Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penduduk Tepi Barat: Ramadhan Tak Pernah Seperti Ini... 

Kompas.com - 22/03/2024, 11:44 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP

TEPI BARAT, KOMPAS.com - Malam-malam Ramadhan yang biasanya meriah menjadi penuh dengan bahaya di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Rumah Sakit Pemerintah Jenin, Wisam Bakr, pada Kamis (21/3/2024), seiring dengan meningkatnya kekerasan yang membayangi bulan puasa umat Muslim di Tepi Barat.

Rumah sakitnya di kota Jenin, Tepi Barat bagian utara, telah berada di garis depan lonjakan kekerasan sejak perang Hamas-Israel pecah pada 7 Oktober lalu.

Baca juga: 2 Orang Tewas Diserang Israel di Tepi Barat Usai Dianggap Ancaman

Alih-alih berbuka puasa Ramadhan bersama kerabat dan teman-teman, kata Bakr, pada malam hari warga mencoba untuk tidak keluar rumah karena malam hari sekarang tidaklah aman.

"Setiap saat bisa saja terjadi serangan oleh pasukan Israel," katanya, sebagaimana dikutip dari AFP.

Ketika Israel melanjutkan kampanye militernya untuk menghabisi Hamas di Gaza, kekerasan di Tepi Barat yang melibatkan pasukan Israel atau pemukim telah meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi selama dua dekade.

Bakr mencatat, sejak 7 Oktober, Rumah Sakit Pemerintah Jenin telah menerima 44 orang tewas dan 264 orang terluka dalam serangan Israel.

Di luar korban jiwa dan kerusakan yang ditimbulkan oleh operasi militer yang sering terjadi, penduduk Jenin mengatakan bahwa kekerasan tersebut telah menyebabkan jalan-jalan menjadi sepi, perayaan-perayaan yang tenang, dan kegelisahan.

"Tidak ada orang di jalanan," kata Mohammed Omar, seorang penjual manisan yang telah menghabiskan seluruh hidupnya di kamp pengungsi Jenin.

Kamp pengungsi Jenin adalah salah satu tempat paling padat dan miskin di Tepi Barat, serta lokasi serangan Israel yang berulang kali.

Baca juga: Israel Ambil Alih 652 Hektar Tanah di Tepi Barat

Cemaskan anak-anak

Menurut Omar, suasana berat Ramadhan 2024 bukan hanya terasa setelah serangan dan penggerebekan, tetapi juga pada hari-hari yang relatif tenang.

"Orang-orang tinggal di rumah masing-masing, takut akan pengeboman, dan kami tidak punya uang untuk dibelanjakan," katanya.

Bahkan jika mereka melakukannya, mereka mungkin akan mengalami kesulitan untuk berkeliling, karena banyak jalan yang rusak dan beberapa tidak dapat dilewati oleh buldoser Israel yang melakukan pembongkaran.

Israel secara rutin menghancurkan rumah-rumah warga Palestina yang dituduh melakukan serangan, dengan alasan tindakan tersebut bertindak sebagai pencegah.

Namun, para kritikus mengatakan bahwa kebijakan Israel tersebut merupakan hukuman kolektif.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com