Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Generasi Muda di China Enggan Rayakan Imlek

Kompas.com - 10/02/2024, 22:00 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Ekspor, yang merupakan penggerak utama ekonomi China, melemah karena memburuknya hubungan China dengan negara-negara Barat. Hingga kini, Presiden AS Joe Biden belum menghapus tarif perdagangan atas barang-barang ekspor dari China yang diterapkan pada masa pemerintahan Donlad Trump.

Qingfeng meninggalkan pekerjaannya dua bulan kemudian dan kini dipekerjakan oleh gym baru yang akan dibuka setelah liburan. Namun, dia tidak ingin bertemu keluarganya karena dia telah kehilangan hampir seluruh tabungannya tahun lalu. Dia belum mau membeberkan apa yang terjadi padanya.

“Bisa dibilang saya gagal di pasar saham.”

Pada awal Februari, saham China jatuh ke level terendah dalam lima tahun. Akun Weibo milik Kedutaan Besar AS telah menjadi "tembok ratapan" bagi para investor China, bahkan ada yang meminta bantuan dari Amerika. Beberapa mengkritik kepemimpinan saat ini.

Baca juga: Imlek 2023: Orang China Sambut Tahun Kelinci, Orang Vietnam Tahun Kucing, Siapa yang Benar?

Qingfeng tidak yakin apakah dia akan mampu membangun basis pelanggan baru di tengah krisis ekonomi yang terjadi saat ini di China.

“Banyak pusat kebugaran besar tutup belakangan ini karena utang mereka yang tinggi.”

Perekonomian yang lesu bukanlah satu-satunya alasan keengganan warga China pulang ke rumah untuk merayakan Imlek bersama keluarga.

Sejumlah perempuan lajang mengaku tak mau ditekan untuk segera menikah oleh keluarga mereka ketika pertemuan keluarga—dan Xiaoba adalah salah satunya.

Terlepas dari tahun-tahun pandemi, ini menjadi tahun pertamanya tidak pulang ke rumah selama perayaan Imlek.

"Saya telah bekerja di seluruh negeri. Tiap kali saya pergi ke sebuah kota, ibu saya tiba-tiba menemukan seorang pria dan menyuruh saya untuk kencan buta. Itu keterlaluan," kata manajer proyek berusia 35 tahun itu.

Populasi China menyusut selama dua tahun berturut-turut. Rendahnya angka kelahiran berarti China akan kehilangan pekerja muda, yang merupakan kekuatan utama dalam mendorong perekonomian negara tersebut.

Kaum muda semakin enggan untuk menikah dan memiliki anak, dan jumlah pernikahan tercatat menurun selama sembilan tahun berturut-turut, menurut data resmi.

Pada Oktober silam, Xi mengatakan perempuan memainkan “peran unik” dalam mempromosikan nilai-nilai tradisional dan ada kebutuhan untuk menumbuhkan “budaya pernikahan dan melahirkan anak baru” untuk mengatasi masalah populasi.

Namun, upaya pemerintah untuk mendorong angka pernikahan dan kelahiran sejauh ini belum efektif.

Xiaoba tidak lagi merasa panik untuk menikah dan menikmati gaya hidupnya. Dia berencana menghabiskan Tahun Baru Imlek bersama kucingnya dan menonton acara televisi di apartemen sewaannya di Shenzhen.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com