Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita WNI Jadi Korban Penipuan Ferienjob di Jerman

Kompas.com - 31/03/2024, 22:46 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

"Terkait dengan indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kami nyatakan secara institusi perguruan tinggi, kami tidak ada niat sedikitpun melakukan tindakan yang melanggar hukum karena kami adalah insan akademik yang berorientasi melahirkan para lulusan yang berkarakter, berpengetahuan, dan juga berdaya saing."

Baca juga: Cerita WNI Nyoblos Kali Pertama di Australia, Naik Bus 30 Menit demi ke TPS

Perdagangan orang?

Dalam keterangan pers, polisi menyebut kasus ini sebagai tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirim mahasiswa magang ke Jerman.

Meski sangat prihatin terhadap nasib korban, Algooth sendiri kurang sependapat jika kasus tersebut dikategorikan sebagai kasus perdagangan orang:

"Tidak ada yang diculik, tidak ada yang disiksa dan lain-lain. Kalau yang di Jerman ini kan mahasiswa daftar. Yang jadi masalah ada informasi tidak tersampaikan," tutur Algooth.

Menurutnya, pihak Jerman dalam hal ini Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta seharusnya menyampaikan penjelasan. "Seharusnya mereka bicara bahwa mereka mengeluarkan visa berdasarkan aplikasi yang dikirim," imbuhnya.

Berdasarkan bukti visa yang ditunjukkan korban kepada DW, mereka memperoleh Visa Schengen C.

Dari situs Kementerian Luar Negeri Jerman dijelaskan ini adalah visa jangka pendek selama tiga bulan. Tertera di dalamnya tulisan boleh bekerja sesuai dengan izin yang diberikan. Visa kerja ini khusus untuk bidang tertentu, yang berlaku hanya untuk 90 hari, sesuai Ordonansi Beschäftigungsverordnung §14 ayat 2.

Jerman saat ini memang sangat membutuhkan pekerja terampil asing. Menurut perhitungan Institut Penelitian Ketenagakerjaan IAW, dibutuhkan 400.000 imigran setiap tahunnya untuk mengisi kekosongan di pasar kerja.

Oleh sebab itu Pemerintah Jerman kini terus berusaha mempermudah aturan bagi pekerja terampil yang ingin bekerja di Jerman.

Algooth mengatakan, kebutuhan atas tenaga kerja ini terbantu dengan masuknya tenaga asing, misalnya dari Indonesia:

"Jerman jadi happy. Sudah murah, mau pula bayar sendiri. Mahasiswa-mahasiswa dari Indonesia itu kan berangkat sendiri. Saya rasa Jerman happy, ada orang-orang yang mau dibayar murah."

Baca juga: Cerita WNI di AS, Manfaatkan Libur Akhir Tahun untuk Kerja Jadi Penjaga Rumah

Yang jelas, korban seperti Ramayana dan Ade tidak happy dengan apa yang sudah dialaminya di Jerman.

Ade masih menerima tekanan dari berbagai pihak. Sementara Ramayana, setelah merasa tertipu dan dirugikan secara mental dan finansial, kini dirinya terlilit utang dana talangan, dana yang digunakan sebagai talangan untuk persiapan hingga hidup di Jerman. Ia masih berutang Rp 7 juta.

Lewat kuasa hukum, kini ia dan beberapa korban lainnya telah menggugat sejumlah pihak di Jerman yang diduga terkait kasus ini.

Mereka digugat secara perdata di pengadilan Jerman dengan pasal perburuhan Jerman. Bagi Ramayana gugatan ini penting, sebagai pembelajaran agar kasus serupa tidak lagi terulang, terutama bagi mereka dari kaum tak mampu yang ingin mengejar impian mereka di Jerman.

Baik Ramayana maupun Ade, serta beberapa korban lainnya, meski kini masih trauma, masih ingin suatu saat kembali lagi ke Jerman,

"Mungkin saya ingin kembali ke Jerman, namun dengan cara yang lebih baik, lebih beradab dan lebih bermartabat, serta saya mengharapkan tidak ada penerus-penerus saya mengikuti program ini dengan cara yang seperti saya, karena kalau saya meyakini bahwa programnya baik, namun diselenggarakan oleh orang yang tidak baik," pungkas Ade.

Baca juga: Cerita WNI di Gaza, Bertahan di Tengah Perang Israel-Hamas

*Tambahan interview dilakukan Prita Kusuma

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Korban Penipuan Ferienjob: Ingin Kembali, Cara Lebih Baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com