Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Dokter RS Indonesia di Gaza, Lihat Senjata Baru Israel dan Bekerja dengan Obor Kecil

Pengeboman yang menyebabkan 400 korban tewas dan luka itu digambarkan sebagai "hari kiamat" oleh seorang penyintas serangan tersebut.

Setidaknya 270 orang dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia akibat serangan itu, kata Dokter Marwan Sultan, direktur medis di fasilitas kesehatan tersebut.

Padahal, kata dia, rumah sakit yang dibangun dengan pendanaan dari Pemerintah Indonesia dan sumbangan warga Indonesia tersebut hanya memiliki 140 tempat tidur.

Situasi di Rumah Sakit Indonesia saat itu memburuk karena generator listrik kehabisan bahan bakar. Dua hari setelah pengeboman kamp pengungsian Jabalia atau pada 2 November lalu, rumah sakit itu kehilangan daya listrik.

"Konsekuensinya kami berhenti melakukan operasi terhadap pasien kecuali operasi itu untuk menyelamatkan nyawa," ujar Dokter Marwan kepada BBC.

"Bangsal pasien tidak dapat berfungsi. Kami mengandalkan obor kecil sementara pasien di unit perawatan intensif (ICU) menggunakan generator listrik kecil," kata Marwan.

Marwan berkata, ketika itu dia khawatir Rumah Sakit Indonesia memasuki tahap akhir dan tidak bisa beroperasi sama sekali.

Marwan menjelaskan, sebagian besar luka korban bervariasi, antara lain luka laserasi anggota tubuh bagian dalam dan pendarahan internal yang masif akibat tekanan darah tinggi yang terjadi secara instan.

Kepala Rumah Sakit Indonesia, Dokter Atef Kahlout, menuturkan hal serupa.

Dia berkata, gelombang kejut akibat serangan Israel itu terasa di rumah sakitnya, yang berjarak dua kilometer dari ledakan.

“Kami melihat jenis-jenis luka yang jarang terjadi,” kata Dokter Atef.

Berdasarkan observasi medis itu, dia yakin Israel menggunakan amunisi jenis baru saat melancarkan serangan udara ke Gaza.

Ketika ditanya tentang tuduhan penggunaan senjata ilegal, juru bicara militer Israel itu berkata, "Saya telah beberapa kali mendengar klaim yang dibuat para dokter. Saya dapat mengatakan dengan sangat jelas bahwa IDF tidak menggunakan amunisi yang bertentangan dengan hukum internasional," ujarnya.

BBC berbicara dengan sejumlah pakar. Mereka menyatakan, senjata yang digunakan Israel setidaknya memiliki daya ledak 226 kilogram. Namun para pakar itu tidak satu suara tentang jenis senjata tersebut.

Justin Bronk, peneliti di Royal United Services Institute, sebuah lembaga riset pertahanan dan keamanan berbasis di Inggris, menyebut kawah hasil ledakan Israel konsisten dengan dampak yang bisa ditimbulkan senjata jenis JDAM GBU-31.

Senjata ini memiliki bobot 900 kilogram dan dirancang untuk menembus atau menghancurkan sasaran yang terkubur, termasuk yang berada di bawah bangunan.

Iqbal berkata, rumah sakit itu dibangun dengan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat Indonesia. Setelah peresmian, operasional rumah sakit itu diserahkan kepada otoritas Palestina.

Dari waktu ke waktu, kata dia, sejumlah relawan asal Indonesia turut membantu kinerja para petugas medis di rumah sakit itu.

Iqbal menuturkan, Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah satu dari sedikit fasilitas kesehatan yang masih mampu melayani pasien saat jumlah korban serangan Israel terus bertambah setiap hari.

Namun, Iqbal menyebut para pekerja medis melayani pasien dengan jumlah yang jauh di batas kapasitas rumah sakit.

Serangan berujung "hari kiamat"

Salah satu penyintas serangan Israel ke pengungsian Jabalia adalah Suheil Al Talooli, seorang warga Palestina berusia 70 tahun. Dia tengah berada di rumah bersama 30 anggota keluarganya ketika serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi tersebut pekan lalu.

“Rasanya seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, atau Hari Kiamat yang telah tiba," ujarnya.

"Serangan itu rasanya seperti sepuluh pengeboman besar-besaran yang terjadi satu demi satu, dan semuanya tiba-tiba berubah menjadi hitam,” kata Suheil.

Pensiunan dokter tersebut mengatakan, dia yakin belum pernah ada orang yang mengalami ledakan sebesar ini di Gaza sebelumnya.

Rumah Suheil runtuh menimpanya. Dia pingsan akibat kejadian itu.

Suheil kembali sadar dan menyaksikan "adegan kehancuran" saat dia ditarik dari reruntuhan bangunan.

"Penghancuran permukiman"

"Ada debu di mana-mana dan tak seorang pun dapat melihat dengan jelas siapa yang berdiri di samping mereka," kata Suheil.

"Saya melihat mayat berserakan di mana-mana. Bagian tubuh terlihat jelas" ujar pensiunan dokter yang tinggal di kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk, di utara Gaza. Dia dan keluarganya telah menetap di pengungsian itu selama 60 tahun.

“Seluruh permukiman saya telah dihancurkan,” ucapnya.

Saudara laki-laki dan anak-anaknya Suheil selamat, tapi istrinya, Kifah, mengalami cedera kaki dan dilarikan ke rumah sakit.

