Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Kopi, Wilayah, dan Keberlanjutan

Kompas.com - 01/07/2022, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOPI. dan budidaya perkebunannya adalah sebuah fenomena ruang yang memerlukan perhatian kita bersama. Sebagai komoditas yang menjanjikan, budidayanya memiliki implikasi kewilayahan yang penting.

Minggu lalu bersama misi West Java Coffee di World of Coffee Milan, Italia, saya menikmati belajar tren dunia kopi. Menarik lagi untuk mengerti lebih jauh fenomena kopi ini.

Kopi ternyata lebih dari sekadar buah cherry-nya, bijinya atau sebagai makanan luwak. Turunan seduhan biji ini, menyeruak ke berbagai aspek budaya hidup manusia dan rantai pasoknya.

Kopi adalah transformasi budaya, dengan rentang ekonomi hulu ke hilir begitu besar.

Pada kopi kita bicara perkebunan, proses tanam, isu keberlanjutan, perdagangan, politik lahan hutan.

Belum lagi soal perkembangan teknologi mesin roasting, bahan alternatif susu, dan teknik pemurnian air.

Di hilirnya tentu ada industri desain, kemasan, strategi pemasaran, produk inti, kafe gaya hidup, dan seterusnya.

Di Indonesia, kopi juga ditengarai menyimpan potensi masalah hulu perhutanan, ketika beragam program atas nama pengentasan kemiskinan masyarakat hutan harus bertabrakan dengan kenyataan tantangan menjaga kelestarian hutan.

Ketika saya berjalan di gunung-gunung, mulai banyak terlihat hutan yang terambah sampai ke pelosok.

Pendek kata, kopi bukan seaedar isu biji-bijian. Banyak harapan digantungkan pada biji ini.

Masyarakat tani pun berubah dengan menggeliatnya kopi, yang sempat "menghilang" dari Jawa Barat selama puluhan tahun.

Padahal, Jawa Barat adalah representasi dari sejarah panjang kopi Indonesia dan perkembangan secara teritorial.

Kopi arabika di bawa ke Jawa tahun 1696. Kemudian dicoba ditanam di Kedawoeng dekat Batavia namun gagal. Baru berhasil 1699 di Sukabumi dan Sudimara.

Selanjutnya, pada 1706 kopi arabica jawa dianggap kopi berkualitas oleh Amsterdam Botanical Garden.

Mulai 1707 kopi dibudidayakan, dan tercatat pertama kali kopi dari Cianjur tahun 1711 sebayak 400 kilogram mendapat harga teetinggi di lelang Amsterdam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com