Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dokter RS Indonesia di Gaza, Lihat Senjata Baru Israel dan Bekerja dengan Obor Kecil

Kompas.com - 07/11/2023, 21:35 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

GAZA, KOMPAS.com - Rumah Sakit Indonesia di kawasan Gaza utara kedatangan korban luka dan tewas terbanyak akibat serangan udara Israel ke pengungsian Jabalia, pada Selasa, 31 Oktober lalu.

Pengeboman yang menyebabkan 400 korban tewas dan luka itu digambarkan sebagai "hari kiamat" oleh seorang penyintas serangan tersebut.

Setidaknya 270 orang dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia akibat serangan itu, kata Dokter Marwan Sultan, direktur medis di fasilitas kesehatan tersebut.

Baca juga: Rumah Sakit di Gaza Termasuk Milik Indonesia Alami Mati Listrik

Padahal, kata dia, rumah sakit yang dibangun dengan pendanaan dari Pemerintah Indonesia dan sumbangan warga Indonesia tersebut hanya memiliki 140 tempat tidur.

Situasi di Rumah Sakit Indonesia saat itu memburuk karena generator listrik kehabisan bahan bakar. Dua hari setelah pengeboman kamp pengungsian Jabalia atau pada 2 November lalu, rumah sakit itu kehilangan daya listrik.

"Konsekuensinya kami berhenti melakukan operasi terhadap pasien kecuali operasi itu untuk menyelamatkan nyawa," ujar Dokter Marwan kepada BBC.

"Bangsal pasien tidak dapat berfungsi. Kami mengandalkan obor kecil sementara pasien di unit perawatan intensif (ICU) menggunakan generator listrik kecil," kata Marwan.

Marwan berkata, ketika itu dia khawatir Rumah Sakit Indonesia memasuki tahap akhir dan tidak bisa beroperasi sama sekali.

Kapasitas Rumah Sakit Indonesia tak mampu menampung korban serangan udara Israel di kamp pengungsi Jabalia. Banyak pasien terpaksa diletakkan di atas lantai.FACEBOOK THE INDONESIAN HOSPITAL via BBC INDONESIA Kapasitas Rumah Sakit Indonesia tak mampu menampung korban serangan udara Israel di kamp pengungsi Jabalia. Banyak pasien terpaksa diletakkan di atas lantai.
Dokter Marwan sangat yakin bahwa pada pengeboman kamp pengungsian Jabalia, dia melihat senjata jenis baru yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia mendasarkan pendapatnya berdasarkan observasi luka para pasiennya.

Marwan menjelaskan, sebagian besar luka korban bervariasi, antara lain luka laserasi anggota tubuh bagian dalam dan pendarahan internal yang masif akibat tekanan darah tinggi yang terjadi secara instan.

Kepala Rumah Sakit Indonesia, Dokter Atef Kahlout, menuturkan hal serupa.

Dia berkata, gelombang kejut akibat serangan Israel itu terasa di rumah sakitnya, yang berjarak dua kilometer dari ledakan.

“Kami melihat jenis-jenis luka yang jarang terjadi,” kata Dokter Atef.

Berdasarkan observasi medis itu, dia yakin Israel menggunakan amunisi jenis baru saat melancarkan serangan udara ke Gaza.

Tim penyelamat membawa korban pengeboman Israel di pengungsian Jabalia pada 31 Oktober lalu.REUTERS via BBC INDONESIA Tim penyelamat membawa korban pengeboman Israel di pengungsian Jabalia pada 31 Oktober lalu.
Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berkata kepada BBC bahwa pihaknya tidak bisa membeberkan jumlah atau jenis amunisi yang mereka gunakan.

Ketika ditanya tentang tuduhan penggunaan senjata ilegal, juru bicara militer Israel itu berkata, "Saya telah beberapa kali mendengar klaim yang dibuat para dokter. Saya dapat mengatakan dengan sangat jelas bahwa IDF tidak menggunakan amunisi yang bertentangan dengan hukum internasional," ujarnya.

BBC berbicara dengan sejumlah pakar. Mereka menyatakan, senjata yang digunakan Israel setidaknya memiliki daya ledak 226 kilogram. Namun para pakar itu tidak satu suara tentang jenis senjata tersebut.

Justin Bronk, peneliti di Royal United Services Institute, sebuah lembaga riset pertahanan dan keamanan berbasis di Inggris, menyebut kawah hasil ledakan Israel konsisten dengan dampak yang bisa ditimbulkan senjata jenis JDAM GBU-31.

Senjata ini memiliki bobot 900 kilogram dan dirancang untuk menembus atau menghancurkan sasaran yang terkubur, termasuk yang berada di bawah bangunan.

Baca juga: Di Mana Lokasi Rumah Sakit Indonesia di Gaza?

Gempuran Israel terhadap kamp pengungsian di Gaza.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Gempuran Israel terhadap kamp pengungsian di Gaza.
Apa kata Pemerintah Indonesia?

