Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BTN dan KPR yang Terus Bertumbuh Menggerakkan Ekonomi Sirkular

Kompas.com - 18/02/2022, 13:00 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Tak bisa dimungkiri, rumah merupakan salah satu kebutuhan primer yang harganya terus naik setiap tahun.

Hal itu membuat tidak semua keluarga di Indonesia mampu membeli dan memilikinya. Terlebih lagi, kelas bawah dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Karena kondisi perekonomian yang kurang beruntung, ditambah lagi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, sulit bagi mereka untuk mempunyai rumah layak huni yang aman dan nyaman, dengan harga yang terjangkau.

Selain karena harga setinggi langit, pembiayaannya pun kurang mendapat perhatian, baik dari pihak pemerintah maupun swasta.

Untuk dapat mengakomodasi kebutuhan kalangan masyarakat tersebut, PT Bank Tabungan Negara atau BTN (Persero) Tbk atau BTN terus menambah kucuran kredit pemilikan rumah (KPR).

Baca juga: Punya Rumah Layak Huni, Kini Bukan Lagi Mimpi

BTN kita ketahui merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat amanat pemerintah untuk merealisasikan program perumahan rakyat.

Sejak kali pertama KPR diluncurkan pada 10 Desember 1976, BTN telah menyalurkan senilai  Rp 352 triliun.

Dari keseluruhan pembiayaan itu, sekitar 76 persen di antaranya disalurkan untuk segmen KPR subsidi, sedangkan sisanya ke segmen KPR non-subsidi.

Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengeklaim, pencapaian tersebut menjadikan perseroan yang dipimpinnya sebagai kontributor terbesar dalam Program Sejuta Rumah (PSR) besutan pemerintah.

Angka kontribusi yang berhasil tercatat sebesar 60 persen per tahun, baik untuk pembiayaan kepemilikan maupun kredit konstruksi bagi pengembang.

Pertumbuhan KPR ini menggenapi penyaluran total kredit BTN yang mengalami kenaikan 5,66 persen secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 274,83 triliun.

Peningkatan ini diikuti dengan perbaikan kualitas kredit. Sesuai pembukuan, rasio kredit macet atau non-performing loan (NPL) gross BTN menurun dari 4,37 persen pada akhir 2020 menjadi 3,7 persen pada 2021.

Untuk pertumbuhan kredit, BTN menunjukkan posisi yang terus-menerus positif sejak awal 2021. Pencapaian ini berkaitan erat dengan usaha BTN untuk menghadirkan program dan produk inovatif.

"Inovasi tersebut terus berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat di era digitalisasi serta tren di sektor properti," kata Haru Koesmahargyo, sebagaimana dilansir Kompas.com, Selasa (14/12/2021).

Memasuki tahun 2022, BTN optimistis dapat mengangkat angka pertumbuhan ekonomi melalui kredit walaupun terhambat pandemi Covid-19. Targetnya, pertumbuhan kredit tahun 2022 mencapai 10 persen.

Hal itu dilakukan karena BTN menilai bahwa industri perumahan atau properti merupakan sektor vital yang menjadi salah satu lokomotif perekonomian Indonesia, termasuk selama masa pandemi.

"Target kami 7 persen, jadi kurang sedikit. Semoga pada akhir tahun ini bisa kita capai 7 persen," ujar Haru, Kamis (16/12/2021).

Pernyataan itu didukung dengan data peningkatan kinerja kredit BTN pada kuartal III-2021, yakni tumbuh 6,06 persen pada Oktober 2021. Adapun target pencapaiannya yaitu 7 persen.

Hal ini seiring dengan pencapaian kredit seluruh perbankan di industri properti hingga kuartal III-2021 yang naik sekitar 9 persen.

Ekonomi sirkular

Menurut Haru, hasil yang diperoleh tetap positif meskipun pertumbuhan sektor properti terlihat lambat selama pandemi.

"Saya kira dengan kemampuannya untuk tetap bisa tumbuh pada masa pandemi, maka peluang kita di sektor properti pada tahun-tahun depan akan semakin besar," jelas Haru.

Dia mengatakan, pertumbuhan sektor perumahan ini antara lain didukung oleh tingginya permintaan masyarakat kelas menengah bawah terhadap properti kelas menengah.

