Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungsi Gaza: Tak Ada Air Bersih, Bahkan untuk Cuci Muka

Kompas.com - 17/10/2023, 06:11 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber BBC,AFP

JALUR GAZA, KOMPAS.com - Seorang gadis Palestina yang bersama keluarganya terpaksa meninggalkan rumah mereka di Jalur Gaza mengaku kesulitan menggambarkan tempat singgah mereka sekarang.

Hal ini terjadi setelah ribuan orang di Gaza utara diperintahkan untuk menuju ke selatan oleh Pemerintah Israel menjelang serangan darat yang diantisipasi.

"Tidak ada air bersih. Bahkan untuk mencuci muka pun tidak ada air. Kami semua tertindas. Kami tidak tahan lagi," ungkap gadis bernama Rahaf itu.

Baca juga: PBB: 423.378 Warga Gaza Mengungsi, 2.835 Unit Tempat Tinggal Hancur

Dia kini tinggal di Khan Younis.

Sebagaimana diberitakan BBC pada Selasa (17/10/2023), Rahaf mengaku dengan mudah melihat darah dan mayat-mayat di jalanan selama berpindah tempat.

Dia pun mencoba menenangkan adik-adiknya ketika mereka mendengar ledakan.

Rafah melakukannya dengan mengatakan kepada mereka bahwa suara tersebut berasal dari “upacara pernikahan” dan itu “normal”.

Dia berharap dia punya sesuatu untuk dimakan hari demi hari di tengah berkurangnya persediaan makanan dan air di wilayah tersebut.

WHO: tersisa 24 jam

Sebelumnya, Direktur regional WHO untuk Mediterania timur, Ahmed al-Mandhari, pada Senin (16/10/2023) mengatakan kepada AFP, bahwa Jalur Gaza hanya memiliki sisa air, listrik, dan bahan bakar selama 24 jam.

Dia pun memperingatkan, jika bantuan tidak diizinkan masuk ke wilayah yang terkepung, para dokter harus “menyiapkan sertifikat kematian untuk pasien mereka”.

Baca juga: PBB: 263.934 Warga Gaza Mengungsi, Tertinggi sejak Eskalasi 2014

Senin menandai 10 hari serangan udara Israel tanpa henti terhadap sasaran-sasaran di daerah kantong Palestina, sebagai pembalasan atas serangan tanggal 7 Oktober oleh kelompok Hamas yang berbasis di Gaza yang menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, di Israel selatan.

Mandhari menyebut, Gaza sekarang sedang menuju “bencana nyata”.

Kementerian Kesehatan yang dikuasai Hamas di Gaza mengatakan, sekitar 2.750 orang tewas dan 9.700 orang terluka, sementara menurut PBB, satu juta orang terpaksa mengungsi.

Pemadaman listrik mengancam sistem pendukung kehidupan, mulai dari pabrik desalinasi air laut hingga pendingin makanan dan inkubator rumah sakit.

Bahkan aktivitas sehari-hari, mulai dari pergi ke toilet, mandi, dan mencuci pakaian, hampir mustahil dilakukan, kata penduduk setempat.

Halaman:
Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com