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, menyebut Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah fasilitas kesehatan yang "sepenuhnya untuk tujuan kemanusiaan".

Iqbal berkata, rumah sakit itu dibangun dengan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat Indonesia. Setelah peresmian, operasional rumah sakit itu diserahkan kepada otoritas Palestina.

Dari waktu ke waktu, kata dia, sejumlah relawan asal Indonesia turut membantu kinerja para petugas medis di rumah sakit itu.

Iqbal menuturkan, Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah satu dari sedikit fasilitas kesehatan yang masih mampu melayani pasien saat jumlah korban serangan Israel terus bertambah setiap hari.

Namun, Iqbal menyebut para pekerja medis melayani pasien dengan jumlah yang jauh di batas kapasitas rumah sakit.

Serangan berujung "hari kiamat"

Salah satu penyintas serangan Israel ke pengungsian Jabalia adalah Suheil Al Talooli, seorang warga Palestina berusia 70 tahun. Dia tengah berada di rumah bersama 30 anggota keluarganya ketika serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi tersebut pekan lalu.

“Rasanya seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, atau Hari Kiamat yang telah tiba," ujarnya.

"Serangan itu rasanya seperti sepuluh pengeboman besar-besaran yang terjadi satu demi satu, dan semuanya tiba-tiba berubah menjadi hitam,” kata Suheil.

Pensiunan dokter tersebut mengatakan, dia yakin belum pernah ada orang yang mengalami ledakan sebesar ini di Gaza sebelumnya.

Suheil Al Talooli, pensiunan dokter berusia 70 tahun, selamat dari ledakan besar pada 31 Oktober.DOK SUHEIL AL TALOOLI via BBC INDONESIA Suheil Al Talooli, pensiunan dokter berusia 70 tahun, selamat dari ledakan besar pada 31 Oktober.
Kawah sedalam sepuluh meter

Serangan Israel itu membuat kawah sedalaman sepuluh meter, kata Juru Bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan, terdapat sekitar 400 korban tewas dan korban luka akibat serangan tersebut.

Rumah Suheil runtuh menimpanya. Dia pingsan akibat kejadian itu.

Suheil kembali sadar dan menyaksikan "adegan kehancuran" saat dia ditarik dari reruntuhan bangunan.

Baca juga: Apakah Gerakan Boikot Israel di Indonesia Berdampak pada Situasi di Gaza?

"Penghancuran permukiman"

"Ada debu di mana-mana dan tak seorang pun dapat melihat dengan jelas siapa yang berdiri di samping mereka," kata Suheil.

"Saya melihat mayat berserakan di mana-mana. Bagian tubuh terlihat jelas" ujar pensiunan dokter yang tinggal di kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk, di utara Gaza. Dia dan keluarganya telah menetap di pengungsian itu selama 60 tahun.

“Seluruh permukiman saya telah dihancurkan,” ucapnya.

Saudara laki-laki dan anak-anaknya Suheil selamat, tapi istrinya, Kifah, mengalami cedera kaki dan dilarikan ke rumah sakit.

Kakak perempuan Suheil mengatakan kepada BBC, 17 sepupunya yang tinggal di dekatnya tewas dalam serangan itu. Dia yakin banyak anggota keluarga lainnya yang masih berada di bawah reruntuhan.

Serangan udara tanpa henti

Serangan udara pertama kali menghujani kamp pengungsi Jabalia dengan bom dua hari setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu.

Serangan udara Israel pertama di pasar Jabalia menewaskan 50 orang, menurut Hamas.

Lima hari kemudian, Israel memerintahkan warga sipil untuk meninggalkan daerah tersebut. Peringatan itu muncul lebih dari dua minggu sebelum serangan tanggal 31 Oktober.

Namun, Suheil menggambarkan serangan udara hari Selasa itu “berbeda dan lebih ganas dari serangan sebelumnya”.

“Anak-anak tercabik-cabik,” katanya.

Mohamed Alaswed adalah juru kamera berusia 27 tahun yang berada dekat dengan ledakan tanggal 31 Oktober. Dia berlari ke pasar dan menemukan kerabatnya telah terbunuh.DOK MOHAMED ALASWED via BBC INDONESIA Mohamed Alaswed adalah juru kamera berusia 27 tahun yang berada dekat dengan ledakan tanggal 31 Oktober. Dia berlari ke pasar dan menemukan kerabatnya telah terbunuh.
"Tanah berguncang"

Mohamed Alaswed, seorang warga kamp pengungsi Jabalia berusia 27 tahun, sedang membeli kebutuhan pokok di pasar, hanya beberapa menit sebelum pengeboman.

“Tiba-tiba saya mendengar enam ledakan besar. Saya hanya berjarak 400 meter dari lokasi ledakan. Asap hitam dan debu menutupi tempat itu,” kata Mohamed, yang menderita luka bakar di kaki.

