Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iga Diaska Pradipta
Tentara Nasional Indonesia

Analis Pertahanan, Geopolitik, dan Hubungan Internasional

Meninjau Kembali Atribusi Kegagalan Intelijen

Kompas.com - 26/03/2024, 12:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI BALIK setiap tragedi selalu ada kambing hitam: kegagalan intelijen. Entah tragedi itu terjadi dalam hal politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, maupun ranah lainnya, intelijen acap menjadi pihak yang ’berdosa’ atas kejadian tersebut.

Peristiwa penyerangan Gedung World Trade Center di New York, Amerika Serikat pada 11 September 2001, yang terkenal sebagai 9/11, merupakan contoh tragedi kegagalan intelijen yang traumatik dengan jumlah korban jiwa lebih dari 2.900 orang.

Tragedi terbaru, terjadi aksi terorisme di Crocus City Hall, Moscow, Rusia pada 22 Maret 2024 yang mengakibatkan lebih dari 100 korban jiwa.

Namun, benarkah kegagalan intelijen selalu menjadi faktor penentu di balik suatu tragedi? Atau kegagalan intelijen hanya menjadi tempat berlindung dari pihak bersalah? Haruskah badan intelijen bertanggung jawab terhadap setiap tragedi yang terjadi?

Artikel ini berpendapat bahwa atribusi kesalahan tidak eksklusif kepada badan intelijen selaku pelaksana kegiatan intelijen, tetapi juga kepada pengambil keputusan selaku konsumen intelijen.

Mengutip Departemen Pertahanan Amerika Serikat, intelijen didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari pengumpulan, pemrosesan, pengintegrasian, penganalisaan, pengevaluasian, dan penginterpretasian dari informasi yang tersedia terhadap suatu hal tertentu. Dalam arti sederhananya, intelijen adalah informasi yang sudah diproses.

Selain sebagai produk, intelijen juga merupakan kegiatan. Mengutip dari Badan Intelijen Amerika Serikat (Central Intelligence Agency/CIA), siklus intelijen meliputi lima tahap: perencanaan dan pemberian petunjuk, pengumpulan, pemrosesan, penganalisaan dan produksi, dan pendistribusian.

Siklus intelijen tersebut dapat memberikan jalan terang dalam analisa letak kegagalan intelijen terjadi. Lebih tepatnya, pada tahapan mana kegagalan intelijen dapat terjadi.

Jawaban singkatnya: setiap tahapan dapat menyebabkan kegagalan intelijen.

Pada tahap perencanaan, pelaksana intelijen bisa saja salah dalam menyusun rencana. Aset yang direncanakan bisa jadi tidak efektif karena tidak memadai secara kuantitas dan kualitas.

Pada tahap pengumpulan, bisa jadi informasi yang didapat tidak dapat dipercaya, baik informasi maupun sumbernya.

Pada tahap pemrosesan, bisa jadi pemilahan informasi mengakibatkan informasi yang penting justru terbuang dan informasi yang tidak kredibel mendominasi secara jumlah.

Pada tahap analisa, bisa jadi terdapat asumsi dan bias personal yang menyebabkan penarikan kesimpulan intelijen menjadi tidak akurat.

Pada tahap distribusi, bisa jadi badan intelijen gagal menyampaikan produknya kepada pengambil keputusan yang berakibat intelijen tidak digunakan.

Ada beragam cara yang memungkinkan badan intelijen menjadi penyebab kegagalan intelijen. Namun, apakah semua kegagalan intelijen akibat kesalahan badan intelijen? Jawabannya tidak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com