Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Ketidakadilan Hak Veto dan Reformasi Dewan Keamanan PBB

Kompas.com - 19/03/2024, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SERUAN publik dunia dalam upaya gencatan senjata di Gaza, Palestina, agaknya menjadi sesuatu yang seringkali kita dengar, tetapi realisasinya terhalang oleh upaya elite politik dan langkah diplomasi yang agak rumit.

Terkini, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) kembali gagal menyepakati resolusi gencatan senjata di Gaza, yang awalnya diserukan oleh Aljazair pada Desember akhir tahun lalu.

Penyebabnya? Tentu akibat upaya Amerika Serikat sebagai bagian dari anggota tetap DK PBB yang menggunakan hak vetonya untuk menganulir kesepakatan gencatan senjata tersebut.

Padahal, 13 dari 15 negara anggota DK PBB mendukung resolusi tersebut, terkecuali Inggris yang memilih abstain.

Selain menggunakan hak vetonya, AS juga mendorong seluruh negara anggota DK PBB untuk menyerukan aksi gencatan senjata sementara, tetapi didasari dengan formula pembebasan sandera yang masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza.

Kekecewaan dari mayoritas negara anggota DK PBB termasuk China, pada akhirnya menyeruak atas seruan AS tersebut, karena membuat situasi di Gaza tak kunjung membaik hingga saat ini.

Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menyebut bahwa negaranya menggunakan hak veto karena khawatir resolusi gencatan senjata itu akan membahayakan perundingan yang tengah berlangsung antara AS, Mesir, Qatar, serta Israel, yang sedang berupaya mewujudkan jeda peperangan dan pembebasan sandera oleh Hamas.

Ia sekaligus menolak tuduhan bahwa veto tersebut merupakan upaya untuk menutupi invasi Israel ke kota Rafah di Jalur Gaza bagian selatan, yang merupakan tempat perlindungan bagi sekitar 1,4 juta warga pengungsi Palestina yang sedang menghindar dari serangan Israel.

Sebagai badan dunia yang paling bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan perdamaian internasional, DK PBB merupakan ujung tombak yang diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuan mulia ini.

Salah satu fungsi utama PBB sebagai organisasi induknya adalah menjaga perdamaian dan keamanan seluruh negara anggotanya, dengan melakukan berbagai upaya pencegahan terjadinya konflik, membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk saling berdamai, memelihara perdamaian, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan perdamaian bertahan dan berkembang (peacekeeping and peacebuilding).

Memang, DK PBB dengan mandatnya dalam berbagai inisiatif resolusi konflik dan pemeliharaan perdamaian telah berhasil menurunkan jumlah korban jiwa yang potensial dalam perang maupun konflik bersenjata di seluruh dunia sejak 1945.

Akan tetapi, penggunaan hak veto yang sarat akan kepentingan negara maju tertentu dalam birokrasi di PBB ini tentu kerap kali memunculkan kontroversi.

Sejauh ini, hak veto Istimewa di DK PBB hanya dimiliki oleh lima negara anggota tetapnya saja, yakni Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan China.

Menurut rilis resmi terakhir PBB, AS tercatat menggunakan keistimewaan hak vetonya di DK PBB sebanyak 84 kali sejak 1946.

Sedangkan negara lain seperti China menggunakan hak veto mereka sebanyak 18 kali, Rusia telah memveto sebanyak 124 kali, Inggris menggunakan hak veto sebanyak 29 kali, dan Perancis sebanyak 16 kali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com