Dari berbagai program kredit, BTN juga menggandeng para pengembang untuk mengaplikasikan sistem ekonomi sirkular atau berkelanjutan di sektor perumahan yang diharapkan berpengaruh positif terhadap keberlangsungan alam dan lingkungan.

Haru optimistis, penerapan ekonomi sirkular bukan hanya baik untuk lingkungan, melainkan juga bagi ekonomi dan dunia usaha sehingga bisa berkelanjutan untuk jangka panjang.

Ekonomi sirkular memang masih relatif baru di perbankan, tetapi sebelumnya BTN sudah diperkenalkan dengan standar environmental, social, and good governance.

"Saya kira prinsipnya relatif sama. Dengan begitu, prinsip ekonomi sirkular bisa masuk kriteria dalam pengelolaan aset perbankan, ini yang penting,” kata Haru, seperti dilansir Antara, Jumat (13/8/2021).

Dia menuturkan, perbankan perlu menghindari sektor yang masih menggunakan energi yang tidak dapat diperbarui atau unrenewable energy, dan sebaliknya harus menggalakkan konsep green energy.

Secara khusus, BTN memiliki konsep 3P, yaitu profit, people, and planet, antara lain dengan minimalisasi penggunaan kertas.

Dengan perlahan, BTN mengarah ke sistem terutama pada proses operasional yang masih dimungkinkan tidak menggunakan paper work.

Direktur Compliance and Legal BTN Eko Waluyo menuturkan, dalam menerapkan konsep 3P, BTN tidak hanya memikirkan pengembangan bisnis dari segi profit atau keuntungan, tetapi juga potensi sumber daya manusia di sekitar tempat usahanya.

Tidak hanya itu, BTN juga berusaha memperhatikan keberlangsungan Planet Bumi agar konsep yang dikembangkan tersebut sesuai dengan visi tentang keberlangsungan dan keramahan terhadap lingkungan di masa depan.

Hal itu selaras dengan slogan yang selama ini diusung BTN, yaitu “Karena hidup gak cuma tentang hari ini”.

Eko menambahkan, tujuan penerapan pembangunan berkelanjutan yaitu untuk mengurangi kesenjangan sosial, mengurangi dan mencegah kerusakan lingkungan hidup, menjaga keanekaragaman hayati, serta mendorong efisiensi pemanfaatan energi dan sumber daya alam.

“BTN sebagai salah satu BUMN bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi masyarakat melalui kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan,” kata Eko, Senin (25/10/2021).

Peran pengembang

Sehubungan dengan konsep 3P itu, BTN pun mengimbau kepada para pengembang untuk mengambil peran dalam penerapan ekonomi berkelanjutan dengan mengikuti kelayakan pembangunan rumah yang ramah lingkungan.

Sebagai contoh, pengembang tidak membangun perumahan di bantaran sungai atau dekat dengan tempat pembuangan sampah.

Menanggapi hal itu, Real Estat Indonesia (REI) sebagai salah satu asosiasi pengembang di Tanah Air mengaku berusaha mengaplikasikan imbauan tersebut sesuai proyek pembangunan perumahan yang dilakukan.

Namun, pelaksanaannya bukan hal yang gampang karena membutuhkan biaya investasi yang lebih besar dibanding proyek perumahan konvensional.

Untuk itu, diperlukan campur tangan pemerintah melalui pemberian stimulus, seperti yang terjadi di negara lain.

REI menyambut hangat dengan konsep dari BTN itu. Namun demikian, harus didukung stakeholder lain, misalnya dengan memberi stimulus.

"REI sudah menerapkan dan mengubahnya (menuju konsep ramah lingkungan). Namun, green energy itu masih mahal, bahkan seperti di luar negeri perlu dengan stimulus,” kata Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida kepada Kompas.com, Kamis (17/2/2022).

Dia mengeklaim, beberapa pengembang sudah mempraktikkan penggunaan kompor listrik dan solar panel pada unit rumah yang dibangun.

Namun, fasilitas tersebut relatif mahal sehingga konsumennya pun masih berasal dari kalangan kelas menengah ke atas.