Kakak perempuan Suheil mengatakan kepada BBC, 17 sepupunya yang tinggal di dekatnya tewas dalam serangan itu. Dia yakin banyak anggota keluarga lainnya yang masih berada di bawah reruntuhan.

Serangan udara tanpa henti

Serangan udara pertama kali menghujani kamp pengungsi Jabalia dengan bom dua hari setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu.

Serangan udara Israel pertama di pasar Jabalia menewaskan 50 orang, menurut Hamas.

Lima hari kemudian, Israel memerintahkan warga sipil untuk meninggalkan daerah tersebut. Peringatan itu muncul lebih dari dua minggu sebelum serangan tanggal 31 Oktober.

Namun, Suheil menggambarkan serangan udara hari Selasa itu “berbeda dan lebih ganas dari serangan sebelumnya”.

“Anak-anak tercabik-cabik,” katanya.

“Tiba-tiba saya mendengar enam ledakan besar. Saya hanya berjarak 400 meter dari lokasi ledakan. Asap hitam dan debu menutupi tempat itu,” kata Mohamed, yang menderita luka bakar di kaki.

Dia bergegas ke lokasi ledakan, di mana dia tahu anggota keluarganya berada. Di lokasi itu, dia menemukan tumpukan puing yang menghalangi ambulans untuk mendekati area yang hancur.

"Saya melihat anak-anak membawa mayat"

Warga dengan panik membawa jenazah ke paramedis, yang berjuang untuk mencapai pusat ledakan.

"Saya melihat anak-anak membawa mayat anak-anak lain. Para ibu berteriak dan mencari anak-anak mereka. Sulit untuk melihat atau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," kata Mohamed.

Dia menambahkan, seluruh area tersebut penuh dengan debu dan asap, dan ketika keadaan menjadi lebih jelas, dia "melihat bagian-bagian tubuh terdampar di lantai atas sebuah bangunan".

Pemandangan tersebut “sulit digambarkan dengan kata-kata,” kata Mohamed, yang bekerja sebagai juru kamera dan telah tinggal di daerah tersebut sejak masa kecilnya.

Dia berkata kepada BBC, serangan Israel itu terjadi begitu tiba-tiba sehingga dia bisa melihat mayat-mayat terperangkap di puing-puing,

Namun Mohamed juga melihat sejumlah warga masih tampak "aktivitas normal". Seorang perempuan berada di bawah reruntuhan, misalnya, terlihat memegang panci.

Klaim mengincar komandan Hamas

Pada tanggal 31 Oktober, militer Israel menyatakan serangan udara mereka membunuh Ibrahim Biari, Komandan Brigade Hamas di Jabalia. Menurut klaim itu, Ibrahim adalah satu dari sejumlah orang yang mengarahkan serangan tanggal 7 Oktober ke Israel.

“Infrastruktur militer bawah tanah Hamas di bawah bangunan-bangunan ini runtuh dan banyak petinggi Hamas terbunuh,". demikian klaim Israel.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat, berkata tidak mengetahui keadaan para sandera karena Hamas menolak mengizinkan kunjungan Palang Merah kepada para sandera.

Haiat juga menuduh Hamas tidak memberikan perawatan medis kepada para sandera.

https://www.kompas.com/global/read/2023/11/07/213500570/cerita-dokter-rs-indonesia-di-gaza-lihat-senjata-baru-israel-dan-bekerja

Terkini Lainnya

Panglima Hamas yang Dalangi Serangan 7 Oktober Diburu di Luar Gaza

Panglima Hamas yang Dalangi Serangan 7 Oktober Diburu di Luar Gaza

Global
Teroris Serang Kantor Polisi Malaysia, Singapura Waspada

Teroris Serang Kantor Polisi Malaysia, Singapura Waspada

Global
Kesal dengan Ulah Turis, Warga Jepang Tutup Pemandangan Gunung Fuji

Kesal dengan Ulah Turis, Warga Jepang Tutup Pemandangan Gunung Fuji

Global
Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Internasional
AS Tak Berencana Kirimkan Pelatih Militer ke Ukraina

AS Tak Berencana Kirimkan Pelatih Militer ke Ukraina

Global
WNI di Singapura Luncurkan 'MISI', Saling Dukung di Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesional

WNI di Singapura Luncurkan "MISI", Saling Dukung di Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesional

Global
Sebelum Tewas, Raisi Diproyeksikan Jadi Kandidat Utama Pemimpin Tertinggi Iran

Sebelum Tewas, Raisi Diproyeksikan Jadi Kandidat Utama Pemimpin Tertinggi Iran

Global
Biden Sebut Serangan Israel Bukan Genosida Saat Korban Tewas di Gaza Capai 35.562 Orang

Biden Sebut Serangan Israel Bukan Genosida Saat Korban Tewas di Gaza Capai 35.562 Orang

Global
Israel: 4 Jenazah Sandera Diambil dari Terowongan Gaza

Israel: 4 Jenazah Sandera Diambil dari Terowongan Gaza

Global
Polandia Tangkap 9 Orang yang Diduga Bantu Rencana Sabotase Rusia

Polandia Tangkap 9 Orang yang Diduga Bantu Rencana Sabotase Rusia

Global
Ikut Pelatihan, 1 Tentara Korea Selatan Tewas akibat Ledakan Granat

Ikut Pelatihan, 1 Tentara Korea Selatan Tewas akibat Ledakan Granat

Global
Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Global
Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Global
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Internasional
Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke