Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Tanah Ambles dan Prediksi Jakarta Tenggelam

Kompas.com - 02/08/2021, 13:00 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden membuat geger atas prediksi tenggelamnya DKI Jakarta dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.

Pernyataan ini dia sampaikan ketika menyinggung bahaya pemanasan global saat berpidato di Kantor Direktur Intelijen Nasional, Selasa (27/7/2021) waktu setempat.

“Apa yang terjadi di Indonesia jika perkiraannya benar bahwa dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena akan tenggelam?” terang Biden.

Baca juga: Biden Sebut Jakarta Tenggelam 10 Tahun Lagi, Apa Solusi Pemerintah?

Dalam pidatonya ini, Biden juga mengingatkan bahwa perubahan iklim dan pemanasan global bisa saja mengubah doktrin strategis nasional.

Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050 sebenarnya sudah banyak diprediksi. Sejumlah kalangan menengarai tenggelamnya ibu kota dipicu oleh land subsidence.

Fenomena land subsidence atau tanah ambles adalah penurunan muka tanah yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor.

Berdasarkan penjelasan dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tanah ambles disebabkan oleh dua kelompok besar, yakni faktor geologi (gempa tektonik) dan faktor geoteknik (pengambilan air tanah, konsolidasi alami, serta beban bangunan.

Baca juga: Jakarta Terus Alami Penurunan Tanah, Prediksi Biden Bisa Terjadi

Sejak tahun 2014, pemerintah sudah memperkirakan ibu kota Indonesia ini bisa tenggelam karena amblesnya tanah yang lebih cepat dari ketinggian air.

Hal tersebut disampaikan Kepala Sub-Direktorat Perkotaan Ditjen Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Eko Budi Kurniawan saat diskusi "Pengembangan Lahan untuk Pembangunan Jakarta", Senin (7/7/2014).

Penurunan tanah per tahun tergantung lokasi, paling tinggi, yang diukur, sekitar 14 sentimeter sampai 14,5 sentimeter.

"Tapi, ada lokasi lain yang mengalami penurunan lebih dalam. Kalau dipukul rata, penurunan terjadi sedalam 7,5 sentimeter per tahun. Di Pluit termasuk paling cepat," ungkap Eko.

Menurutnya, jika terjadi kebocoran, pada tahun 2050, air laut bisa mencapai tengah kota dan bisa menyebabkan kerugian yang besar.

Bukan hanya kerugian materi, melainkan juga banyak orang terancam kehilangan lapangan kerja.

"Pada 2050, kalau air laut bisa sampai tengah kota. Bayangkan berapa kerugiannya. Kami prediksi kerugiannya akan mencapai 200 miliar dollar AS (Rp 2.361 triliun). Itu belum termasuk 1,5 juta lapangan kerja yang hilang dan masyarakat yang harus pindah," papar Eko. 

Baca juga: Waspada, Tahun 2050 Jakarta Bakal Tenggelam!

Bahaya amblesnya tanah di Jakarta ini diperkuat penelitian pada tahun 2015 yang dilakukan oleh HZ Abidin, H Andreas, I Gumilar, dan IRR Wibowo dari Kelompok Riset Geodesi, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Mereka mengukur laju penurunan muka tanah di Jakarta menggunakan beberapa metode geodesi, seperti Leveling, GPS Survey, InSAR, Microgravity, dan Geometric-Historic.

Dalam penelitian berjudul "On Correlation Between Urban Development, Land Subsidence and Flooding Phenomena in Jakarta", terungkap bahwa penurunan tanah di Jakarta memiliki variasi spasial dan temporal, dengan tarif tipikal antara 3 hingga 10 sentimeter per tahun.

Laju penurunan muka tanah yang teramati di sepanjang wilayah pesisir Jakarta relatif lebih besar dari wilayah pedalaman daerah, meskipun tarif di sepanjang wilayah pesisir Jakarta sendiri memiliki variasi spasial.

Sementara itu, penurunan muka tanah di Jakarta dapat disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor, seperti ekstraksi air tanah yang berlebihan, konsolidasi alami tanah aluvium, beban infrastruktur dan konstruksi, serta aktivitas tektonik.

Dampak penurunan tanah di Jakarta dapat dilihat pada beberapa bentuk, seperti retak bangunan dan infrastruktur, perubahan sungai dan sistem aliran drainase, perluasan pesisir, tidak berfungsinya sistem drainase, dan peningkatan intrusi air laut.

Di wilayah pesisir Jakarta yang memiliki tingkat penurunan tanah yang relatif lebih tinggi, dampaknya akan terjadi berupa banjir pantai saat air pasang.

Banjir pesisir yang berulang kali ini tidak hanya merusak fungsi bangunan dan infrastruktur, tetapi juga berdampak buruk kualitas lingkungan hidup dan kehidupan.

Faktor yang mempercepat Jakarta tenggelam

Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi, ada beberapa faktor yang mempercepat tenggelamnya ibu kota Indonesia ini.

Misalnya, kenaikan suhu rata-rata global dan penurunan tanah yang sangat signifikan, contohnya di wilayah pusat sekitar 8 sentimeter dan utara 24 sentimeter per tahun.

Indikator yang menunjukkan Jakarta bisa tenggelam adalah banjir Ibu Kota dari tahun ke tahun selalu dikontribusi dari wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah tersebut.

Selain itu, ada sebaran luasan angka banjir rob di Jakarta dari tahun 2011-2020 yang terus mengalami peningkatan.

"Oleh karena itu, kami menunggu upaya pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta," ujar Tubagus kepada Kompas.com, Sabtu (31/7/2021).

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com