juga yang di bawah dua meter, kita juga tutup supaya tidak tumbuh menjadi perlintasan liar," kata Edi di lokasi kegiatan.
Ia meminta Pemprov Sumut dapat mengelola perlintasan sebidang yang tidak dijaga karena jalan tersebut merupakan milik Pemerintah Kabupaten/ Kota.
Berbagai langkah pengelolaan yang dapat dilakukan seperti memasang palang pintu, membangun pos, dan menempatkan penjaga.
Evaluasi juga harus dilakukan minimal satu tahun sekali untuk mengetahui apakah perlintasan tersebut berbahaya bagi masyarakat atau tidak.
Jika memang berbahaya maka Pemprov setempat wajib memasang tanda-tanda peringatan untuk pengguna jalan.
"Jadi, sektor kereta api itu gak butuh pelintasan, yang butuh pelintasan adalah masyarakat. Masyarakat membangun jalan-jalan itu menjadi perlintasan liar yang tidak dijaga," papar Edi.
Baca juga: Kampanye Keselamatan di Perlintasan Sebidang KA Masih Minim
Mestinya, menurut Edi, sesuai peraturan, Pemprov menutup harus sendiri perlintasan tersebut. Namun, jika ingin pelintasan tersebut tetap ada, maka pemasangan pintu dan penjagaan wajib dilakukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 tahun 2018 pasal 2 menyebutkan perlintasan sebidang yang tidak memiliki nomor Jalur Perlintasan Langsung (JPL), tidak dijaga dan tidak berpintu, yang lebarnya kurang dari dua meter harus ditutup atau dilakukan normalisasi jalur kereta api oleh penyelenggara prasarana perkeretaapian.
Sayangnya menurut Edi, aplikasi peraturan tersebut belum sepenuhnya diterapkan di Sumatera Utara. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di Pulau Jawa, di mana pemda setempat telah memasang palang pintu, menempatkan penjaga, menganggarkan biaya perawatan.
"Di Sumatera Utara ini belum, padahal kita sudah sering melakukan sosialisasi. Kita akan dorong terus, mengeluarkan edaran kepada seluruh kepala daerah karena kewenangan untuk menyelamatkan warga sudah diserahkan kepada pemda. Mudah-mudahan imbauan saya ini sampai," tegasnya.