Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Reinterpretasi Hamas Kunci Perdamaian

Kompas.com - 22/11/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kesamaan pandangan tersebut juga harus menjadi titik awal dalam menginterpretasi ulang posisi Hamas di tengah-tengah negara Arab dan negara-negara Muslim dunia.

Perbedaan mendasar sebenarnya ada di bagian ini, yang membuat Israel dan Amerika Serikat masih sulit untuk diajak berjalan bersama.

Nyatanya memang selama negara-negara Arab dan negara-negara Muslim seperti Indonesia masih menoleransi posisi garis anti-Israel versi Hamas, maka selama itu pula konflik akan terus berlangsung.

Toleransi tersebut menjadi legitimasi khusus bagi Hamas untuk terus menggelorakan ideologi anti-Israel bersama dengan perjuangan bersenjata dan mendelegitimasi keberadaan Otoritas Nasional Palestina beserta jalan diplomasi yang dipilihnya.

Negara-negara Barat, yakni Uni Eropa dan Amerika Serikat, begitu pula Israel dan beberapa negara lainnya di dunia, telah melabeli Hamas dengan status teroris.

Sehingga, apapun aksi Hamas yang mengatasnamakan perjuangan kemerdekaan Palestina akan berujung dengan bentuk serangan teroristik.

Jadi Barat dan Israel melihat "akibat" dan "bentuk" dari aksi Hamas, sementara negara-negara yang menoleransi Hamas justru melihat motif di balik aksi-aksi Hamas.

Dengan kata lain, sebagian besar negara-negara Arab dan negara Muslim menoleransi Hamas karena dianggap sebagai bagian dari perjuangan sah rakyat Palestina dalam mancapai kemerdekaan negara Palestina.

Walhasil, aspirasi untuk melumpuhkan Hamas tidak muncul di dalam pertemuan-pertemuan negara-negara Arab dan negara-negara Muslim lainnya.

Apalagi kini Iran, Suriah, Qatar telah semakin mendekat kepada negara-negara Arab, seperti Saudi Arabia dan Uni Arab Emirat (UAE).

Kondisi tersebut akan semakin mempersulit Liga Arab dan negara-negara Muslim dalam menyepakati suatu defenisi baru atas keberadaan Hamas.

Arab Saudi dan UEA akan menghindari topik Hamas dalam pembicaraannya dengan Iran dan Suriah, karena akan berpotensi merusak prospek perbaikan hubungan diplomatik antara negara-negara Arab dengan Iran dan Suriah.

Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, Hamas kian hari kian berhasil dalam menjadikan dirinya sebagai proksi dalam konstelasi konflik geopolitik dan ketegangan strategis internasional.

Dalam ranah yang lebih luas, Hamas mendapat sokongan, baik langsung maupun tidak langsung, dari negara-negara non Arab yang berposisi berlawanan dengan Amerika Serikat, seperti Rusia dan China.

Celakanya, kedua negara besar tersebut sedang menjadi mitra strategis baru bagi Timur Tengah, terutama Saudi Arabia, sejak Donald Trump tak lagi di Gedung Putih.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com