Dia bergegas ke lokasi ledakan, di mana dia tahu anggota keluarganya berada. Di lokasi itu, dia menemukan tumpukan puing yang menghalangi ambulans untuk mendekati area yang hancur.

"Saya melihat anak-anak membawa mayat"

Warga dengan panik membawa jenazah ke paramedis, yang berjuang untuk mencapai pusat ledakan.

"Saya melihat anak-anak membawa mayat anak-anak lain. Para ibu berteriak dan mencari anak-anak mereka. Sulit untuk melihat atau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," kata Mohamed.

Dia menambahkan, seluruh area tersebut penuh dengan debu dan asap, dan ketika keadaan menjadi lebih jelas, dia "melihat bagian-bagian tubuh terdampar di lantai atas sebuah bangunan".

Pemandangan tersebut “sulit digambarkan dengan kata-kata,” kata Mohamed, yang bekerja sebagai juru kamera dan telah tinggal di daerah tersebut sejak masa kecilnya.

Dia berkata kepada BBC, serangan Israel itu terjadi begitu tiba-tiba sehingga dia bisa melihat mayat-mayat terperangkap di puing-puing,

Namun Mohamed juga melihat sejumlah warga masih tampak "aktivitas normal". Seorang perempuan berada di bawah reruntuhan, misalnya, terlihat memegang panci.

Klaim mengincar komandan Hamas

Pada tanggal 31 Oktober, militer Israel menyatakan serangan udara mereka membunuh Ibrahim Biari, Komandan Brigade Hamas di Jabalia. Menurut klaim itu, Ibrahim adalah satu dari sejumlah orang yang mengarahkan serangan tanggal 7 Oktober ke Israel.

“Infrastruktur militer bawah tanah Hamas di bawah bangunan-bangunan ini runtuh dan banyak petinggi Hamas terbunuh,". demikian klaim Israel.

Orang-orang berdiri di sekitar tepi kawah raksasa di Jabalia pada tanggal 1 November.EPA via BBC INDONESIA Orang-orang berdiri di sekitar tepi kawah raksasa di Jabalia pada tanggal 1 November.
Hamas menyatakan bahwa serangan udara tanggal 31 Oktober menewaskan "tujuh sandera asal Israel, termasuk tiga orang yang memiliki kewarganegaraan ganda".

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat, berkata tidak mengetahui keadaan para sandera karena Hamas menolak mengizinkan kunjungan Palang Merah kepada para sandera.

Haiat juga menuduh Hamas tidak memberikan perawatan medis kepada para sandera.

Baca juga: Israel Serang Kamp Pengungsi Gaza, Klaim Tewaskan Komandan Hamas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Global
[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Global
Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Global
Saat Pesawat Singapore Airlines Menukik 6.000 Kaki dalam 3 Menit...

Saat Pesawat Singapore Airlines Menukik 6.000 Kaki dalam 3 Menit...

Global
Menlu Jerman: Ukraina Butuh Segera Tingkatkan Pertahanan Udara untuk Lawan Rusia

Menlu Jerman: Ukraina Butuh Segera Tingkatkan Pertahanan Udara untuk Lawan Rusia

Global
Singapore Airlines Turbulensi Parah, Penumpang Terlempar ke Kabin Bagasi

Singapore Airlines Turbulensi Parah, Penumpang Terlempar ke Kabin Bagasi

Global
Presiden Raisi Meninggal, Kedubes Iran Sampaikan Terima Kasih atas Belasungkawa Indonesia

Presiden Raisi Meninggal, Kedubes Iran Sampaikan Terima Kasih atas Belasungkawa Indonesia

Global
Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Internasional
Gelombang Panas India Capai 47,4 Derajat Celsius, Sekolah di New Delhi Tutup

Gelombang Panas India Capai 47,4 Derajat Celsius, Sekolah di New Delhi Tutup

Global
ChatGPT Tangguhkan Suara AI Mirip Scarlett Johansson

ChatGPT Tangguhkan Suara AI Mirip Scarlett Johansson

Global
Pesawat Singapore Airlines Alami Turbulensi Parah, 1 Penumpang Tewas, 30 Terluka

Pesawat Singapore Airlines Alami Turbulensi Parah, 1 Penumpang Tewas, 30 Terluka

Global
Rusia Tuduh AS Akan Taruh Senjata di Luar Angkasa

Rusia Tuduh AS Akan Taruh Senjata di Luar Angkasa

Global
Panglima Hamas yang Dalangi Serangan 7 Oktober Diburu di Luar Gaza

Panglima Hamas yang Dalangi Serangan 7 Oktober Diburu di Luar Gaza

Global
Teroris Serang Kantor Polisi Malaysia, Singapura Waspada

Teroris Serang Kantor Polisi Malaysia, Singapura Waspada

Global
Kesal dengan Ulah Turis, Warga Jepang Tutup Pemandangan Gunung Fuji

Kesal dengan Ulah Turis, Warga Jepang Tutup Pemandangan Gunung Fuji

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com