Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inggris Pangkas Bantuan, 1 dari 3 Anak di Afghanistan Krisis Kelaparan

Kompas.com - 21/12/2023, 14:34 WIB
Albertus Adit

Penulis

KABUL, KOMPAS.com - Satu dari tiga anak di Afghanistan akan menghadapi krisis kelaparan setelah Inggris memangkas bantuannya ke negara tersebut.

Menurut Komisi Independen untuk Dampak Bantuan (ICAI), bantuan yang dipangkas tahun ini jumlahnya hampir 60 persen.

Diperkirakan, bantuan kemanusiaan yang diberikan sebesar £100 juta atau Rp 1,9 triliun. Jumlah itu menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai £246 juta atau sekitar Rp 4,8 triliun.

Baca juga: Saking Parahnya, Gempa Bumi di Afghanistan Disebut Bencana di Atas Bencana

Sebagaimana diberitakan The Independent pada Rabu (20/12/2023), banyak anak-anak yang akan menjadi korban krisis kelaparan menjelang musim dingin.

Jadi, hampir delapan juta anak-anak di negara tersebut akan memasuki tahun 2024 tanpa makanan yang cukup dan harus hidup selama tiga bulan ke depan dalam kondisi beku tanpa pakaian yang memadai.

Menurut angka terbaru dari sistem pemantauan kelaparan global Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), anak-anak tersebut juga masih dilanda pasca gempa bumi, kekeringan, krisis pangan, kelangkaan barang, dan keruntuhan perekonomian.

Para orangtua khawatir dengan kelangsungan hidup anaknya, terlebih akan menghadapi musim dingin yang tahun lalu merenggut nyawa 160 orang saat suhu turun hingga minus 37 derajat celcius.

"Rumah kami tidak dapat digunakan, dan kami tidak tahu bagaimana dapat bertahan hidup di musim dingin ini. Apalagi daerah ini akan tertutup salju selama berminggu-minggu," ujar Aslam (30), ayah tiga anak yang tinggal di Kota Herat Afghanistan.

Kepada organisasi non-profit Save the Children, Aslam mengatakan, satu-satunya sumber mata pencahariannya untuk bertahan yaitu ternaknya.

Dia adalah salah satu dari banyak keluarga yang rumahnya hancur akibat gempa bumi beberapa bulan yang lalu.

Baca juga: Gempa Bumi Terbesar di Dunia Berkekuatan M 9,5 Ada di Negara Ini

Bahkan hingga kini dia belum mendapatkan kompensasi, bantuan, atau relokasi dari penguasa de facto negara tersebut.

Salma, salah satu ibu dari bayi berusia tujuh bulan harus ke klinik untuk mendapatkan makanan.

"Terkadang kami tidak punya roti untuk dimakan, dan kami tidur dalam keadaan lapar. Saya sedih melihat anak saya semakin lemah dari hari ke hari dan menangis karena minta makan," tutur dia.

Arshad Malik, direktur Save the Children, yang memimpin operasi di Afghanistan mengatakan, kini para dokter berjuang untuk mencegah penyakit pernapasan.

"Dokter melaporkan cuaca menjadi dingin di malam hari, dan sulit untuk memastikan kesejahteraan anak-anak di dalam tenda," terangnya.

"Masalah ini dapat berdampak negatif terhadap kesehatan anak dan ibu. Kami khawatir infeksi saluran pernapasan parah kemungkinan besar disebabkan oleh paparan badai debu yang berkepanjangan, tempat penampungan yang tertutup asap, orang sakit lainnya, dan cuaca yang sangat dingin," ungkap dia kepada The Independent.

Malik juga menjelaskan, Inggris memangkas lebih dari setengah bantuan untuk Afghanistan yang secara langsung berdampak pada warga.

Kini, jutaan warga Afghanistan yang kembali dari Pakistan menghadapi situasi yang sulit, seperti jadi tunawisma, kemiskinan, penyakit, serta nasib yang tidak pasti di bawah rezim Taliban.

Dari jumlah tersebut, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling rentan, dan kini menunjukkan gejala-gejala trauma yang mendalam.

"Banyak keluarga pengungsi yang kembali menyadari bahwa mereka tidak punya tempat tinggal dan tidak punya uang untuk makan. Mereka kini harus tinggal di tempat penampungan dalam situasi yang menyedihkan," kata Malik.

Sementara itu, perempuan hamil dan menyusui tidak mampu mengatasinya karena layanan yang diberikan tidak memadai bagi para pengungsi.

Baca juga: Mesir Tengahi Gencatan Senjata di Gaza, tapi Israel-Hamas Bersikeras dengan Tuntutannya

Bahkan ketika diminta untuk segera ke pusat kesehatan terdekat yang jaraknya sangat jauh dari lokasi kamp pengungsi, mereka tidak mampu.

"Ada kebutuhan mendesak untuk menyediakan pakaian hangat untuk anak-anak, serta barang-barang yang diperlukan seperti pembalut dan perlengkapan kebersihan pribadi untuk remaja putri. Barang-barang ini penting untuk mengurangi risiko kesehatan yang berdampak pada perempuan dan anak-anak," tandas Malik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com