Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dokter RS Indonesia di Gaza, Lihat Senjata Baru Israel dan Bekerja dengan Obor Kecil

Kompas.com - 07/11/2023, 21:35 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Apa kata Pemerintah Indonesia?

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, menyebut Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah fasilitas kesehatan yang "sepenuhnya untuk tujuan kemanusiaan".

Iqbal berkata, rumah sakit itu dibangun dengan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat Indonesia. Setelah peresmian, operasional rumah sakit itu diserahkan kepada otoritas Palestina.

Dari waktu ke waktu, kata dia, sejumlah relawan asal Indonesia turut membantu kinerja para petugas medis di rumah sakit itu.

Iqbal menuturkan, Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah satu dari sedikit fasilitas kesehatan yang masih mampu melayani pasien saat jumlah korban serangan Israel terus bertambah setiap hari.

Namun, Iqbal menyebut para pekerja medis melayani pasien dengan jumlah yang jauh di batas kapasitas rumah sakit.

Serangan berujung "hari kiamat"

Salah satu penyintas serangan Israel ke pengungsian Jabalia adalah Suheil Al Talooli, seorang warga Palestina berusia 70 tahun. Dia tengah berada di rumah bersama 30 anggota keluarganya ketika serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi tersebut pekan lalu.

“Rasanya seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, atau Hari Kiamat yang telah tiba," ujarnya.

"Serangan itu rasanya seperti sepuluh pengeboman besar-besaran yang terjadi satu demi satu, dan semuanya tiba-tiba berubah menjadi hitam,” kata Suheil.

Pensiunan dokter tersebut mengatakan, dia yakin belum pernah ada orang yang mengalami ledakan sebesar ini di Gaza sebelumnya.

Suheil Al Talooli, pensiunan dokter berusia 70 tahun, selamat dari ledakan besar pada 31 Oktober.DOK SUHEIL AL TALOOLI via BBC INDONESIA Suheil Al Talooli, pensiunan dokter berusia 70 tahun, selamat dari ledakan besar pada 31 Oktober.
Kawah sedalam sepuluh meter

Serangan Israel itu membuat kawah sedalaman sepuluh meter, kata Juru Bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan, terdapat sekitar 400 korban tewas dan korban luka akibat serangan tersebut.

Rumah Suheil runtuh menimpanya. Dia pingsan akibat kejadian itu.

Suheil kembali sadar dan menyaksikan "adegan kehancuran" saat dia ditarik dari reruntuhan bangunan.

Baca juga: Apakah Gerakan Boikot Israel di Indonesia Berdampak pada Situasi di Gaza?

"Penghancuran permukiman"

"Ada debu di mana-mana dan tak seorang pun dapat melihat dengan jelas siapa yang berdiri di samping mereka," kata Suheil.

"Saya melihat mayat berserakan di mana-mana. Bagian tubuh terlihat jelas" ujar pensiunan dokter yang tinggal di kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk, di utara Gaza. Dia dan keluarganya telah menetap di pengungsian itu selama 60 tahun.

“Seluruh permukiman saya telah dihancurkan,” ucapnya.

Saudara laki-laki dan anak-anaknya Suheil selamat, tapi istrinya, Kifah, mengalami cedera kaki dan dilarikan ke rumah sakit.

Kakak perempuan Suheil mengatakan kepada BBC, 17 sepupunya yang tinggal di dekatnya tewas dalam serangan itu. Dia yakin banyak anggota keluarga lainnya yang masih berada di bawah reruntuhan.

Serangan udara tanpa henti

Serangan udara pertama kali menghujani kamp pengungsi Jabalia dengan bom dua hari setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu.

Serangan udara Israel pertama di pasar Jabalia menewaskan 50 orang, menurut Hamas.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com