Masyarakat juga masih perlu waktu lebih lama lagi untuk memperoleh sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya hunian dengan konsep berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Bagi pria yang akrab dipanggil Totok itu, hal yang lebih penting saat ini adalah membangkitkan perekonomian yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir dua tahun ini, termasuk dampaknya terhadap sektor properti.

Jika pagebluk ini bisa terlewati dan diatasi dengan baik serta perekonomian Indonesia mulai bangkit, barulah pengembang bisa lebih serius lagi menggarap proyek propertinya, antara lain dengan membangun perumahan yang ramah lingkungan sesuai konsep BTN tersebut.

“Kalau ekonomi sudah running well bolehlah, sekarang ini fokus kita yang penting pemulihan ekonomi dulu. Pandemi Covid-19 masih berjalan juga. Kalau bagi saya, pelaksanaan green energy harus bertahap karena perlu sosialisasi,” ujar Totok.

Dengan begitu, pihak pemerintah, pengembang, dan perbankan diharapkan lebih siap dengan programnya masing-masing, serta masyarakat sebagai konsumen juga tidak terbebani dengan semakin tingginya biaya kepemilikan rumah.

Subsidi silang

Menguatkan pernyataan Totok tersebut, Bambang Ekajaya selaku Wakil Ketua Umum DPP REI mengatakan, konsep profit, people, and planet (3P) yang dikembangkan oleh BTN cukup baik terhadap pengembangan bisnis perumahan sekarang dan masa mendatang.

Namun, konsep itu perlu juga dilakukan melalui subsidi silang. Artinya, jika BTN memiliki anggaran miliaran atau bahkan triliunan rupiah untuk pengembang, sebaiknya digunakan untuk memberi kemudahan pembangunan proyek perumahan.

“Konsep 3P untuk bisnis properti saat ini dan ke depan sangat bagus. Salah satu solusinya, dengan konsep ini jika BTN punya bujet, kalau bisa dijabarkan dalam bentuk cross subsidy. Misalnya ada dana sekian, kita dapat kemudahan apa, tapi harus dukung green energy,” terang Bambang dalam perbincangan dengan Kompas.com, Kamis (17/2/2022).

Maka dari itu, menurut dia, di sinilah pentingnya komunikasi dan koordinasi antara BTN dan pengembang sehingga setiap kebijakan yang dihasilkan bisa dioptimalkan sesuai bujet yang ada.

Sebab, dalam pandangan Bambang, REI berperan sebagai fasilitator yang bisa mengusulkan dan membantu, sedangkan BTN selaku regulator yang menentukan.

Misalnya dalam hal pemberian kredit, spesifikasi bahan bangunan, luas minimum, dan fasilitas lainnya.

Secara otomatis, aturannya harus dari BTN, sedangkan REI sebagai partner untuk berdiskusi membuat solusi yang bisa diterima semua pihak.

“Jadi harus ada perhitungan supaya tidak memberatkan semua pihak. Komunikasi dan koordinasi itu kuncinya dalam setiap keputusan, sehingga tidak hanya soal cost, tapi juga cost benefit, jadi everybody happy,” imbuhnya.

Bagi dia, proyek perumahan yang berkelanjutan itu bukan hanya soal biaya dan tampilan yang sedap dipandang, melainkan juga manfaatnya secara langsung bagi konsumen.

Contohnya pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang bisa dirasakan faedahnya oleh masyarakat pengguna.

Pembiayaannya pun bisa diatur oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sehingga tidak terlalu memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.

Bambang menambahkan, hal-hal yang berhubungan dengan perumahan lingkungan itu antara lain energi, air, dan bahan material.

Misalnya kayu sekarang seharusnya tidak boleh dipakai lagi karena bisa habis dimakan rayap dan merusak lingkungan, makanya diganti dengan aluminium.

Untuk itu, bahan material bangunan yang digunakan haruslah yang bisa didaur ulang, ramah lingkungan, dan harganya terjangkau sehingga bisa diterapkan bagi masyarakat luas dari berbagai kelas ekonomi di seluruh pelosok Nusantara.

“Itu berhubungan dengan banyak pihak dan memanfaatkan teknologi secara lebih optimal. Jadi dengan konsep reduce, reuse, dan recycle, serta harganya juga harus ekonomis,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com