JALUR GAZA, KOMPAS.com - Seorang gadis Palestina yang bersama keluarganya terpaksa meninggalkan rumah mereka di Jalur Gaza mengaku kesulitan menggambarkan tempat singgah mereka sekarang.
Hal ini terjadi setelah ribuan orang di Gaza utara diperintahkan untuk menuju ke selatan oleh Pemerintah Israel menjelang serangan darat yang diantisipasi.
"Tidak ada air bersih. Bahkan untuk mencuci muka pun tidak ada air. Kami semua tertindas. Kami tidak tahan lagi," ungkap gadis bernama Rahaf itu.
Baca juga: PBB: 423.378 Warga Gaza Mengungsi, 2.835 Unit Tempat Tinggal Hancur
Dia kini tinggal di Khan Younis.
Sebagaimana diberitakan BBC pada Selasa (17/10/2023), Rahaf mengaku dengan mudah melihat darah dan mayat-mayat di jalanan selama berpindah tempat.
Dia pun mencoba menenangkan adik-adiknya ketika mereka mendengar ledakan.
Rafah melakukannya dengan mengatakan kepada mereka bahwa suara tersebut berasal dari “upacara pernikahan” dan itu “normal”.
Dia berharap dia punya sesuatu untuk dimakan hari demi hari di tengah berkurangnya persediaan makanan dan air di wilayah tersebut.
Sebelumnya, Direktur regional WHO untuk Mediterania timur, Ahmed al-Mandhari, pada Senin (16/10/2023) mengatakan kepada AFP, bahwa Jalur Gaza hanya memiliki sisa air, listrik, dan bahan bakar selama 24 jam.
Dia pun memperingatkan, jika bantuan tidak diizinkan masuk ke wilayah yang terkepung, para dokter harus “menyiapkan sertifikat kematian untuk pasien mereka”.
Baca juga: PBB: 263.934 Warga Gaza Mengungsi, Tertinggi sejak Eskalasi 2014
Senin menandai 10 hari serangan udara Israel tanpa henti terhadap sasaran-sasaran di daerah kantong Palestina, sebagai pembalasan atas serangan tanggal 7 Oktober oleh kelompok Hamas yang berbasis di Gaza yang menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, di Israel selatan.
Mandhari menyebut, Gaza sekarang sedang menuju “bencana nyata”.
Kementerian Kesehatan yang dikuasai Hamas di Gaza mengatakan, sekitar 2.750 orang tewas dan 9.700 orang terluka, sementara menurut PBB, satu juta orang terpaksa mengungsi.
Pemadaman listrik mengancam sistem pendukung kehidupan, mulai dari pabrik desalinasi air laut hingga pendingin makanan dan inkubator rumah sakit.
Bahkan aktivitas sehari-hari, mulai dari pergi ke toilet, mandi, dan mencuci pakaian, hampir mustahil dilakukan, kata penduduk setempat.
Dengan kewalahannya petugas tanggap darurat, dokter yang bekerja sepanjang waktu, dan kurangnya ruang, Mandhari bekata, “mayat tidaklah dapat dirawat dengan baik”.
Kepadatan yang berlebihan telah melumpuhkan rumah sakit.
Baca juga: Israel Bersikukuh Tak Ada Gencatan Senjata di Gaza
“Unit perawatan intensif, ruang operasi, layanan darurat dan fasilitas lainnya berada di ambang kehancuran," katanya.
Menteri Energi Israel Israel Katz pada Minggu (15/10/2023) mengatakan pasokan air ke Gaza selatan telah diaktifkan kembali, seminggu setelah Israel mengumumkan “pengepungan total” yang memutus pasokan air, listrik, dan bahan bakar ke wilayah di mana mereka ingin menghancurkan Hamas.
Merampas barang-barang penting bagi warga sipil untuk bertahan hidup dilarang berdasarkan hukum internasional, kata kepala hak asasi manusia PBB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.